Skip to main content

Surat Pertama Bunda

Dear Gaza, Bilal dan Nailah...
Putera puteri Bunda yang shalih dan shaliha

Sebetulnya, Bunda ingin menuliskan kisah kalian dari kacamata Bunda ke dalam buku harian betulan. Iya, menulis di buku, bukan di gadget. Apalagi di-publish begini. Tapi sungguh terkejut Bunda saat menyadari ternyata kemajuan teknologi membuat tangan Bunda tak lagi bisa menulis dengan cepat, apalagi tulisan yang bagus. Jadi ya sudahlah Bunda putuskan untuk menulis di sini saja.

Blog ini Bunda buat khusus untuk kalian baca dan kenang kelak. Nanti kalau sudah besar, kalian bisa tahu bagaimana keseruan kita bertiga di zaman now. Zaman dimana segala sesuatu bisa jadi pro kontra dan mom war, bahkan perkara masakan pakai mecin atau tidak saja bisa jadi urusan super panjang!

Dan kalian boleh berterima kasih pada Bunda, karena nyaris tak pernah menghabiskan waktu untuk urusan demikian. Eh, Bunda deng yang harusnya berterimakasih. Berkat kalian yang super aktif dan kritis, maka tak ada waktu tersisa untuk Bunda menjalani mom war. Jangankan mom war, mo pipis aja Bunda mah kadang susah karena was was Bilal tiba-tiba nyowel pipi Nailah sampai nangis. Tapi pas mau dimarahin ujug-ujug udah ada di kolong kasur atau mematung di belakang pintu. Berharap Bunda lupa kalau mau marah. Dih, yakaliii..

Gaza, Bilal dan Nailah sayang...
Kalian perlu tau kalau Bunda sejatinya adalah penulis. Kenapa lama banget Bunda gak mengeluarkan buku lagi sejak "Balita Bertanya Anda Menjawab" tahun 2014 lalu, dan malah sibuk jualan rumah, itu semata karena panggilan jiwa. Hah, gimana maksudnya? Bunda merasa perlu ngasitau sama orang-orang mengenai riba. Sesuatu yang awalnya karena kebodohan dan kemalasan belajar, Bunda gak ngerti. Lalu setelah ngerti, malah shock ternyata banyak juga yang gak ngerti! Padahal ya riba itu... Ah sudahlah, blog ini bukan tentang itu. Jangan sampai Om Google mendeteksinya sebagai blog Property syariah.

Blog ini insyaaAllah hanya tentang kalian. Kisah-kisah seru bersama kalian. Sesuatu yang semoga akan menjadi kenangan kalian akan Bunda di masa yang akan datang. Mudah-mudahan Bunda tak malas update.

Love you full,
Bunda

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru