Skip to main content

Anak-anak saya pembohong ulung.




Ketika ada yang camping dan yang tinggal akan berkata, "Yess Abang/Bilal camping. Gak ada yang rusuh/iseng lagi di rumah ini."

Lalu lompat-lompat kegirangan.

Pada kenyataannya, baru beberapa jam rumah hening tanpa salah satunya, sudah akan ada kalimat, "Abang/Bilal lagi ngapain ya ujan gini?"

Atau, "Coba ada Abang/Bilal, kan bisa nemenin ke warung."

Atau, "Ayah Bunda, boleh Gaza/Bilal malam ini tidur di kamar Ayah Bunda? Malesin sendiri."

Dan lainnya. Yang intinya, sebetulnya merasa kehilangan dg ketidakhadiran saudaranya.

Padahal kalau deket, hmm ... pensil bertambah pendek karena dipinjam salah satu aja bisa jadi bahan perang dunia.

#Brothering
Kurikulum yang langsung Allah ajarkan pada kakak-beradik. Dimana mereka saling asah-asih-asuh satu sama lain. Adakalanya tak menyenangkan di mata kita. Anak kok ribut mulu? Kakak bukannya ngemong malah galak sama adik? Adik kok nggak ada hormatnya sama kakak?

Nggak gitu konsepnya.
Biarkan mereka membuang seluruh 'sampahnya' di rumah. Mau berantem kek, mau saling ngatain kek. Kita cukup jadi wasit, sepanjang itu tidak membahayakan fisik, menjatuhkan marwah dan menghina agama.

Biarkan konflik terjadi dan mereka menyelesaikan dengan cara khas mereka. Sampai akhirnya diminta menjadi penengah, tugas kita sungguh-sungguh hanya mengamati. Agar bisa menemukan celah, dimana bisa masuk untuk membantu menemukan solusi.

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?