Skip to main content

Try to Fix You #FiksiMini




"Aku berhasil dapat tiket VIP, Fen! Fix ya kita nonton nanti!" Suara Bang Arie begitu bahagia di telepon kemarin. Di sekitarnya bising bunyi klakson. Entah, mungkin dia sengaja menghentikan mobilnya di jalan, demi ikut ticket war.

Feni menghela napas. Hatinya dilanda dilema. Sejatinya suaminya orang baik, buktinya sepekan ia di rumah ibunya, sudah berkali-kali dirayu dengan bermacam hadiah, agar kembali ke rumah mereka.

Bang Arie bahkan sudah minta maaf atas kalimat ibunya. Ia minta agar Feni melupakan hal itu. Tapi hey, sebegitu menyakitkannya, bagaimana bisa cepat lupa?

Tiga belas tahun menikah tanpa kehadiran momongan, bukanlah hal yang mudah. Tidak bagi Feni, juga suaminya. Beragam terapi dan pengobatan sudah mereka tempuh, tapi apa daya kalau Allah belum berkehendak? Tak ada penyakit signifikan di tubuh Arie dan Feni. Dokter bilang, tinggal menunggu restu-Nya saja.

Oh bukan cuma memeriksakan kesehatan, Feni dan Arie pun sudah pula datang ke ulama. Mereka mengingatkan untuk mengecek kehalalan rezeki dari hulu ke hilir. Paham, Feni dan Arie pun melakukannya, hanya mengizinkan penghasilan halal masuk ke dalam tubuh mereka. Segala riba, sekuat mungkin diupayakan untuk dihindari.

Ya benar, tinggal menunggu restu-Nya.

Sayangnya Mami, orangtua Bang Arie nggak setuju dengan itu. Seorang perempuan di kampung sudah disiapkan untuk menjadi yang kedua untuk suaminya. Mami bilang, dia masih saudara jauh. Bibit, bebet, bobotnya jelas. Dia juga banyak saudara kandung, yang artinya udah pasti gak man dul, setidaknya begitu menurut Mami. Padahal, siapa sih yang bisa menjamin seseorang bakal bisa punya anak atau nggak, selain Sang Maha kuasa?

Bagai disambar petir, Feni oleng seketika setelah menerima telepon dari Mami. Bahkan kalimat-kalimat terakhir ibu mertuanya itu, sudah tak lagi bisa dicerna olehnya. Apa katanya, biar dia punya teman? Maksud Mami, sebegitu sulitnya kah dirinya untuk mencari teman sendiri, sampai harus berteman dengan adik madu?

Feni pamit pada suaminya, ingin mendinginkan kepala di rumah orangtuanya. Arie, meski sedih, mengizinkannya. Ia pun tak menduga akan secepat itu ibunya memberitahukan hal yang baru didengarnya sehari sebelumnya, pada istrinya. Padahal, ia saja belum berkomentar apa-apa. Setuju atau tidak, belum keluar dari mulutnya.

Betapa besar cinta Arie pada Feni. Demi mengingat, bahwa isterinya menyukai penyanyi yang satu itu, maka dikoreknya tabungannya untuk membelikannya tiket di VIP class. Apa saja, yang penting Feni pulang, kembali ke sisinya. Arie sudah rindu.

Usaha ini tampaknya tak sia-sia. Feni yang banyak melamun sejak telepon dari ibunya, semalam suaranya sangat bahagia, mendengar perkara tiket itu. Arie berdoa lekat-lekat, agar ini bisa membawa Feni kembali.

Pagi itu, Arie begitu bersemangat. Ia memakai pakaian terbaiknya. Sore nanti sepulang dari kantor, ia akan memberanikan diri menjemput isterinya di rumah mertuanya. Sudah direncanakannya bahwa ia mau mampir ke rumah Olla, sahabat mereka yang pandai membuat buket. Arie sudah memesan agar buketnya diisi dengan novel yang disukai Feni.

Bertahun-tahun bersahabat dengan Feni, membuat Olla tahu pasti penulis favorit Feni. Maka saat Arie meminta itu, ia langsung ngacir ke toko buku, saat itu juga. Olla sungguh ingin pernikahan sahabatnya bisa diselamatkan.

When you try your best, but you don't succeed
When you get what you want, but not what you need
When you feel so tired, but you can't sleep
Stuck in reverse

Suara sang penyanyi yang tiketnya sudah dibayar oleh Arie semalam, terdengar dari sebuah stasiun radio, saat ia sedang mengemudi menuju kantor. Arie membayangkan isterinya yang bahagia dengan kejutan itu. Apapun akan ia upayakan, yang penting Feni bersamanya lagi.

Sejuta kenangan tentang Feni di benak Arie, rupanya mengganggu separuh konsentrasinya. Arie tak menyadari ada mobil yang tiba-tiba muncul dari gang di sebelah kiri. Mobil itupun entah tergesa atau rem blong, tak berhenti dahulu.

Lalu ... gelap.
❤️❤️❤️

Nama Feni dan Arie disematkan, untuk mengingatkan bahwa cerita ini terinspirasi dari caption Bang Arie Untung di IG nya terkait konser ini.

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru