Skip to main content

Di mana Kaki Ini Berpijak?

Whadda busy day...

Hari ini ada gathering Perumahan di Bekasi. Tahukah kalian anak-anak, apa artinya itu? Iya, bagian dari pekerjaan Bunda sebagai owner Agency Property syariah. Dan itu adalah salah satu bagian tersibuk. Dimana Bunda harus terus berkoordinasi dengan Marketing di lapangan, stay alert saat ada peminat gak datang, bantu jika ada kesulitan pas mau booking daan lain2. Rempong dwh pokoknya.

Dan di saat seperti itu, tak mudah bagi Bunda untuk tetap meng-handle kalian 100%. Bisa 60% saja sudah lumayan lah...

Apakah kalian pikir Bunda bahagia?

Ah, andai kalian tahu anak-anak, meski mata Bunda menatap layar ponsel untuk mengurus semua dari jauh, tapi pikiran Bunda tetap pada kalian. Kalian boleh bertanya pada WA yg salah kirim atau salah tulis. Itu karena saat handle buyer ataupun Marketing, yg ada di kepala Bunda itu kalian.

Gaza belum potong kuku!

Bilal tadi dimandikan ayah, ingat gosok gigi gak ya?

Nailah ya Allah, niatnya mau makein celana, kenapa popok lagi??

Hahahah, begini lah jika tak pintar multitasking, anak-anak. Bunda akan selalu heboh jumpalitan mengerjakan semuanya.

Sampai akhirnya kesadaran menyentak,

Di mana kaki ini berpijak?

Degg!

Bunda sudah tandatangan kontrak dengan Sang Pencipta bahwa Bunda akan jadi babysitter penuh waktu untuk kalian, para malaikat kecil yang dititipkan oleh-Nya. Sementara baru beberapa waktu lalu Bunda tandatangan kontrak dengan developer. Tentu saja Dia tak hendak menyuruh bunda memilih, karena sudah jelas mana yg harus Bunda prioritaskan.

Kalian!

Nak, maafkan jika Bunda masih suka mencuri waktu yg sedianya dijanjikan untuk kalian. Ini sementara saja. Doakan usaha ini bisa segera autopilot, sehingga Bunda tinggal memantau saja. Jadi bisa punya waktu lebih banyak untuk merayakan kebersamaan kita.

Maafkan...

Suatu saat kalian akan tahu bahwa apa yg Bunda lakukan, memiliki banyak alasan yang tak mungkin Bunda jelaskan saat ini. insyaaAllah, lillaah...


Terimakasih,
Bunda :-*

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru