Skip to main content

Dengar yang Perlu Saja


 Satu hal yang saya niatkan di awal 2023 adalah meminimalisir apa yang masuk ke telinga dan hati. Memberi ruang seperlunya saja untuk perkara yang bukan urusan saya dan sekiranya tak akan dihisab.

Alhamdulillah berhasil, meski rasanya belum maksimal. Kadang masih ada kepo atas rumpian yang rame. Nggak jarang juga masih terpancing buat ngobrolin hal-hal yang nggak seharusnya dijadiin bahan cerita.

Gak papa, yang penting udah niat. Jadi ada alarm. Saat mau melanggar, baru satu dua langkah, langsung mundur lagi.

Inget, gak manfaat, malah dosa.

Saya juga belajar untuk nyari kebaikan orang saat membencinya karena satu hal. Jadi jengkelnya gak kebangetan. Kalau gak mampu, ya menjauh. Dahlah daripada jadi tabungan dosa baru.

Berlaku juga sebaliknya. Kalau saya merasa seseorang jaga jarak atau dengar dari orang lain bahwa ada yang nggak suka sama saya, ya saya baikin aja, tapi abis itu mundur dikit. Kalo gak dicariin, gak ditanyain atau bahkan dia tampak lebih baik tanpa kehadiran saya, ya Alhamdulillah. Mundur aja sih, bukan memutus silaturahim. Kecuali kalau memang sangat menjengkelkan. 

Bahasa gaulnya sekarang tuh kaya, "Gak usah maksa ikut kalo gak diajak."

Entah buat orang lain, tapi bagi saya ini semacam obat kesehatan mental yang ampuh. Meminimalisir overthinking, stress, bete dan emosi negatif lainnya.

Silaturahim melebar. Itu yang saya rasakan sepanjang tahun ini. Banyak ketemu orang dan mengedukasi mereka tentang #parenting #aqilbaligh #motivasiremaja dan topik lain seputar itu. Bikin saya jadi punya lebih banyak teman baru.

Di sisi lain, circle persahabatan mengecil. Yang awalnya jadi teman rumpi, pelan-pelan menipis. Bukan musuhan, Alhamdulillah para teman baik itu juga seiring bertambahnya jumlah usia, makin mendekatkan diri ke keluarga masing-masing. Ngobrol-ngobrolnya sesekali aja, untuk melepas rindu. Tapi tetap menyertakan satu sama lain dalam doa.

Tahun 2024 insya Allah sudah ada niat baru untuk kesehatan mental. Tapi biar jadi rahasia dulu. Kalau sukses insya Allah saya bagi di akhir tahun nanti.

Selamat ganti kalender untuk yang beli baru.


Salam hangat,

Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap...

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu...

Gadget, Sahabat atau Musuh bagi Fitrah untuk Bertumbuh

  Bisa membersamai guru itu rezeki tak terkira. Tahun lalu, saya mengenal Bunda Roro. Eh, bukan, kenal mah udah lama, beberapa kali nonton videonya bersama sang suami, Ustadz Harry Santosa allahuyarham. Tahun lalu itu saat akhirnya saya memutuskan ikut kuliah #fitrahbasededucation dan #fitrahbasedlife selama 3 bulan (akhirnya sih extend karena berbarengan dengan Ramadhan) Kuliah yang mensyaratkan kehadiran 90% kalau mau dapat sertifikat, maka saya pun jadi rajin. Ya bukan karena sertifikat amat sih, sayang aja gak sih udah bayar, belajar, tapi disia-siakan dengan nggak serius? Saya pengen bisa menyerap ilmunya, biar bisa dipraktekin ke diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Faktanya, belajar #fitrah memang sulit menemukan kata akhir.  To know God (Ma'rifatullah) To do Good (Good life) And to Accept the True Knowledge (Ilmu - Kitabullah) Ilmu yang harus terus dipelajari dan diperbaharui sampai akhir hayat. Sore tadi saya berkesempatan membersamai Bunda Roro sebagai Host di sala...