Skip to main content

Ilmu Ikhlas ala si Nomor Dua


Mau anak-anak bilang galak, saya tuh seringkali nangisan kalau ada hal yang kena ke hati. Apa aja, terutama kalau terkait orang-orang terdekat.

Saat kemarin si nomor dua nanya, apakah dia akan ikut berangkat ke tanah suci di awal tahun? Saya cuma bisa memeluknya dan bilang, "Jadi anak shalih, minta sama Allah. Maka peluang doa dikabulkannya akan lebih besar."

"Bilal shalih, tiap hari murojaah, tilawah, ziyadah ..." Segala amalnya dia sebutkan.

"Masya Allah Tabarakallah, semoga Allah kabulkan doa Aa ya?"

"Tapi Bun ..." Ia berhenti sejenak.

"Apa?"

"Apa mungkin Allah belum kabulkan doa Bilal, karena semua amal Bilal seringnya buat ngisi buku laporan ke sekolah ya?"

"Maksud Aa?"

"Kan kata Bunda harus ikhlas karena Allah. Iya Bilal juga ikhlas. Tapi kadang-kadang yang penting bisa ngisi buku laporan."

Jleb!

Saya diam.

"Bunda marah?"

"Enggak. Lain kali bismillah karena Allah ya."

Anak itu mengangguk.

Saya diam, sungguh bukan karena marah. Tapi kejujurannya menghentak jiwa. Betapa adakalanya diri ini pun beribadah karena merasa bahwa itu wajib, bukan karena merasa bahwa saya membutuhkan pertolongan Allah.

Bedanya, saya suka gengsi untuk mengakui itu.

Astaghfirullahaladzim ...

Lillah!

Hingga kelak ikhlas dengan segala ketetapan Allah.

Jazakillah khayr Teh Irma Irawati atas lukisan cantiknya. Katanya ini dibuat untuk menyemangati saya yg sedang ikhtiar agar bisa membawa seluruh keluarga ke tanah suci Januari nanti.

Masya Allah Tabarakallah ...
Pengingat agar hati ini senantiasa penuh harap dan ikhlas karena Allah.

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru