Skip to main content

Posts

Showing posts from May, 2023

Bangkit Bersama Septanti, Bermodal Tulisan di FB, Menginspirasi Sampai ke Metro TV

Diawali dari Konflik Rumahtangga Apa yang Anda bayangkan, jika seorang ibu dengan mengalami konflik dalam rumahtangganya, hingga berakibat ia harus berpisah sementara dengan suaminya? Sedih, perih, terluka dan bingung tentunya. Apalagi jika sang ibu tak memiliki pekerjaan dengan gaji tetap atau bisnis yang sustainable, sehingga minimal masih bisa menghidupi anak-anaknya di saat sulit. Sebagian besar ibu, saya pikir, akan mengeluarkan daya upaya terbaik yang dimiliki, demi keberlangsungan hidup diri dan anak-anaknya. Apa saja, asal mampu. Tak masalah berpeluh. Tak mengapa dipandang sebelah mata, yang penting halal, bukankah demikian fitrahnya? Begitu pula yang dilakukan oleh Septanti, perempuan yang kala itu berusia 31 tahun dengan 3 anak. Rumahtangganya sedang bermasalah. Sempat pulang kampung selama 5 hari ke rumah orangtuanya di Tasik, namun ia merasa tak baik terus bersembunyi dari masalah. Harus dihadapi dengan mandiri. Bukankah Allah tak kan memberi ujian melampaui kem

Lelaki yang Patah Hati? #FiksiMini

Anggara bukan laki-laki penikmat gosip artis. Apa lah, itu konsumsi kaum hawa, bukan? Demikianlah yang ada di benaknya selama bertahun-tahun. Sampai akhirnya sesuatu mengubah pemikirannya. Renjana yang dicintainya sejak masa sekolah, ternyata juga menarik perhatian seorang produser. Kabarnya, dari sekali pertemuan di sebuah pusat perbelanjaan, Jana ditawari peran di satu judul film layar lebar. Tak tanggung-tanggung, amanah yang diemban sebagai pemeran utama! Geram hati kecilnya, mudah sekali meminta seseorang lakukan sesuatu, jika pundi-pundinya tebal. Sementara ia, harus memaksa dirinya bekerja keras melintasi samudera, demi bisa mempersembahkan yang terbaik untuk sang bidadari. Sejak itulah Anggara sering melihat portal berita artis. Hanya memastikan, tak ada kabar buruk tentang perempuan yang diyakini merupakan penggenap takdirnya kelak. Seperti kali ini, saat pesawatnya baru saja mendarat di bandara tanah air, Anggara menyalakan ponsel. Maksud hati ingin mengabari ibun

Try to Fix You #FiksiMini

"Aku berhasil dapat tiket VIP, Fen! Fix ya kita nonton nanti!" Suara Bang Arie begitu bahagia di telepon kemarin. Di sekitarnya bising bunyi klakson. Entah, mungkin dia sengaja menghentikan mobilnya di jalan, demi ikut ticket war. Feni menghela napas. Hatinya dilanda dilema. Sejatinya suaminya orang baik, buktinya sepekan ia di rumah ibunya, sudah berkali-kali dirayu dengan bermacam hadiah, agar kembali ke rumah mereka. Bang Arie bahkan sudah minta maaf atas kalimat ibunya. Ia minta agar Feni melupakan hal itu. Tapi hey, sebegitu menyakitkannya, bagaimana bisa cepat lupa? Tiga belas tahun menikah tanpa kehadiran momongan, bukanlah hal yang mudah. Tidak bagi Feni, juga suaminya. Beragam terapi dan pengobatan sudah mereka tempuh, tapi apa daya kalau Allah belum berkehendak? Tak ada penyakit signifikan di tubuh Arie dan Feni. Dokter bilang, tinggal menunggu restu-Nya saja. Oh bukan cuma memeriksakan kesehatan, Feni dan Arie pun sudah pula datang ke ulama. Mereka meng

Assalamualaikum, Dek! #FiksiMini

Namanya Dahlia. Di usia jelang tiga puluh lima, ia menjabat sebagai Senior HRD di satu perusahaan perkapalan. Cantik, cerdas dan percaya diri. Nyaris semua orang yang pernah bertemu dengannya akan setuju bahwa dia adalah high quality person. Satu hal yang bikin orang-orang yang sudah lama mengenalnya heran, kenapa di usia matang ini dia masih single? Tentu saja orang-orang paham, bahwa jodoh di tangan Tuhan. Tapi keheranan pada seseorang yang tampilannya nyaris sempurna seperti gadis itu, tak bisa disalahkan juga kan? Nurul mengenal Dahlia sebagai salah seorang terpandai di almamaternya dulu. Setelah lulus S1 Psikologi, ia mengambil master di bidang Psikologi Industri dan Organisasi. Bakat leader-nya sudah tampak sejak ia masih kuliah, sebagai wakil ketua senat fakultas. Semakin terasah di kampus serta kala menjalani profesi sebagai HRD. Tegas namun ramah. Perpaduan yang cukup untuk membuat orang segan tapi tak benci. Hingga suatu hari, Dahlia membuat postingan yang mengeju

Membantu Orangtua, Kualitas Vs Kuantitas

Buibu, pernah nggak minta tolong anak, trus dijawabnya 'Nanti' atau 'Bentar' padahal anaknya nggak lagi ngerjain sesuatu yang urgent (sholat, ngerjain pe-er). Saya pernah. Kalau lagi nggak terlalu repot, ya B aja. Tapi kalau lagi repot, jengkel deh rasanya. Sampai tadi saat saya minta bantuan si sulung, dan kembali dia bilang "Iya bentar, mamenit yaa!" Dan lima menit kemudian, dia nggak nongol. Auto saya panggil lah anak itu. "Kenapa sih kalau Bunda minta tolong, harus ada ntar, nanti atau semacemnya? Emang kamu lagi ngapain? Menyelamatkan bumi?" "Enggak, tadi Gaza lagi nonton itu, tanggung dikit lagi." "Bisa kan di-pause, trus lanjut lagi nanti?" "Ya bisa, cuma ..." "Cuma kamu sudah dikendalikan sama tontonan, dijadiin ba bu sama dia. Jadi manut aja sampe selesai. Sementara sama Bunda, gak patuh." "Patuh lho, Bun. Meskipun gak langsung, nanti kalo dikerjain langsung banyak sekalian ini itu, le

Internet Cepat Penunjang Aktivitas Digital Emak Zaman Now

  Dunia Digital Tak Humanis? Beberapa waktu lalu saya membaca sebuah kisah, tentang seorang anak yang menemani ayahnya mengantri selama satu jam di bank untuk suatu urusan teknis. Urusan yang dalam benak sang anak, sebetulnya bisa banget diselesaikan dengan satu dua klik, andai ayahnya mau bikin m-banking. Namun sang Ayah yang sudah lanjut usia itu, selalu menolak. Alasannya kurang lebih menggambarkan bahwa dalam satu jam di luar rumah, ia bisa bertemu dengan orang-orang yang tak terduga. Di bank itu saja ia sudah bertemu dengan empat orang teman lamanya, tanpa janjian. Lebih dari itu, ia juga kini mengenal security dan teller bank tersebut. Mereka juga jadi mengenalnya. Menurut sang ayah, orang-orang seperti ibu biasanya akan sangat peduli padanya. Buktinya, saat beberapa waktu yang lalu isterinya sakit, seorang penjual sayur langganan isterinya datang menengok. Lain waktu ia yang sakit, pemilik salah satu toko yang sering ia datangi, berkunjung menghiburnya. "Apa yang kudapat ji

Saat Mendengar Kisruh Rumahtangga Orang Lain, Kita Ngapain?

Sepekan ini sungguh hectic jagat FB dengan berita tentang seorang perempuan yang menuliskan keburukan perempuan lain, yang merupakan kakak madunya. Sungguh, tadinya saya nggak pengen ikutan. Apaan sih, urusan rumahtangga orang lain, yakan? Kita nggak tau apa yang sesungguhnya terjadi di dalam sana. Pasti masalahnya bukan cuma yang tampak di luar, apalagi yang tertulis. Karena boleh jadi itu sangat subjektif. Tapi masalah ini ternyata melebar, memanjang. Dalam matematika, panjang kali lebar itu apa? Bener, luas! Masalahnya jadi meluas (mungkin) karena subjeknya terkenal. Sampai belakangan sudah akan diproses masuk ranah hukum. Saya nggak akan berpanjang lebar di kasusnya. Bismillah mendoakan saja. Semoga yang benar, Allah menangkan, sehatkan, kuatkan. Yang salah, Allah sadarkan. Hanya ada obrolan dengan seorang sahabat, saat saya tanya, "Dosa nggak sih kita bahas orang yang buka aib orang lain dan justru malah kaya buka aib sendiri?" Dia bilang, entahlah perihal do

Bolehkah Seorang Ibu Sakit?

