Skip to main content

Hikmah




"Yah, tau bakal dapet yang ini, gak gue ambil tawaran kerja kemarin."

Atau, "Kalau udah pasti keterima di Univ X, kemarin gakan diambil Univ Y."

Pernah gak denger orang menyesali karena dapet pekerjaan, jurusan kuliah atau apapun yang dinilai nggak lebih baik dari pilihan yang datang belakangan?

Saya cukup sering, baik dari kerabat maupun sahabat.

Eh saya juga pernah sih ngeluh serupa ini. Tapi waktu itu dinasehatin Papap, "Berarti itu belum rezeki Teteh. Kalau rezeki, mau muter-muter gimana juga pasti sampe. Kalau bukan, mau dikejar segimana juga gak akan dapet. Sing ikhlas, Teh. Ini yang terbaik, udah ditakar sama Allah.

Seiring bertambahnya jumlah umur dan pemahaman, saya akhirnya sadar bahwa nasehat Papap sejalan dengan apa yang pernah dikatakan oleh Umar bin Khattab, "Hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku."

Kaya pagi tadi, saat langit masih menangis manja dengan gerimis tipis, saya pengen banget beli lontong sayur. Biasa dia lewat jam 6.15-6.45. Ditungguin sampai setengah delapan, gak lewat juga. Oh, cuti kali karen ujan.

Maka saya pun gerak bikin nasi goreng. Pas buka kulkas girang banget karena tersadar ada chicken teriyaki sisa masak kemarin. Ya udah saya masukin aja biar meriah nasi gorengnya.

Hihi, selameet, gak ada makanan terbuang.

Pas lagi mau masukin suapan pertama ke dalam mulut, terdengar sendok dan mangkok beradu ala tukang lontong sayur.

Beuh!
Sejenak saya menyesal, tau gitu tadi nunggu.  Eh tapi alhamdulillah cepet sadar. Kalo pada sarapan lonsay, gak bakalan inget sama si chicken teriyaki sisa. Dan yang jelas sih hemat mayan banyak ya, Bestie.

Kan kaan segala sesuatu ada hikmahnyaa. Ya biarin aja sih perkara suami saya bilang nasi gorengnya kemanisan. Itu salah dia, siapa suruh makannya sambil liatin atau bayangin saya. Anak-anak mah makan lahap, gada yang protes.

Selamat siang yang masih mendung. Yang punya dryer jadi cuciannya pada kering, gosah sombong. Pinjemin atuh, hahaha!

Pritha Khalida 🌷

#latepost 29 Desember 2022

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?