Skip to main content

Bangkit Bersama Septanti, Bermodal Tulisan di FB, Menginspirasi Sampai ke Metro TV



Diawali dari Konflik Rumahtangga
Apa yang Anda bayangkan, jika seorang ibu dengan mengalami konflik dalam rumahtangganya, hingga berakibat ia harus berpisah sementara dengan suaminya? Sedih, perih, terluka dan bingung tentunya. Apalagi jika sang ibu tak memiliki pekerjaan dengan gaji tetap atau bisnis yang sustainable, sehingga minimal masih bisa menghidupi anak-anaknya di saat sulit.

Sebagian besar ibu, saya pikir, akan mengeluarkan daya upaya terbaik yang dimiliki, demi keberlangsungan hidup diri dan anak-anaknya. Apa saja, asal mampu. Tak masalah berpeluh. Tak mengapa dipandang sebelah mata, yang penting halal, bukankah demikian fitrahnya?

Begitu pula yang dilakukan oleh Septanti, perempuan yang kala itu berusia 31 tahun dengan 3 anak. Rumahtangganya sedang bermasalah. Sempat pulang kampung selama 5 hari ke rumah orangtuanya di Tasik, namun ia merasa tak baik terus bersembunyi dari masalah. Harus dihadapi dengan mandiri. Bukankah Allah tak kan memberi ujian melampaui kemampuan hamba-Nya? Septanti pun kembali ke kontrakannya di Bekasi berbekal sekardus pakaian ia dan ketiga anaknya


Menjajaki Profesi Driver Ojek Online
Ngojek online adalah satu-satunya peluang yang dianggap mampu untuk dijalani kala itu (2017). Selain tak butuh modal, juga bisa disambi pulang sesekali untuk mengurus anak-anak.

Di tengah mayoritas driver laki-laki, Septanti berusaha tangguh dan profesional menjalani pekerjaannya mengantar penumpang atau paket. Panas terik tak dirasa, yang penting ada rupiah untuk dibawa pulang.

Hingga suatu ketika, takdir mengantarkannya pada titik nadir. Ia kehabisan uang, sampai tak mampu beli bensin. Padahal ngojek adalah satu-satunya mata pencahariannya saat itu. Jam 2 siang, dengan anak-anak yang lapar, ia mencoba menahan tangis, berdoa sebisa mungkin, lalu menulis di salah satu grup penulisan di FB. Isinya, curhat tentang kondisinya saat itu.

"Enggak tau kenapa, cuma buat menyalurkan unek-unek aja." Begitu diakuinya. Namun begitu mudah Allah bekerja. Sesaat setelah posting, simpati berdatangan dari para pembaca. Mereka meminta alamat dan nomor rekening, untuk membantu. Dalam waktu singkat, terkumpul sejumlah uang yang cukup banyak untuk keluarga mereka. Tak hanya untuk membeli makan siang dan bensin seperti yang diimpikannya, tapi cukup untuk modal berdagang!

Bantuan berupa barang mulai dari pakaian sampai perabot rumahtangga pun berlimpah, datang dari berbagai arah.

Merintis Jakendra, Usaha Jualan Makanan Online
Septanti menggunakan uang yang ada secermat mungkin. Dia memulai usahanya dengan berjualan makanan yang sekiranya bisa dikirim pakai ekspedisi keluar kota. Pilihannya jatuh pada sambal kemasan dan aneka snack kering. Salah satu yang menjadi andalan adalah keripik wortel dan kentang Mustofa. Merk produk dipikirkan pula sejak awal. Dipilihlah Jakendra, yang merupakan singkatan nama anak-anaknya, Jani, Keisha, Andra.

Dari yang awalnya hanya berani mengirim sekitar Jabodetabek, perlahan setelah mengetahui ketahanan produknya di suhu ruang yang jika dikemas tertutup rapat bisa mencapai seminggu bahkan lebih, Septanti pun mencoba pengiriman keluar Jabodetabek. Alhamdulillah jumlah pelanggan bertambah drastis. Sejak itulah persahabatannya dengan JNE dimulai. Saking seringnya bolak-balik dengan paket yang banyak, JNE pun mulai menawarkan layangan pick-up paket. 





Septanti tak bekerja sendiri. Dalam menjalankan usaha Jakendra dan aksi sosial Rumah Sedekah, ia dibantu oleh kedua adik kandungnya, Hani dan Julyan. Mereka berbagi tugas. Untuk usaha Jakendra, Hani dan Julyan memasak. Sementara dirinya berperan ganda mulai dari admin, akunting sekaligus marketer. 

"Koar-koar di FB ngiklan dagangan, nyatet pesenan, nyatet belanjaan sampai ngatur duit, saya kerjain semua. Pusing-pusing dah ah, pusingan kalo kagak ada duit." Dengan logat Betawi dan gaya candanya yang khas ia menuturkan.

Syukur Alhamdulillah hubungan dengan sang suami perlahan membaik. Di tengah pekerjaannya sebagai security kala itu, suami akhirnya terjun membantu usaha sang isteri. Septanti mempercayakan posisi 'CEO' pada suaminya. Job desc nya sebagai tukang belanja, tukang packing, ekspedisi mengantar ke JNE atau rumah pembeli yang terjangkau di area Bekasi.


Rumah Sedekah
Semangat berbagi yang demikian tinggi dari para teman online di FB, membuat rumah Septanti lama-lama penuh sesak oleh barang-barang hibah. Kebutuhan keluarga sudah terpenuhi, dibagikan ke tetangga yang membutuhkan juga sudah. 

Menghitung sisa uang yang ada, maka bismillah ia mengontrak satu rumah di samping kontrakannya saat ini, untuk dijadikan Rumah Sedekah. Di situlah barang-barang pemberian teman-teman online dikelola.
'Siapa Perlu Silakan Ambil'
Begitu tulisan berukuran besar yang dipasang di Rumah Sedekah. Ada baju layak pakai, bahkan yang baru pun ada, alat sholat, tas, mainan sampai perabot rumahtangga lengkap. Septanti mempersilakan para tetangga mengambil apa yang diperlukan, semua gratis!

Jika dalam berjual beli, suka dukanya kurang lebih seputar laku atau tidak, disukai atau tidak, maka dalam menjalankan kegiatan sosial Rumah Sedekah, lain lagi ceritanya. 

Sukanya, ia sering menerima pakaian atau perabot yang masih baru atau tambahan uang dari pengirim. Dengan catatan, buat siapa saja yang membutuhkan. Bukan cuma satu dua yang begitu, tapi cukup banyak. Septanti menyebut mereka sebagai Customer Angel. Sementara dukanya, kadang ada saja yang mengirimkan pakaian tak layak pakai. Atau ada orang yang membutuhkan barang-barang tersebut tapi tinggal di luar kota, sehingga butuh ongkos untuk mengirimkannya. Dan tentu saja itu diambil dari uang kas Jakendra.

Namun bagi Septanti, itu bukan masalah besar. Masih lebih banyak sukanya, lebih banyak manfaatnya.

Sedekah Jumat
Uang dari para customer angel diputar kembali oleh Septanti. Kali ini bukan untuk modal dagang, tetapi untuk berbagi ke sesama. Ia mulai memasak untuk sedekah Jumat. Setiap hari jumat, masakan ala Jakendra dikirim ke panti asuhan, yayasan sosial dan para driver ojol serta pedagang kecil di jalanan. Sedekah jumat ini dirintis sekitar 3 tahun setelah Jakendra. Hingga pandemi datang, banyak PHK dan pedagang tumbang, kegiatan sosial ini mendapat sambutan yang sangat besar dari masyarakat. 

Septanti pun kembali menggugah hati teman-teman online-nya untuk berpartisipasi dalam Sedekah Jumat. Cuma 10rb/porsi, sudah bisa memberi makan satu orang. Kenapa demikian murah? Ini karena ia memasak sendiri, tidak membeli ke warung atau semacamnya, sehingga biaya bisa ditekan. Tanpa mengurangi kualitas tentunya.

Tak hanya Nasi Box, Septanti juga mulai membantu kerabat dan tetangga di sekitarnya dengan uang yang diberikan oleh para customer angel-nya. Beberapa orang sudah dibantu baik secara langsung maupun melalui pemberian modal. Yang paling fenomenal di laman FB-nya adalah keluarga Iim dan Oman. Dua bersaudara ini memiliki ibu yang mengidap gangguan jiwa. Sulit untuk dibantu hanya secara ekonomi, beliau juga rupanya membutuhkan bantuan rehabilitasi kejiwaan. Di sini Septanti pun bekerjasama dengan Arif Camra, pejuang filantropi di Jawa Timur yang memiliki rumah singgah Griya Lansia.

