Skip to main content

Pay it Forward ala anak-anak


Pernah cape karena anak-anak berantem atau ngeyel? Saya pernah. Apalagi kalau menghadapi anak sulung, yang apa-apa harus beralasan. Ngeselinnya, alasan itu harus masuk akal dia. Kalau nggak, nanyanya bisa panjang.

Tapi namanya anak-anak, kaya gitu tuh gak terus-terusan. Adakalanya mereka juga bisa manis.

Kaya dua anak bujang kemarin.

Sebelumnya, saya bawa si sulung buat private quality time. Berkunjung ke rumah dosen, lalu ngemall berdua aja.

Esok harinya dijadwalkan untuk mengajak si nomor dua.

Tapi tanpa diduga, anak itu malah nanya, "Kita ngemall mau ngapain aja?"

"Makan, beli yang diperlukan di supermarket. Atau, Aa ada keperluan? Sepatu ... tas?"

Dia menggeleng, "Kalau mau makan, jangan berdua. Ajak Abang sama Nailah."

"Abang kan udah kemarin. Nailah besok atau lusa."

"Bilal gak bisa kalau makan enak di restoran atau mall, tapi Abang sama Ade makan di rumah."

"Kan di rumah juga makan enak, Mamam yang masak."

"Enggak, harus sama."

"Tapi kemarin Abang udah, jadi dua kali. Gak papa?"

"Gak papa."

Ok fix, akhirnya kita pergi berempat.

Sepulang dari supermarket, menjelang kontak taksol, kami melewati counter jam tangan. Si nomor dua diam sejenak memandangi display. Ah ya saya ingat, dia memang minta kado jam pada Ayahnya untuk ulangtahunnya sebentar lagi.

"Kamu suka?" Abangnya nanya.

"Iya, yang hitam merah itu."

"Mahal. Nanti aja minta sama Ayah."

Ia menurut, ikut kami pulang.

"Bentar Bun, Gaza mo liat sepatu tadi sekali lagi. Bunda tunggu di depan lift itu ya," pintanya.

Saya iyakan, "Jangan lama-lama."

Sebentar saja kami menunggu di depan lift, ia sudah muncul sambil senyum penuh arti. Dugaan saya benar, ia selewat menunjukkan ada kotak jam tangan di saku sweaternya.

Sesampainya di rumah, surprise itu ia berikan pada adiknya dengan cara unik, adiknya disuruh buang sampah kulit pisang. Sementara kadonya ia simpan di bawah sink dengan dibungkus kertas koran bertuliskan, 'Selamar Ulangtahun dari Abang dan Bunda.'

Spontan si nomor dua menangis haru dan langsung memeluk abangnya.

"Makasih, Bang."

"Makasih ya, udah ngajak Abang pergi tadi, jadi Abang bisa liat jam yang Bilal mau."

Mereka main sama-sama setelahnya, menyisakan saya--bundanya, yang masih terdiam menyimpan haru.

Masya Allah Tabarakallah. Semoga saling sayang selalu ya anak2 shalih ...

#JumatBerkah di Ciumbuleuit Bandung
Pritha Khalida 🌷
Grateful Mom

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?