Skip to main content

Posts

Showing posts from September, 2022

Sepotong Iman di Tengah Kecemasan

Pagi tadi (lagi-lagi) ada drama di rumah kami. Iya, keluarga ini memang sarat drama, tapi bagi saya ini menjadi sarana belajar setiap harinya. Dituliskan bukan untuk mengeluh, manatau bermanfaat. Anak kedua saya terdiam di kamarnya, bilang bahwa dia nggak mau sekolah. Feeling saya langsung on, oh dia cemas dengan ujian lisan hari ini. Tapi tetep saya tanya, buat memastikan. "Takut nanti disuruh bacain ayat. Bilal gak hafal. Cuma hafal surat apa, ayat berapa sama artinya paling. Ayatnya nggak, hiks ..." "Kenapa nggak hafal?" "Belum pernah dibaca." Ah ya saya paham, biasanya di kelas lalu, ayat diambil dari juz 30 yang sudah familiar di benaknya. Tapi kini materi bertambah. Tidak lagi dari juz terakhir. "Aa, tau nggak, kalau orang beriman itu seharusnya nggak takut terhadap apapun? "Jadi maksudnya Bilal gak beriman?" "Bunda gak bilang gitu. Tapi coba ingat Bilal bin Rabah, udah kaya gimana tau berat ujiannya, dia gak takut. Ka

Energi Tenang

Pagi ini ada drama yang cukup tragis di rumah. Si nomor dua menjerit histeris saat ayahnya membuka perban atas lukanya. "Maaf Bil, harusnya tadi pakai air dulu, Ayah lupa." Tapi permintaan maaf itu seolah tak berarti, mungkin karena perih lebih dahsyat rasanya. Lebih terasa berdenyut saat ia mandi dan terkena sabun. Jadilah tak bisa dihindari, anak itu menjerit sepanjang di kamar mandi. Sekeluarnya dari kamar mandi, Ayahnya menghampiri, "Maaf ya ... Yuk ayah pakein perban baru. Atau nggak pakai perban aja? Biar cepat kering lukanya. Masih diselimuti kesal, ia menghindari Ayahnya sambil terus menangis dan menjerit. Ayahnya terpancing emosi, "Terus Bilal maunya gimana?!" "Bundaaa!" Jeritnya makin menjadi. "Makan dulu." "Nanti pasangin perban." "Iya." "Yuk Bil, sama Ayah aja, Bunda lagi masak." "Gak mau! Mau sama Bunda aja!" Ia membalas judes. "Emang sama Bunda diperbanin gimana sih? Kan

Bersyukurlah Tanpa Perlu Pembanding

"Bunda, temen Gaza, anak kelas sebelah, ada yang kayaa banget. Tiap hari uangnya ratusan ribu di dompetnya. Dia juga punya ATM yang mesinnya ada di gerbang sekolah." "Wow masyaa Allah." "Tadinya Gaza iri." "Trus?" "Tapi pas dia cerita kalau dia broken home, Gaza jadi kasian." "Broken home, cerai?" "Iya, trus papa mamanya udah pada nikah lagi. Jadi kadang dia di papanya, kadang sama mamanya. Dia ma lakin papa kandungnya, mama tirinya, mama kandungnya, papa tirinya." "Ya bukan mal ak atuh, Bang. Kan memang kewajiban orangtua ngasih uang, apalagi kl anaknya blm baligh." "Dia kok yang bilang ma lak." "Oh ..." "Sedih ya, Bun?" "Dia sedih?" "Nggak tau, keliatannya sih enggak. Tapi kan nggak tau beneran enggak atau dia pura-pura. Tapi kalau Gaza kayanya sedih deh kalau Ayah di mana, Bunda di mana. Trus ada papa baru, mama baru. Makanya Gaza jadi mikir, gak p

Ibu yang Mengetuk Pagar di Pagi Hari

Matahari pagi ini bersinar cerah sekali. Cocok untuk mempersembahkan jemuran di bawahnya. Tapi di tengah hangatnya, seorang ibu yang sudah cukup sepuh mengetuk pagar rumah, mengucap salam. "Neng, boleh Ibu minta sedekah? Bakal beras hari ini." Mata saya membasah. Entah dia sungguh-sungguh, berbohong, kebiasaan atau alasan lainnya. Yang jelas, bagi saya pribadi, sanggup berdiri menundukkan kepala di depan rumah orang tak dikenal, meminta sekadar untuk makan, bukanlah hal yang mudah. Diam-diam di dalam hati, saya merasa ingin marah. Tapi nggak tau ke siapa. Saya hanya tau, bahwa Allah lah tempat terbaik untuk mengadu. Ibu, semoga kuat ... Hidup ini sungguh tak mudah. Tapi yakinlah ada Allah yang Maha kaya. Jikapun saya tak selalu bisa membantu, semoga banyak tangan lain yang bisa melakukannya. Salam hangat, Pritha Khalida 🌷 Sehari pasca kenaikan sesuatu, yang karenanya harus ada seseorang yang turun, agar tercipta keseimbangan