Skip to main content

Karena #Lansia Ingin Dimengerti


"Prith, gue mo konsul nih, tentang nyokap gue." Lewat jam 9 malam tadi, seorang sahabat menelepon.

Sambil mengoleskan kayu putih ke badan anak-anak, saya menyimak kisahnya.

"Beberapa hari lalu nyokap gue jatoh, kepalanya kejeduk lemari. Kalo liat tampilannya sih kayanya gak papa. Tapi kata bokap, sekarang nyokap suka pelupa. Tiba-tiba nanya, 'Kita di mana sih, Pah?' Atau 'Emang ini rumah kita?' Dan pertanyaan lain yang kurang lebih mengindikasikan dia nggak ingat punya rumah. Iya, seputeran rumah doang."

"Tapi ingat sama suami?"

"Inget, sama gue, adek, suami gue dan cucu-cucunya, dia inget. Sama tetangga sebelah juga dia Inget. Yang lupa itu cuma soal rumah. Ini rumah siapa? Kita di mana? Di atas ada apa? Padahal di lantai atas kan kamar adek gue. Secara psikologis, ada gak sih orang yang lupa cuma sama sebagian kecil hal dalem hidupnya?"

Saya mikir sejenak, "Berapa umur nyokap lo?"

"Enam puluh."

"Ada komorbid enggak?"

"Setau gue sih, pengapuran. Karena udah mulai susah jalan. Suka nyeri di kakinya. Ada gula juga kalo gak salah."

"Apa aja kegiatannya sekarang?"

"Diem aja di rumah, ngurus cucu, anaknya adik gue. Kan isterinya adik gue udah meninggal tuh. Anaknya diurus nyokap. Ya beberapa hari sekali gue kesana sih, bantuin. Bantuin ngurusin keponakan, bantuin masak atau beliin makanan, beberes. Macem-macem lah. Masih satu kota juga, gak sampai sejam waktu tempuhnya."

"Sebelom sakit gini, nyokap kerja? Eh kalo gak salah, catering kan ya?"

"Iya, gak cuma catering pesenan kalo ada acara, nyokap gue pegang kantin di satu instansi pemerintah. Ngerjainnya dibantuin bokap gue. Bokap gue kan pegawai. Suka bawain masakan nyokap ke kantor, pesanan temen-temennya. Selain dibantu bokap, punya pegawai buat ngelayanin, ngitung-ngitung, ngangkut-ngangkut. Jadi nyokap gue bagian masak. Berenti itu sejak nyokap mulai sakit-sakitan, terutama pengapuran di kaki, sekitar dua apa tiga tahun belakangan."

"Sejak pengapuran itu, masih suka bepergian?"

"Udah jarang, apalagi covid kan, meminimalisir pergi-pergi lah. Paling ke rumah gue."

"Sejak kejeduk dan lupa rumahnya, udah pernah ke rumah lo?"

"Belom. Udah sih gue ajak. Tapi banyak bener pertimbangannya. Giliran mau, gue yang gak memungkinkan karena pas anak mesti kontrol, abis sakit waktu itu kan."

"Tapi dia ingat rumah lo di mana?"

"Ingat! Jadi menurut lo, dia amnesia gak sih?"

"Enggak tau, harus ada paling gak CT scan untuk memastikan itu."

"Masalahnya dia nggak mau diajak ke dokter. Gue sama adek sempet mikir, jangan-jangan lupanya tuh boongan, makanya gak mau ke dokter. Takut ketauan, kali?"

"Buat apa dia pura-pura lupa menurut lo?"

"Ya nggak tau. Tapi gini, dari gue kecil, menurut gue, nyokap tuh suka lebay. Peristiwa kecil aja suka digede-gedein. Kalo gak suka sama orang, suka overthinking. Ya semacam gitu lah."
❤️
Saya lalu membicarakan tentang Post Power Syndrome dengannya. Mengenai para lansia yang nggak siap dengan kehilangan pekerjaan, kekuasaan dan atau penghasilannya. Ini biasa dialami oleh mereka yang di masa mudanya memiliki karir atau bisnis yang bagus dan bisa memenuhi kebutuhan hidupnya lebih dari cukup.

Lantas sahabat saya berpikir, ya boleh jadi mamanya sedang berada di fase itu. Karena beberapa kali, dia sebagai anak sulung, sempat ditawari untuk melanjutkan usahanya. Tapi baik dia maupun adiknya tak ada yang bersedia. Sahabat saya lebih memilih jadi ibu rumahtangga. Boleh lah sesekali menerima pesanan kue. Sementara adiknya yang karyawan, punya karir yang lumayan.
❤️

Tiba-tiba, "Apa karena nyokap gue sekarang gak pegang uang sebanyak sebelumya ya? Ada sih uang pensiun bokap, tapi ya pastinya gak sebanyak waktu bokap kerja dan nyokap punya usaha kantin. Dan, ya gue juga gak bisa ngasih banyak kaya waktu ngantor dulu, karena penghasilan sekarang cuma dari suami."

"Bisa jadi, tapi belum tentu juga."

"Jadi apa, dong?"

Saya menjeda sejenak, lalu membicarakan tentang Love Language padanya. Diterjemahkan sebagai Bahasa Cinta, yaitu bentuk cinta atau sayang yang diharapkan oleh seseorang diterima dari orang lain, terutama orang terdekat (suami, isteri, anak, orangtua, kerabat, sahabat)

Ada setidaknya 5 #LoveLanguage atau #BahasaCinta yaitu :
1. Word of affirmation
Pujian atau apresiasi, misalnya "Kamu cantik banget pakai scarf biru." Atau, "Opor ayam hari ini kayanya spesial banget ya, enaknya lebih dari biasa."

2. Acts of service
Gak cukup cuma omongan, di sini orang butuh action. Beliin makanan saat lagi sibuk banget, bayarin tagihan listrik kalau kita tau dia lagi bokek, anterin ke dokter buat yang gak punya kendaraan, temenin ke mall dan semacamnya.

3. Receiving gifts
Kasih hadiah di momen spesial. Gak perlu mahal, tapi istimewa sesuai dengan apa yang disukai. Misalnya suka warna biru, tas tangan berwarna demikian sebagai oleh-oleh dari luar kota, akan sangat bermakna. Membuat dia merasa istimewa karena diingat.

4. Quality time
Yang begini butuh kebersamaan, didengar, diperhatikan dan dimengerti oleh orang terdekatnya tanpa distraksi dari gadget, TV, majalah dan semacamnya.

5. Physical touch
Mulai dari genggam erat tangan, pelukan hangat dan membiarkannya bersandar di bahu kita, adalah cara terbaik yang bisa diberikan pada orang dg love language ini. Intinya sentuhan hangat penuh cinta.
❤️❤️

Sahabat saya perlahan mulai memahami. Menurut dia, ibunya itu suka kalau dibelikan sesuatu. Kecuali makanan, karena basic-nya pinter masak, dibawain makanan apalagi kalau dia bisa masak itu, malah bikin sang ibu sibuk berhitung.

"Mahal, kalau Mama yang masak bisa dapat dua atau tiga porsi."

Dalam hati, ini persis ibu saya. Kalau anak atau cucunya pakai baju baru, suka ditanya harganya. Lalu beliau yang pintar menjahit akan komen, "Bahan gini mah paling semeternya sekian. Kalau mamam yang bikin, bisa dapet dua atau tiga."

Kami anak-anaknya udah biasa, jadi ya terima aja digituin juga. Gak jadi baper, udah maklum.

"Oya Prith, kemarin itu sempat bokap gue bilang, nyokap histeris karena menurut dia, di tangga ada genderuo. Padahal gak ada apa-apa. Mungkin nggak sih, nyokap gue doang yang liat?"

"Ya mungkin aja. Tapi itu kan jin, ya. Mereka itu ada di frekuensi yang beda dengan manusia. Mata normal manusia gak bisa liat mereka. Konon yang bisa liat, cuma orang yang di dalam tubuhnya ada jinnya juga. Jadi semacam melihat pada yang sefrekuensi, gitu."

"Brati, ada kemungkinan di badan nyokap ada jinnya?"

"Ya kalau emang beneran bisa 'liat', kemungkinannya gitu."

"Jadi, ada kemungkinan nyokap gue ngada-ngada?"

"Again, buat apa nyokap lo ngada-ngada?"

"Kan udah gue bilang, nyokap itu dari dulu suka overthinking, agak leb ..."

"Stop, mulai ubah persepsi lo. Bukan lebay, tapi memang Mama lo butuh diperhatikan, butuh pengakuan, butuh disayang. Dan itu wajar utk orang yang memasuki usia lansia. Apalagi nyokap lo yang tadinya pekerja keras, punya uang sendiri, lah sekarang harus ngurus cucunya sendirian pula. Merawat dan memperhatikan orang lain tanpa dirinya sendiri dirawat dan diperhatikan dalam porsi cukup, itu gak mudah. Apalagi ini gak dapet penghasilan, sebagaimana waktu mengelola kantin."

Saya kembali menjeda sambil minum teh anget yang nyaris dingin, "Sorry to say, tapi boleh jadi Mama lo merasa apa yang dia kerjakan sia-sia. Udahlah capek, gak ada penghasilan pula. Dan tega nggak sih, kalau dia butuh perhatian lebih karena itu, lalu anaknya malah nganggap lebay?"

"Iya bener kata lo, Prith. Jadi gue sekarang harus gimana?"

"Cari pengasuh anak buat keponakan lo. Bebaskan nyokap dari tugas ngurus anak."

"Tapi nyokap gue seneng. Lagian nggak gampang cari baby sitter yang mau ngasuh ABK."

"Yakin beneran seneng? Bukan cuma kasian? Lagian Beb, mengasuh ABK itu menguras tenaga. Jangankan buat lansia, buibu muda dengan energi besar umur 20-30 an aja, banyak yang kelelahan fisik maupun mental."

"Ok Prith, jadi menurut lo, mana yang lebih memungkinkan, nyokap gue beneran kehilangan sebagian ingatannya atau lagi butuh perhatian lebih?"

"Enggak tau, coba cek lab dulu. Demensia, parkinson adalah dua penyakit yang paling banyak menghampiri usia lansia. Kalau nggak ada indikasi ke keduanya, maka ada kemungkinan psikis, salah satunya butuh perhatian lebih."

"Perkara liat genderuo?"

"Rukyah. Sering-sering ajak ngaji. Kalau nggak mau, lo ngaji di ruangan yang sama dengan nyokap. Sholat di kamarnya."

"Nah perkara sholat, kan nyokap udah sering sholat duduk nih kalau kakinya nyeri banget. Itu kakinya suka keliatan. Gue kasih tau untuk pakai sarung atau kaos kaki, karena aurat. Bukannya nurut, malah sekarang kalau sholat dan gue di rumahnya, pintu kamarnya ditutup."

"Cara lo ngasih tau gak bikin dia berkenan, Beb. Coba lo bawain beberapa kaos kaki baru. Bilang bahwa temen lo jualan, bagus-bagus. Mama mau yang mana? Mayan buat ke pengajian, atau buat tidur biar kakinya anget. Buat sholat juga bisa, biar auratnya ketutup sempurna."

"Ooh, iya juga ya. Cara gue tuh kaya nasehatin kali ya?"

"Iyap."

"Ok lah Prith, gue akan coba saran-saran lo. Ntar gue juga bakal ngobrolin sama adek. Jadi untuk sementara gak perlu dibawa ke dokter dulu terkait pelupanya?"

"Nggak, tunggu senyamannya Mama aja. Kecuali kalau ada indikasi yg membahayakan. Misalnya karena pelupa, jadi mo minum cairan pel lantai. Itu selain dokter, juga usahakan ada pendamping.

"Oh nggak, jauh kalo itu."

"Sip alhamdulillah.

"Prith, satu lagi ... Kata temen gue, perilaku ibunya sebulan sebelum meninggal, persis kaya gini. Gue jadi takut. Lo percaya gak apa yang dia bilang?"

"Enggak. Maksudnya, mungkin pengalaman dia gitu, tapi kan nggak semua orang memiliki jalan menuju kematian yang sama. Lagipula, kalau gue prefer untuk mikir, bukan ditinggal lebih dulu, melainkan ninggalin lebih dulu. Karena persoalan itu lebih sulit. Udah cukup belum amal kita?"

Hening. Kami sama-sama merenung.

Telepon pun ditutup setelah hampir satu jam. Eh lebih deng kalau ditotal, soalnya putus-nyambung gara-gara sinyal.
❤️❤️❤️

Saya lantas berkaca, "Ish bisa aja lo Prith, nasehatin temen. Sama Mamam Papap, birrul walidain-nya sudah berjalan baik, belum?"
#Plaak

Di Jumat yang insya Allah penuh berkah ini, sampaikan cinta terbaik untuk orangtuanya ya, teman-teman. Jika sudah tiada, jangan lupa untuk mengirimkan doa terbaik. Datangi kerabat atau sahabat orangtua. Silaturahim pada mereka, insya Allah akan mendatangkan kebaikan untuk kita juga.

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?