Skip to main content

Menyikapi Generasi 🍓


Tak jarang sebagian dari kita mengeluhkan anak2 jaman now tuh #GenerasiStrawberry manis di luar, tapi rapuh di dalam. Beda dg generasi dirinya dulu, yg tangguh dan siap menghadapi kenyataan sepahit apapun tanpa dikit2 healing.

Bu ... Pak ...
Sadarkah, anak-anak ini anak-anak siapa? Yang ngajar siapa? Yang membentuk siapa? Yang mengarahkan siapa?

Lantas si generasi tangguh tanpa banyak ngeluh itu, hasil didikan siapa?

Sepatutnya mereka yang selalu ribut mengu tuk generasi strawberry, bertanya ke dalam hati? Adakah andil diri menjadikan anak-anak jaman now sebagai strawberry-strawberry itu?

Masih ada kesempatan kah sang buah kecil merah lucu itu dibentuk menjadi lebih tangguh, ya minimal gak mudah hancur oleh tempaan hidup?

Kalau kata Teh Kiki Barkiah semalam, "Jika ada ungkapan Nasi telah jadi bubur, ya coba bikin bubur ayam yang lezat. Maka hal sama bisa kita terapkan pada para generasi jaman now. Kalau mereka telanjur 'Jadi Strawberry', ya kenapa nggak kita jadikan aja frozen strawberry? Yang cantik tapi keras. Kalau mau dibuat juice, tinggal cemplung setelah tunggu sebentar. Akan ada efek beku, kaya makan ice cream strawberry."

Gimana cara bikin jadi frozen-nya?

Berdasarkan kuliah #InspirePsychology dan #Remagogi nya Ustadz Aad, ini kurang lebih sama dengan anak-anak yang telanjur kecemplung jadi #Remaja padahal sebetulnya konsep atau masa remaja itu nggak ada. Ya digembleng!

Kanak-kanak ➡️ Dewasa
Masa penuh kesenangan, bermain, mengeksplorasi dengan santai tanpa beban syariat, menuju fase mukallaf. Yang sudah paham betul mengenai salah dan benar, dan siap menerima pahala dan dosa sendiri tanpa di-backup oleh orangtua lagi.

Sadar sepenuhnya bahwa segala perubahan yang terjadi pada diri itu pasti dari Allah. Seperti kesadaran yang muncul bahwa nggak ada daun jatuh tanpa izin-Nya.

Maka saat ia dilanda bimbang karena faktor hormonal, mood swing dan semacamnya. Para 'pemuda baru' ini bukannya mengikuti hawa naf su, tapi langsung mengembalikannya ke Allah, "Ya Rabb, kenapa ya bawaan kok rungsing amat? Kenapa orangtua dan guru jadi kaya nyebelin banget? Kenapa temen di ujung gang itu kok mendadak cantik, padahal kenal dari TK? Kenapa kok rokok itu kaya menggoda untuk dicoba?"

Aqil Baligh ...
Datangnya harus bersama. Jika salah satu hadir lebih dulu, artinya ada yang harus diperbaiki.

Perhatikan pemuda kita, jangan sampai hanya fisiknya yang besar, suaranya pecah, tanda2 kematangan se ksuali tas sempurna, tapi akalnya mandeg.

Saya sungguh paham bahwa tuntutan ekonomi demikian besar di masa ini. Sebagian dari kita mungkin tak punya cukup waktu untuk membersamai para pemuda akhir zaman ini. Maka sejenak berdiamlah, tundukkan diri, perlama sujud.

"Ya Rabb, karuniakan kecukupan untukku, hingga aku tak lagi bingung perkara sandang-pangan-papan keluarga. Maka kupunya cukup waktu untuk mendidik keluarga dan mewujudkan visi terbesar yaitu membawa mereka ke surga bersama (At Tahrim : 6)

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷

#Latepost 20 Desember

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru