Skip to main content

Tertawa di Tengah Duka




Saya harusnya bersyukur punya anak-anak yang tetap 'rusuh' kala sakit. Mereka masih saling iseng, saling ledek tapi tetap bahu-membahu saling bantu.

"Bil, kang bubur lewat tuh! Tolong beliin, Bunda lagi cek suhu Abang."

"Ongeey!" Dengan sigap dia ambil mangkok dan manggil tukang bubur.

Di lain waktu, "Udah jam pulang Nailah. Siapa mau jemput, Gaza atau Bilal?"

"Ah elaah, Bilal malu, kan hari ini gak sekolah."

"Kamu gak sekolah kan gara-gara batuk kemarin berenang, gak papa lho istirahat. Tinggal class meeting kok, ujiannya udah selesai."

"Oke deh, tapi ntar makan siang Bilal mau soto ayam pake bihun."

"Okesip!"

"Gaza buangin sampah, deh." Si sulung ambil alih tugas adiknya.

Begitu juga pas di RS. Ketiganya terdaftar sebagai pasien dengan gejala batuk. Tapi enggak kaya orang sakit yang lemes duduk gitu ya. Mereka masih bercanda-canda, gantian ke kamar mandi, main tebak-tebakan dan pas udah bosen nunggu hasil lab, saling ledek sampai meledak tangis anak gadis.

Saat antri dokter, kami duduk di ruangan yang ada mejanya. Si nomor dua berpura-pura jadi dokter.

"Jadi, Ibu ada masalah apa?"

"Bapak dokter?"

"Iya."

"Bapak nanyea masalah saya? Bapak bertanyea-tanyeaa?"

"Udah cepetan, Bu!"

"Masalah saya cuma gimana biar tiga anak saya nggak rusuh? Anteng gitu kaya anak-anak lain."

Pas ngomong gitu, ada suster lewat, ketawa-ketawa.

"Gampang banget ngatasinnya, Bu. Tinggal Ibu beliin apa aja yang anak ibu mau, contohnya hoverboard, makanan-makanan enak, henpon lengkap sama kuotanya ..."

"Mahal amat?"

"Ibu gak punya duit? Yaudah kalo gitu gak papa sih anaknya rusuh dikit."

(((Dikit)))

Pas di ruangan dokter, syukur DSA langganan, udah tau kelakuan anak 3. Kalo bukan, udah naek tensi kayanya. Anak-anak saya mo diperiksa aja tuduh-tuduhan siapa duluan. Ada yang ngumpet di belakang kursi, ada yang ngaji berharap gak disuntik.

Belakangan pas mo pulang, saat dokter menyarankan vaksin influenza, si nomor dua celetuk dengan cuek, "Bunda tu gak punya duit, Dok!"

Ketawa dokter sama susternya, "Denger Aa, ibu-ibu tuh kalo anaknya jajan mulu, bilangnya pasti gak punya duit. Tapi kalo buat kesehatan, pasti ada."

Bocah itu nengok memastikan, "Emang iya, Bun?"

Auk ah ...

Nyaris 3 jam di RS, hasil lab keluar. Alhamdulillah banyak kekhawatiran yg terkikis demi melihat (-) (-) (-) di lembar hasil periksa. Meski tetap ada obat yang dibekal. Gapapa lah, alhamdulillah gosah nginep ya. Sujud syukur segitu juga.

Okesip kita pulang, kiddos!

#Latepost 16 Desember

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru