Skip to main content

Bolehkah Seorang Ibu Sakit?



Seorang Ibu, wajar banget kok kalau sakit. Mereka umumnya nggak minta dimanja atau segera dibawa ke IGD lalu dipesankan kamar VIP di RS.

Jika itu karena kelelahan, ia hanya butuh istirahat dan minum vitamin extra. Untuk sebagian Ibu, kerokan mungkin akan sangat membantu. Indonesia banget, yakan?

Jangan langsung dibisikin, "Cepet sembuh, kerjaan menanti, Ibu gak boleh sakit lama-lama"

Seorang ibu, gak papa kok untuk sesekali bilang capek. Wajar, apalagi kalau pekerjaannya memang berat.

Nggak mudah untuk membagi pikiran dan mengalokasikan energi untuk beragam pekerjaan berbeda (mendidik dan mengasuh anak, mengerjakan beragam pekerjaan domestik, berbisnis/bekerja di kantor, menuntut ilmu baik kuliah atau kajian), meski perempuan pada umumnya memiliki kemampuan multitasking.

Jangan segera men-judge, Malas!

Ibu juga manusia. Jangan karena ia punya 'superpower' untuk hamil, melahirkan dan menyusui, lantas dianggap pasti kuat untuk 'sekadar' jadi guru les anak, sopir pribadi, asisten rumah tangga, koki dll.

Atau sekalinya mengeluh, auto dikasih nasehat Rasulullah pada puterinya saat ia kelelahan menggiling gandum dan meminta agar Rasulullah mintakan pada suaminya seorang pelayan.

"Wahai Fatimah, tiada keringat istri ketika menggiling tepung untuk suaminya kecuali Allah menjadikan jarak baginya dan neraka sejauh tujuh khanadiq. Wahai Fatimah, tiada istri ketika me makaikan minyak rambut pada kepala anaknya, menyisir, dan mencuci pakaiannya kecuali Allah mencatatkan baginya senilai pahala orang yang memberi makan seribu orang lapar dan ditambah dengan pahalanya orang yang memberi pakaian pada seribu orang tela njang."

Nasehat itu bagus, no debat. Dari Rasulullah kok, siapa kita yang mau membantah?

Tapi kita kan bukan Rasulullah yang peranannya untuk umat tak terbayangkan sibuknya. Jadi alangkah bijaknya jika ini disampaikan nanti saja, saat sang Ibu yang sakit/lelah, sudah mulai recovery. Insya Allah akan lebih merasuk ke jiwa ketimbang jika disampaikan di awal.

Seorang ibu, bagaimanapun, mencintai anak dan suaminya melebihi apapun. Bahkan melebihi dirinya sendiri.

Perhatikan, tak jarang bukan kita mendengar kisah Ibu yang didiagnosa mengidap penyakit berat, lalu dokternya bertanya, "Bu, ini kayanya udah lama sejak gejala awal. Emangnya Ibu nggak merasa sakit?" Lalu pasien menggeleng.

Bukan, bukan karena sungguh-sungguh nggak sakit. Tapi mereka mampu menahan rasa sakit agar bisa membaktikan diri untuk keluarga. Nyeri pinggang dikit, gak papa. Pusing sumeng dikit, biarin. Nyeri pegal linu, ntar juga sembuh. Paling stok tola* angi*, freshcar* sama koyo diperbanyak. Bukan demikian?

"Tapi isteri saya ngeluh sakit atau capeknya sering, gimana nih?"

Andai ada suami yang nanya gitu, sini saya kasih tau. Bawa berobat. Jika memang sakit, ya obati sampai tuntas. Jika tidak, ada bagian jiwanya yang nyeri. Beri perhatian dan kasih sayang. Dengarkan isi hatinya, validasi perasaannya. Katakan terimakasih atas semua kerja kerasnya, doakan surga untuknya.

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?