Skip to main content

Kotak Makan yang Hilang dan Bad Mood pada Anak



"Bun, kotak makan Gaza ketemu." Dua hari lalu si sulung pulang sekolah dengan lunglai.

"Alhamdulillah, di mana?"

"Di atas lemari kelas. Tapi ... isinya masih ada, udah jamuran, bau. Maafin ya, masakan Bunda mubazir."

"Gak papa, kan bukan salah Gaza."

Anak itupun berlalu, membuang makanan super basinya ke tempat sampah dapur.

Saya mengelus dada. Ada masalah berat apa dalam hidup temannya, hingga sampai hati iseng mengambil dan menyembunyikan kotak makan milik anak saya, sepekan lalu?

Iya, sepekan lalu. Saya ingat betul kala itu hari Selasa, karena pas ada ekskul. Tapi karena alasan apa saya lupa, khusus hari itu ditiadakan. Jadi Gaza bisa pulang lebih cepat sekitar 1,5-2 jam dari waktu normal.
❤️

"Bunda, Gaza lapaaar!" Teriakannya sungguh bikin pilu.

"Lho, emang bekalnya kurang?" Seingat saya dia bawa nasi lengkap dg lauknya dan snack dua potong kebab ukuran medium.

"Makan siang Gaza ada yang ngambil."

"Kucing?"

"Enggak, orang kayanya. Hilang sama kotaknya, Bun. Kan sebelum makan Gaza ke kantin dulu beli es teh. Kotaknya ditaro di laci bangku kelas. Nah pas balik, udah gak ada. Masa kucing bisa bawa kotak makanan segede gitu?"

Ah ya, fix bukan kucing kalau begitu.

"Gaza tanya temen-temen, gak ada yang liat. Malah ditanya, lu yakin gak lupa naro? Ya gimana gak yakin, orang Gaza sempet liat isinya kok, makanya kepikir kayanya kalo minumnya es teh, cocok nih. Beli lah, trus es tehnya udah ada, eh nasinya ilang. Padahal udah laper banget."

Subhanallah ...

Malam harinya, saat anak itu masih jengkel (selain lapar, itu kotak makan favoritnya, karena souvenir dari kelulusan SD, ada namanya tertulis di sana), saya menghiburnya.

"Mungkin teman Gaza laper. Lupa bawa makan siang."

"Ya ngomong kalo laper."

"Malu lah, Bang."

"Tapi itu kayanya bukan laper, iseng itu mah. Lagian gak ada lah Bun, anak sekolah Gaza laper trus gak punya uang. Orang uang jajan mereka tuh rata-rata mapuluh ribu."

"Ya udah, doain aja kalopun emang iseng, dia abisin makanannya, jadi gak mubazir."
❤️

Setelah kotak makan ditemukan dengan isinya yang basi, si sulung merasa dikerjai oleh temannya, yg dia nggak tau siapa. Bahkan untuk menuduh pun, dia nggak terpikirkan.

"Tau nggak, orang kaya gitu memang sangat menjengkelkan. Mungkin niatnya becanda, tapi gak lucu. Gak ada adab."

"Kesel Gaza, Bun."

"Ya pasti. Cuma Bang, kepikir gak sih bahwa sebenernya orang kaya gitu tuh kasian."

"Lho kok? Harusnya yang kasian itu kita. Gaza kelaperan, Bunda cape masak dari abis subuh trus basi."

"Kita jengkel tapi kan sebetulnya kita gak kehilangan banyak. Ini mubazir, bukan salah kita. Tapi orang itu, dia mèlakukan ini, pasti ada sebabnya. Entah dia gak suka sama Gaza, entah dia lagi ada masalah  berat dalam hidupnya."

"Apa hubungannya?"

"Orang kalau ada masalah berat, apalagi gak punya tempat curhat, bisa melakukan beragam kekonyolan, Bang. Mulai dari ngisengin orang lain, caper ngerusak fasilitas umum sampai naudzubillahimindzalik bu nu h diri. Itu sebagai pelampiasan. Karena dia nggak tau harus gimana. Boleh jadi dia gak suka sama kamu, karena kamu punya sesuatu yang dia gak punya. Jadi dia pengen kamu kesal, sedih, jengkel."

"Ooh ... kok gak bagus banget caranya?"

"Ya karena dia gak tau cara yang baik kaya apa. Kamu kalau iri sama milik orang lain kan Bunda nasehatin untuk berusaha. Kalo di luar jangkauan, misalnya terkait materi yang memang kita belum sanggup, ya udah ikhlaskan aja dulu. Jadi ya nggak kepikir untuk ngambil atau bikin orang yang punya jadi jengkel."

Anak itu menghela napas.

"Dah lah Bang, kita nggak kehilangan banyak, kok. Bunda sedih sih, capek masak. Tapi nggak apa-apa. Yang penting udah niat buat bikin kamu sehat supaya bisa belajar dg baik di sekolah."

"Ya sih, alhamdulillah kotak makan kesayangan Gaza balik."

"Besok-besok tempel di kotak makannya tulisan, Kalau mau makan, bilang aja. Tapi gak usah diumpetin. Mubazir, Bundaku udah capek bikin."

"Nah ide bagus, mana tau dia gak enak trus gak jadi ambil."
Si sulung ngangguk-ngangguk.
❤️

Satu yang saya pelajari dari kasus ini, seolah diingatkan Allah untuk membangun kebahagiaan, keceriaan, keikhlasan bagi anak sebelum berangkat sekolah. Mood baik itu penting. Selain bisa membangkitkan semangat belajar, juga bikin pikiran buruk nggak akan terlalu berpengaruh pada perilakunya.

Yuk bikin anak happy jelang sekolah!

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?