Skip to main content

Berbicara Pernikahan dengan Anak Laki Laki


Obrolan kami di meja makan pagi ini adalah tentang Pernikahan.

Lupa awalnya dari mana tadi, tiba-tiba tercetus pertanyaan, "Emang Abang mau nikah umur berapa kira-kira?"

"Dua tiga."

"Masya Allah, udah jadi apa kira-kira?"

"Pengusaha besar."

"Nggak jadi bikin pesawat?"

"Jadi, udah punya Gaza Airlines.'

"Oh, aamiin. Kalau Aa?"

"Dua puluh lima."

"Udah jadi apa kira-kira umur segitu?"

"Lulus S3 dari Mesir."

"Masya Allah aamiin."

"Nanti Bunda cariin jodohnya."

"Aamiin mudah-mudahan Allah sampaikan usia kita kesitu, sehat semua."

"Cari yang hafalannya bagus, se-Bilal atau lebih."

"Sama X kali ya?" Saya iseng nyebut nama salah satu temennya yang menurut saya berparas manis dan sopan.

"Jangan, Bun. Dia galak."

"Hah galak kenapa?"

"Kalau Bilal isengin, dia ngejar-ngejar sambil marah, 'Bilal kamu ini ya, awass nanti aku bilangin Ustadz!' Gitu, Bun."

"Ya salah kamu itu maah. Mayan loh, cita-cita dia jadi dokter, jadi kalo kamu batuk pilek, ada yang gantiin Bunda bikin aer jahe."

"Allahu Akbar gak selesai-selesai urusan air jahe."

Kami ngakak smua. Dia ini paling kesel kalau dikasih ramuan rimpang.

"Gaza mah terserah Bunda, asal yang pinter."

"Pinter gimana?"

"Ya kan kata Bunda, ibu itu ngedidik anak-anak. Kalau isteri Gaza gak pinter, nanti anak-anak Gaza gak pinter. Emang Bunda mau cucunya gak pinter?"

"Oiya yaa ... Ya udah sana pada siap-siap. Kok jadi Bunda yang pusing??"

Niatnya mau godain anak2, eh malah migrain.

Masya Allah Tabarakallah

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?