Skip to main content

Me Time Saya? Belajar




Kaya yang lebay ya, di mana sebagian orang mungkin me time nya itu shopping, ngafe atau travelling.

Sebenernya gak gitu, sih. Saya pada dasarnya suka nulis dan untuk itu pastinya butuh ilmu yang banyak. Biar tulisannya berisi, gak sekadar buat haha-hihi. Jangan juga bayangkan kalo belajar itu serius, ngadep buku dan guru dalam suasana formal. No!

Kemarin saya belajar materi kepenulisan di Cafe Sastra Balai Pustaka, Jaktim. Bareng Mami @deka66 yang udah puluhan tahun malang-melintang di dunia kepenulisan.

Kok sering saya posting? Memang mentor ini yang terbanyak saya serap ilmunya melalui beberapa kelasnya (saya ikut beberapa kelas antologi dan private).

Iya, sesuka itu! Soalnya beliau gak pernah bikin down mentee-nya meski dengan alasan menggembleng sekalipun. Kalo kita salah, paling bilangnya, "Gak papa, pelan-pelan aja. Setiap orang punya waktunya sendiri-sendiri. Yang penting jangan berhenti berlatih."

Gak yang, "Tulisan apa ini? Sampah!"
Weew, bikin darah tinggi.

Eh tapi kalau kalian suka sama yg gitu, ya gapapa juga sih. Selera kan beda ya?

Mami, gitu saya manggilnya, selalu punya cara manis dalam mengkritisi karya muridnya. Dah kaya ke anak sendiri.

Jadilah perjalanan panjang Cibinong-Matraman kemarin terasa menyenangkan, meski sempat bingung muter-muter di Stasiun Manggarai. Yah maklum deh, buibu yang biasa kemana-mana diantar suami, tinggal duduk manis (trus tidur) eh nyampe, kemarin harus berjuang naik kereta sendiri. Dan ya, itu kali pertama saya ke Stasiun Manggarai sendirian. Seluas itu, sekian lantai, banyak tulisan petunjuk yang malah bikin pusing.

Tapi sungguh, saya sangat menikmati perjalanan kalau moda transportasinya nyaman. Meski gak kebagian kursi di kereta, saya seneng pas ngeliat orang-orang sekarang inisiatif tinggi begitu ada orang hamil, lansia, difabel dan ibu dg anak naik. Auto berdiri nawarin kursi, aww sweet!

Dapat ilmu, pengalaman manis bertualang dan pertemanan yang hangat dalam perjalanan sehari. Dan itu semua tanpa dirempongin anak-anak, masya Allah... Salim deh sama pak suami 😘

Btw, makin banyak belajar, makin ngerasa kalo diri ini gak ada apa-apanya. Duh!

Ohya, gosah liat slide terakhir ya! Orang-orang pas lagi cakep diajak selfie, lah saya malah kebeneran lagi ngemil.



Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru