Skip to main content

Berani Menghadapi Kenyataan Meski Tak Mudah#Review #Tegar



"Eh, Bapak itu kan yang ada di iklan Cap Badak. Main di film ini juga, ya?" celetuk si sulung ketika film dibuka oleh kehadiran Om Deddy Mizwar yang berperan sebagai Kakeknya Tegar.

Saya ketawa, maklum kami di rumah nggak punya tivi. Jadi anak-anak nggak tau nama-nama artis, meski terkenal sekalipun.

Saya harusnya bersyukur sempat tertawa di awal, karena selanjutnya nyaris tak ada lagi tawa.

Perjuangan Tegar untuk mandiri dalam kesehariannya, bikin air mata saya menderas. Mulai dari saat ia berupaya mengambil sendiri baju di lemari, menggoreng telur sampai berenang. Wow, masya Allah, keren!

Ketiga anak saya pun ikut takjub dibuatnya.

 

"Kok bisa ya Bun, berenangnya jago amat, padahal dia gak punya tangan dan kakinya juga sebelah pendek?"

"Ya ampun, itu megang cangkir pakai kaki, keren amat!"

"Jalannya cepet, lho. Padahal lebih banyak pakai tangan!"

Terkagum-kagum mereka melihat Tegar, bagai tersihir, nggak ngedip sama sekali.

Baru terbahak saat adegan pembantu rumahtangga Tegar, Teh Isy, memakai perantara tokek saat mengalami dilematis mau pulang kampung atau nggak?

Asli keren ini film. Pengambilan setting Bandung terutama wilayah Lembang, membuat film yang disutradarai oleh Anggi Frisca ini, membuat adegan demi adegan tampak sangat natural, terutama lokasi rumah tinggal Tegar yang jauh dari kota.

Kehadiran Mang Akbar yang juga difabel tapi produktif berkarya, membuat film ini jauh dari kesan menye-menye. Seolah ingin menyampaikan pesan, kami (kaum difabel) memang berbeda secara tampilan, tapi memiliki perasaan dan cita-cita yang sama dengan orang pada umumnya.

Two thumbs up!

Meski sebagai Ibu, secara subjektif sebetulnya saya berharap scene ibunya Tegar terkait pergolakan batinnya agak banyak, karena pasti dia yang paling terpukul dg kondisi anaknya yang difabel, kan? But it's ok.

Masa produksi selama 2 tahun terbayarkan sudah. Film ini luar biasa keren! Saya belajar untuk selalu berani Menghadapi Kenyataan Meski Tak Mudah.

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷

#filmtegar #filmindonesia

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?