Seorang Ibu, wajar banget kok kalau sakit. Mereka umumnya nggak minta dimanja atau segera dibawa ke IGD lalu dipesankan kamar VIP di RS. Jika itu karena kelelahan, ia hanya butuh istirahat dan minum vitamin extra. Untuk sebagian Ibu, kerokan mungkin akan sangat membantu. Indonesia banget, yakan? Jangan langsung dibisikin, "Cepet sembuh, kerjaan menanti, Ibu gak boleh sakit lama-lama" Seorang ibu, gak papa kok untuk sesekali bilang capek. Wajar, apalagi kalau pekerjaannya memang berat. Nggak mudah untuk membagi pikiran dan mengalokasikan energi untuk beragam pekerjaan berbeda (mendidik dan mengasuh anak, mengerjakan beragam pekerjaan domestik, berbisnis/bekerja di kantor, menuntut ilmu baik kuliah atau kajian), meski perempuan pada umumnya memiliki kemampuan multitasking. Jangan segera men-judge, Malas! Ibu juga manusia. Jangan karena ia punya 'superpower' untuk hamil, melahirkan dan menyusui, lantas dianggap pasti kuat untuk 'sekadar' jadi guru les

Me Time Saya? Belajar

Kaya yang lebay ya, di mana sebagian orang mungkin me time nya itu shopping, ngafe atau travelling. Sebenernya gak gitu, sih. Saya pada dasarnya suka nulis dan untuk itu pastinya butuh ilmu yang banyak. Biar tulisannya berisi, gak sekadar buat haha-hihi. Jangan juga bayangkan kalo belajar itu serius, ngadep buku dan guru dalam suasana formal. No! Kemarin saya belajar materi kepenulisan di Cafe Sastra Balai Pustaka, Jaktim. Bareng Mami @deka66 yang udah puluhan tahun malang-melintang di dunia kepenulisan. Kok sering saya posting? Memang mentor ini yang terbanyak saya serap ilmunya melalui beberapa kelasnya (saya ikut beberapa kelas antologi dan private). Iya, sesuka itu! Soalnya beliau gak pernah bikin down mentee-nya meski dengan alasan menggembleng sekalipun. Kalo kita salah, paling bilangnya, "Gak papa, pelan-pelan aja. Setiap orang punya waktunya sendiri-sendiri. Yang penting jangan berhenti berlatih." Gak yang, "Tulisan apa ini? Sampah!" Weew, bikin

Kenapa Pedagang Sebaiknya Gak Dikasih Sedekah?

Pagi tadi si nomor dua ikut saya jogging. Bukan ikut sih, tepatnya saya suruh ikut karena isengnya lagi kumat. Adiknya dibikin nangis. Dan begitulah anak-anak, eh anak saya tepatnya. Emaknya olahraga, dia ayunan di pinggir lapangan. Kadang jongkok liatin apa tau di rumput. Pas selesai, "Jajan ya?" "Tadi akadnya cuma beli penggaris, lho." "Ya kan gak papa, bonus. Ke Indomacet ya?" "Gak bawa kantong." "Bilal pegang pake tangan." "Janjian dulu mo beli apa?" "Nanti dikasih tau." "Satu macem?" "Oke!" Di perjalanan menuju minimarket, kami ketemu pemulung kakek tua. Saya menghampiri sebentar, memberi sedikit uang. Kakek itu tampak senang, berterimakasih dengan sungguh-sungguh. "Kasian ya, Bun. Udah tua masih mulung. Kok anaknya gak ngurusin dia?" "Eh jangan gitu, mungkin gak punya anak. Atau ada tapi jauuuh." "Atau emang dia aja pengen mulung." "Nah, mungkin

Clown in a Palace

Nemu quote menarik di IG "When a Clown moves into a palace, he doesn't become #King. The palace becomes a #Circus." Sebagai ibu, ini menginspirasi untuk gimana caranya kita mendidik dan mengasuh anak agar tidak jadi #Clown not only literally 🤡 but also people with clown's character. Kaya gimana sih karakter badut? Pakai kostum warna-warni, didandanin macam-macam, beratraksi segala rupa mulai dari memutar bola, bersepeda roda satu, pantomim sampai jumpalitan. Apapun itu, tujuannya untuk menyenangkan orang dan mendapatkan bayaran atas hal tersebut. Dosa? Entahlah, yang jelas dalam Islam, sejauh yang saya ingat dan pahami, Allah menciptakan manusia fitrahnya untuk beribadah, jangan kebanyakan main. Kelak akhirat menunggu, bekal yang dibutuhkan adalah amal shalih, bukan permainan. Jadi raihlah kesenangan dan kebahagiaan hakiki, yang source-nya itu bukan permainan, bukan hal yang banyak membuat kita tertawa. Melainkan sesuatu yang membuat kita lebih banyak mer