Menulis Buku
Kemampuan menulis dengan penuh canda yang dimiliki Septanti membuat satu penerbit jatuh cinta dan mengajaknya bekerjasama untuk menerbitkan tulisan-tulisannya menjadi buku. Maka lahirlah buku perdananya yang berjudul 'Isteri Titanium', yang berisikan kumpulan kisah pribadinya.

Buku kedua menyusul, berjudul 'Cinta Jajaran Genjang'. Masih ditulis dengan gaya kocak dan blak-blakan yang sudah menjadi ciri khasnya.


Undangan ke Podcast Metro TV dan Radio Trijaya
Konsisten dengan usaha dan kegiatan sedekah selama bertahun-tahun, bukanlah hal yang mudah. Kabar mengenai Septanti yang memiliki Usaha Kecil Jakendra akhirnya sampai ke telinga Mia Amalia, dengan podcast-nya podme.id. Atas bantuan temannya Iefa yang mengenal Septanti secara langsung, ia pun mengundang sang 'Isteri Titanium' untuk menceritakan kisah hidupnya yang inspiratif di podcast-nya.

Undangan wawancara menyusul datang dari direksi Radio Trijaya FM. Septanti diundang untuk berbicara di Forum UKM radio tersebut melalui zoom meeting. Di situ ia banyak menceritakan kisahnya dalam membangun usaha Jakendra dan suka duka bertahan saat pandemi.

Dimana saat pandemi, untuk mempertahankan usahanya agar tak collapse, Septanti banyak berinovasi menu-menu baru seperti ayam ungkep, ayam bakar, abon dan lain-lain. Semua di bawah bendera Jakendra.


Berbagi Jangan Tunggu Kaya
Sungguh Inspiratif, bahkan bagi sebagian dari kita ini di luar 'nalar'. Bagaimana seseorang yang masih berjuang memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya, masih tinggal di rumah kontrakan yang tak luas, bisa terpikir untuk membantu sesama bahkan sampai rela merogoh kantongnya untuk menyewa satu lagi rumah, untuk menyimpan barang-barang sedekah.

Ini bukan hanya perkara uang, tapi tenaga dan waktu. Septanti menjadi semacam reminder bagi kita, bahwa untuk bisa berbagi pada sesama, tak perlu menunggu sampai kita kaya-raya. Jika belum mampu secara finansial, ya gunakan tenaga dan waktu.

Ibu yang kini sudah memiliki 4 orang anak ini, meyakini bahwa jika kita mau membantu kesulitan orang lain, maka Allah pun akan membantu semua kesulitan kita. 

"Saya sama anak-anak sekarang kagak pernah kelaperan, ada aja rezekinya. Entah dikasih secara langsung ama Customer Angel atau dagangan yang alhamdulillah ngalir terus pembelinya, kagak putus-putus."

Ia menerapkan sistem diskon Flash Sale jika peminat dagangannya sepi. Alhamdulillah cara itu selalu berhasil membuat dagangannya habis.


Tak hanya keuntungan materi, melalui Jakendra dan Rumah Sedekah, hubungannya dengan suami dan kerabat serta tetangga menjadi lebih dekat dan guyub. Sungguh suatu anugerah yang tak terkira nilainya. 


Bagi kita, Septanti adalah inspirasi. Potret ketangguhan seorang ibu yang dengan kepercayaannya pada Sang Maha Pencipta, mampu bertahan dari ujian hidup. Juga mampu mengubah luka menjadi bahagia. Bukan cuma untuk dirinya, tapi juga untuk sesama dengan semangat #BangkitBersama yang dimilikinya.

Septanti, masyarakat akar rumput, yang bekerja dengan peluh dan keikhlasannya. #ConnectingHappiness antara masyarakat yang membutuhkan dan mereka yang memiliki keluangan. Semangat bersinergi dan berkolaborasi, untuk berdaya dan memberdayakan sesama. 
Inspiratif!

#JNE32tahun, #JNEBangkitBersama dan #jnecontentcompetition2023 #ConnectingHappiness.

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru