Skip to main content

Quality Time dengan Anak


Kapan hari ada yang nanya, "Teh, kata dr. Aisyah Dahlan, kita harus sesekali bawa satu anak pergi? Nanti gimana dong yang lain kalau iri?"

Iya bener. Sebelum nonton video dr. Aisyah yang itu, saya udah suka ngajak satu anak pergi dalam satu waktu. Iya satu aja, lainnya tinggal di rumah entah sama ayahnya atau kalau pas acara keluarga, sama nenek dan tante/om-nya.

Biar mereka merasa spesial. Di situ juga biasanya akan lebih banyak cerita mengalir ketimbang kalau lagi barengan.

Dan harus lapang dada, karena kritikan terhadap orangtua juga bisa muncul dalam momen seperti ini.

"Aku tuh gak suka loh kalo Bunda ngomel pas aku baru pegang HP. Gak setiap pegang Hp itu auto mo main games, Bun. Lah emang LMS ngerjainnya di buku tulis?"

Atau, "Bun, liat deh baju Ibu itu. Warna-warni gitu aneh kan? Nah Bunda kalau pakai baju yg warna x sama kerudung warna y, seaneh itu."

Masya Allah Tabarakallah ...

Saya biasanya ngangguk-ngangguk aja, sepanjang nggak menyalahi syariat. Bilang makasih. Berharap anak-anak akan melakukan hal yang sama jika suatu saat saya kritik.

Apakah harus selalu ke mall?
Enggak, adakalanya kami cuma ngebakso dekat rumah. Atau belanja dan beli makan siang, tapi agak jauhan, biar bisa ngobrol sambil jalan kaki.

Kaya pernah waktu saya dengan si nomor dua belanja pekanan, pulangnya naik angkot yang hanya berjarak dekat. Saking pengennya anak itu naik angkot.

Momen-momen seperti ini, semoga kelak akan menempel di benak, saat sudah tak lagi tinggal serumah, merantau menjelajahi bumi Allah nan luas. Lebih jauhnya, akan mereka lakukan juga pada anak-anaknya. Ya semacam Pay it Forward.

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?