Skip to main content

Posts

Showing posts from October, 2022

Berbicara Pernikahan dengan Anak Laki Laki

Obrolan kami di meja makan pagi ini adalah tentang Pernikahan. Lupa awalnya dari mana tadi, tiba-tiba tercetus pertanyaan, "Emang Abang mau nikah umur berapa kira-kira?" "Dua tiga." "Masya Allah, udah jadi apa kira-kira?" "Pengusaha besar." "Nggak jadi bikin pesawat?" "Jadi, udah punya Gaza Airlines.' "Oh, aamiin. Kalau Aa?" "Dua puluh lima." "Udah jadi apa kira-kira umur segitu?" "Lulus S3 dari Mesir." "Masya Allah aamiin." "Nanti Bunda cariin jodohnya." "Aamiin mudah-mudahan Allah sampaikan usia kita kesitu, sehat semua." "Cari yang hafalannya bagus, se-Bilal atau lebih." "Sama X kali ya?" Saya iseng nyebut nama salah satu temennya yang menurut saya berparas manis dan sopan. "Jangan, Bun. Dia galak." "Hah galak kenapa?" "Kalau Bilal isengin, dia ngejar-ngejar sambil marah, 'Bilal kamu ini ya, awas

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Sarung di Zaman Rasulullah

"Bunda, di jaman Rasul ada sarung enggak?" "Enggak tau kalau sarung, tapi kalau kain untuk shalat, ada." "Mukena?" "Bukan. Ingat gak kisah Tsa'labah yang miskin? Yang kalau abis sholat di masjid selalu buru-buru pulang? Sama Rasulullah trus ditegur, kenapa kaya orang muna fik aja, selesai shalat langsung pulang? Dzikir dulu kek, doa kek." "Trus apa katanya?" "Ternyata Tsa'labah buru-buru karena saking miskinnya. Dia cuma punya satu kain untuk shalat, yang pemakaiannya gantian sama isterinya. Jadi setelah dia selesai sholat di masjid, kainnya dipakai sholat sama isterinya." "Miskin banget ya?" "Iya, trus dia minta didoain supaya punya harta ke Rasulullah. Rasulullah awalnya keberatan, tapi didoain juga. Nah doanya dikabulkan Allah. Enggak lama Tsa'labah jadi orang kaya, dia jadi peternak yang sukses. Tapi hartanya bikin dia terlena, gak pernah lagi datang sholat jamaah ke masjid. Trus pas

Akhir Pekan Bersama Calon Ulama

"A, liat ada kucing gendong anaknya, digigit lho!" tunjuk saya saat kami di kedai ketoprak. "Norak banget, sih." Tanpa diduga, begitu responnya. Mau kaget, tapi udah biasa. Si nomor dua memang paling spontan tanpa tedeng aling-aling kalo ngomong. Saya terbiasa membawa salah satu anak kalau mau belanja di akhir pekan yang tujuannya gak cuma satu. Ke tukang buah, tukang sayur, minimarket dll. Tujuannya biar punya waktu spesial dengan mereka. Bisa ngobrol yang baiknya gak didengar sama saudara yg lain. Pekan ini giliran si nomor dua. Kalau dengan si sulung, dia akan memanfaatkannya dengan curhat segala yg dialami di sekolah, lain dg yg ini. Anak ini lebih banyak mengamati lingkungan sekitar dengan seksama, kalau bisa langsung dicoba. "Mau beli pastel!" "Mau nyoba ambil uang di ATM!" "Pulangnya mau naik angkot!" "Deket gitu, Aa. Ntar ke dalam kompleks tetap jalan kaki." "Ya biarin, selama di sini belum pernah naik

(Jangan Jadi Ibu yang) Tampak Strong Padahal Kopong

"Ih mending kita ya, body guede jadi gak bakalan bisa diban ting," seloroh seorang ibu menanggapi peristiwa kadeerte. "Duh yaampun syukur deh suamiku gak ganteng, tapi baik. Yang ganteng ternyata kasyaar," cetus yang lain. "Makanya gosah post foto mesra sama suami, taunya dislengki gegara ada pel akor iri dengki." Beginilah kesimpulan yang lain. "Cih, baru digituin doang, lapor pulici. Saya mah bertahun-tahun lebih dari itu, sabar aja." Penuh semangat lainnya menimpali. Bu, sini peluk ❤ Saya tau kalau Anda sedang tak baik-baik saja, tersadari atau tidak. "Ih sok tau, nuduh seenaknya. Emang situ cenayang?" Bukan, saya ibu 3 anak yang belajar psikologi, jadi sedikitnya insya Allah paham karakter manusia terkait dengan sikapnya. Orang-orang, khususnya para ibu yang sehat mental, bahagia serta sibuk dalam ketaatannya pada Allah, tak akan sampai hati mengucapkan kalimat di atas. Karena apa? Ia sadar sepenuhnya bahwa pasangan yang

Empati yang Mulai Redup

"Kalau ada orang nangis cerita rumahtangganya, jangan terlalu diambil hati. Besoknya dia udah bucin, kamu masih emosi." Beberapa kali tampak tulisan itu di newsfeed. Yang diiringi dengan komen-komen tertawa. Adakalanya disertai cerita pe galaman membersamai orang-orang yang menangis itu. Yang nulis, perempuan Yang komen, perempuan Astaghfirullah ... Astaghfirullah ... Astaghfirullah ... Terbayang kah teman, jika saat seorang perempuan menangis terkait permasalahan rumahtangganya, itulah titik nadir dalam hidupnya? Tangisan yang ditahan selama bertahun-tahun atas nama kekuatan seorang ibu dan isteri. Atas nama keutuhan rumahtangga. Menjaga nama baik pasangan dan orangtua (plus mertua). Perempuan itu membiarkan dirinya, fisik dan psikis hancur. Hingga akhirnya, ibarat gadget, dayanya habis. Sayangnya, dia tak lagi punya charger, yaitu support system. Atau bahkan baterainya memang sudah lemah. Mentalnya sudah terluka dalam. Sudah bagus dia berani speak up. Kalau tidak sp

Bejana Cinta Kosong, Pemuda Jadi Brondong (Pesan Cinta Untuk Ibu dengan Anak Laki-laki)

Beberapa waktu lalu saya membaca berita tentang arisan brondong. Jangan minta saya menceritakan kisahnya di sini, sila browsing sendiri ya. Karena sungguh, ini di luar nalar. Kebablasan. Brondong. Tau maksudnya, kan? Tentu saja saya tidak sedang membahas nama kudapan, namun mengacu pada sebutan akan lelaki muda. Konotasinya kurang baik menurut saya, karena lebih sering dikaitkan dengan kisah cintanya bersama perempuan yang jauh lebih tua (Tante Giring, ya sebut saja begitu, karena saya sungguh tak sampai hati menuliskan yang asli), bukan tentang prestasi. Saya lebih terkejut lagi, pasca membaca kisah tentang arisan menjijikkan itu, terdapat beberapa tautan yang menginformasikan adanya komunitas-komunitas dan aplikasi seputar gi*olo dan kenc*n dengan tante giring ini. Ah serius lo, sampai ada komunitas dan aplikasi? Artinya perkara ini sudah marak. Naudzubillahimindzalik! Menatap anak sulung yang baru memasuki masa SMP, hati saya ketar-ketir. Memohon dalam sujud panjang, agar Al

Saat Anak Gadis Diam-diam Punya Pacar

Tempo hari ada seorang ibu yang japri bertanya, "Gimana cara ngelarang anak pacaran?" Saya mengendapkan pertanyaan itu sejenak. Alih-alih langsung menjawab, saya tanyakan, anaknya usia berapa? Perempuan atau laki-laki? Saat ini sedang tahap 'kayanya punya pacar' atau sudah 'terindikasi punya pacar' Lalu mengalirlah jawaban berikut, "Anak saya perempuan kelas delapan, namanya sebut aja Laura (bukan nama sebenarnya tentu saja). Belum lama saya dipanggil oleh guru BK karena anak saya ketauan dekat sama cowok di lingkungan sekolah. Karena sekolah Islam, yang ketauan punya pacar, akan kena sanksi. Usut punya usut ternyata bukan dia yang dekat, tapi sahabatnya janjian sama cowok dan dia nganter. Saya baru agak lega, ketika di rumah ternyata anak saya mengaku bahwa dia pun punya pacar. Hati saya hancur, kenapa sampai saya nggak tau? Saya tanya dia, kenapa nggak pernah cerita sama Mama kalau ada yang deketin kamu? Padahal selama ini saya sudah menjadi 

Karena #Lansia Ingin Dimengerti

"Prith, gue mo konsul nih, tentang nyokap gue." Lewat jam 9 malam tadi, seorang sahabat menelepon. Sambil mengoleskan kayu putih ke badan anak-anak, saya menyimak kisahnya. "Beberapa hari lalu nyokap gue jatoh, kepalanya kejeduk lemari. Kalo liat tampilannya sih kayanya gak papa. Tapi kata bokap, sekarang nyokap suka pelupa. Tiba-tiba nanya, 'Kita di mana sih, Pah?' Atau 'Emang ini rumah kita?' Dan pertanyaan lain yang kurang lebih mengindikasikan dia nggak ingat punya rumah. Iya, seputeran rumah doang." "Tapi ingat sama suami?" "Inget, sama gue, adek, suami gue dan cucu-cucunya, dia inget. Sama tetangga sebelah juga dia Inget. Yang lupa itu cuma soal rumah. Ini rumah siapa? Kita di mana? Di atas ada apa? Padahal di lantai atas kan kamar adek gue. Secara psikologis, ada gak sih orang yang lupa cuma sama sebagian kecil hal dalem hidupnya?" Saya mikir sejenak, "Berapa umur nyokap lo?" "Enam puluh." "

Si Paling Menderita

Beberapa waktu lalu si sulung curhat tentang kelakuan ponselnya yang mulai aneh. "Suka buka aplikasi sendiri, Bun. Trus suka tiba-tiba wa call ke siapa gitu. Pernah ke temen Gaza, perempuan. Kan Gaza gak enak, dikira beneran nelponin dia." Wajar, HP android itu emang udah lama. Dulu punya saya, beli sekitar 5th yg lalu. Sejak SMP dan banyak pengumuman yang disampaikan via wa dan sesekali harus dibawa untuk keperluan belajar, maka HP itu saya hibahkan padanya. Dia sih gak masalah selama masih bisa berfungsi baik. Cuma sesekali ada cerita tentang HP apel kroak seri baru atau HP lipat milik teman-temannya. Kode, dia pengen. Tapi nggak berani minta, hehe! "Mungkin karena udah jadul. Ada nggak HP baru yang murah aja?" "Jangan dulu HP lah, Bang. Kan mau ganti laptop yang lebih ringan, biar tasnya nggak terlalu berat. Satu-satu." Saya bilang gitu ke dia. "Lagian belum jadul amat itu mah," timpal ayahnya. "Belum jadul gimana, Gaza doang yang

Yakin Aja sama Allah

Dua hari lalu, mulai senin malam anak ini batuk. Paniklah dia. Bukan karena sakitnya, tapi lebih ke kemungkinan nggak bisa ikut camping. Padahal camping ini sudah dinanti sejak lama. Maklum tahun lalu saat angka Covid masih tinggi, dia nggak saya izinkan ikut. "Gimana caranya biar bisa sembuh dengan cepat, Bun?" "Makan jangan sisa, gak usah pilih-pilih, istirahat cukup, minum obat, banyak doa minta sama Allah supaya sehat dan bisa ikut camping." "Kalau Bilal nurut, Rabu sembuh?" "Ya mudah-mudahan Allah ridha trus kabulkan. Kuncinya, yakin aja!" Masya Allah saking pengennya ikut camping, anak ini bener-bener khusyu doanya. Kemarin dia minta izin untuk nggak sekolah. "Tolong bilang Ustadz kalau Bilal sakit, Bun. Bilal mau istirahat biar besok bisa camping." Dan saya dengan jujur menyampaikan pada wali kelasnya demikian. Dia mau istirahat dulu agar fit di hari camping. Soalnya kegiatan ini sudah ditunggu sejak lama. Walasnya alhamdulillah

Reward

Pekan lalu si nomor dua nangis minta gak mau sekolah karena ada ujian lisan dan dia belum hafal ayat-ayatnya. Saya memotivasinya panjang lebar, supaya dia tetap masuk. Contohlah Bilal bin Rabah, tetap tenang dengan kekuatan Tauhidnya, meski kezhaliman terus berlangsung atas dirinya. Karena dia yakin, Allah tak kan meninggalkannya. Kalaupun harus wafat, surga menanti. Masa kalah cuma karena takut ujian lisan? Hingga akhirnya dia semangat sambil menyelipkan doa "Semoga kebagian nomor urut belakangan, jadi bisa belajar dulu." "Hebat! Kalau nilainya bagus, Bunda belikan lanjutan buku Shalahudin Al Ayubi, ya." "Bagus itu berapa?" "Di atas 80." "Kalau dapat 100, boleh beli sampai jilid ke-6 nya?" "Boleh insya Allah." Siang harinya ia pulang dengan wajah cerah. "Bisa?" "Kebagian no urut belakangan, ujian lisannya nanti senin sama beberapa orang temen yang juga belum, keburu abis waktunya." "Wah pa

Etika Meminta Maaf (Saat Bersalah atau Tidak)

Setiap dari kita pasti pernah melakukan kesalahan. Wajar adanya, namanya manusia kan memang gudangnya salah. Yang terpenting adalah, bagaimana kita bisa meminta maaf atas kesalahan yang telah diperbuat, ya nggak? Sayangnya masih ada orang yang belum bisa meminta maaf dengan baik. Siang ini si sulung ditegur oleh ayahnya atas satu kesalahan. Dia minta maaf, tapi pakai 'tapi'. Yang tentu saja memantik 'ceramah' yang lebih panjang dari ayahnya. Lalu dia curhat, "Apa salah Gaza, sih? Kan Gaza udah minta maaf." Saya mengapresiasi sikap gentle-nya meminta maaf. Namun saya sampaikan juga bahwa caranya meminta maaf itu keliru. 💮 Etika terbaik meminta maaf adalah katakan maaf sambil menyebut kesalahan yang telah diperbuat, lalu selesai sampai di situ. "Maaf, aku udah merusak mainan kamu." "Maaf, aku belum bisa bayar utang tepat waktu." "Maaf, aku mencintai isterimu." Eh, maaf ... yang terakhir ngaco. Don't ever try this. Perca

Untukmu Para Ibu Terbaik

Bu ... Adakalanya lelah menghampiri Setelah berjuang sepanjang hari Menyiapkan asupan penuh gizi Dan pakaian yang rapi dan wangi Setelah semua kenyang dan rapi di penghujung hari, tiba masanya ... Satu anak belajar matematika Lainnya mengulang hafalan ayat yang berbeda Eh masih pula ada pe er yang tersisa Dan peralatan prakarya yang nyaris terlupa Tak hanya perkara pe er dan tugas, Adakalanya anak berkisah ... Bu, pensilku diambil teman tak dikembalikan Bu, aku dikatain gendut dan jelek Bu, kotak makanku tadi tumpah Bu, aku tak boleh ikut klub olahraga karena kurang tinggi Atau bertanya hal yang agak rumit ... Kenapa kita harus baik, sementara banyak orang yang gak baik bisa kaya raya? Kenapa harus menutup aurat, sementara banyak yang tak lakukan tapi dipuja-puji? Kenapa harus mandi sehari 2x, padahal demi bumi air katanya harus dihemat? Sementara di otakmu, Bu ... Ada sejumlah uang yang harus diatur agar cukup untuk segalanya, hingga rezeki selanjutnya tiba Ada daftar kegi

Terkait Pemberian Sanksi, Guru Anakku Tak Adil?

Kemarin saya share tulisan Ustadz Zamzam mengenai #Sanksi ⬇️⬇️ "Rumah dan Sekolah (termasuk pesantren) adalah tempat anak 'buang kotoran'." Ucapan Ustadz Aad ini terus terngiang. Maksudnya rumah dan Sekolah adalah tempat anak-anak membuang sifat, sikap dan perilaku buruk mereka. "Maka jangan jadikan rumah atau sekolah sebagai etalase-etalase kebaikan," lanjut Ustadz Aad. Maknanya, jangan kondisikan anak-anak tunduk patuh sempurna di hadapan para orangtua dan guru, seolah-olah mereka sudah menjadi orang-orang sholeh. Padahal kita tidak tahu aslinya. Kita tidak tahu isi hati dan kepala mereka. Kita tidak peduli hasrat dan kepedulian mereka. Yang kita mau mereka harus tampil soleh sempurna di hadapan kita. Sekali melanggar, kita coreng wajah mereka, dua kali melanggar surat peringatan plus sanksi-sanksi yang sudah disiapkan. Selengkapnya baca di sini https://bit.ly/3ajiVUb 💮💮💮 Berdasarkan tulisan itu, ada beberapa japri ke saya bertanya atau curh

Perempuan Itu Lemah (Katanya)

Dua hari kemarin, saya ikut pelatihan Property Syariah di kawasan Cifor-Bogor, dari jam 9 pagi sampai jam 4 sore. Demi apa? Otak yang tetap On menjalankan #KhadeejaProperty tentunya. Perjalanan cukup panjang dari daerah Cibinong. Ada kali 45 menit pakai motor. Belum buka-tutup karena perbaikan jalan di daerah Atang Sandjaja yang lumayan makan waktu extra, bikin kaki berasa pegel banget. Pas lagi dengerin materi sambil ngopi, tiba-tiba pintu diketuk. Masuklah seorang ibu dengan balita dalam gendongannya plus ransel laptop yang cukup besar digemblok di punggung. Jujur, saya takjub. Badannya lebih mungil dari saya, tapi bebannya saya yakin lebih berat. Luar biasa masya Allah. Kami sempat ngobrol sebentar karena sama-sama menempati tempat duduk paling belakang akibat datang telat. Sebelum akhirnya ia memilih turun lesehan karena harus mengASIhi bayinya. Sesekali saya nengok ke belakang. Ia tampak tenang menyimak training sambil mengoperasikan laptopnya. Anaknya anteng main send