Skip to main content

Life Hacks Menggali Rahasia Anak



Gengs, tau nggak kata Ustadz Muhammad Syafiie El-Bantanie yang kemarin hadir mengisi kajian di sekolah si sulung, salah satu cara dekat dengan anak adalah menjadi pendengar atas cerita-ceritanya.

Tapi cilakanyah, gak sedikit anak sekarang yang gak mau cerita sama orangtuanya atas nama privacy.

Widih tampak gaya ya, punya privacy?
Padahal sebenernya kalau mau ditilik-tilik, ini bisa jadi awal dari bencana besar.

Kok bisa?
Beliau berkisah, bahwa pernah ada seorang remaja puteri yang menerima telpon dari pacarnya di malam hari. Si lelaki bilang kalau dia abis diramp0k di satu tempat. Tanpa izin sama orangtuanya, berangkatlah si gadis ke satu kebun di alamat yang dibilang sama pacarnya itu.

Ternyata itu bersyandaaa. Si pacar sebetulnya punya niat jahap. Mau 'begitu' laah, paham ya? Sesampainya di sana, aksi itu segera dilakukan. Tentu saja perempuannya kaget. Dia nggak nyangka dibohongin sama laki-laki yang selama ini dipikirnya sayang banget sama dia.

Dia berteriak sekuat tenaga, mencoba mempertahankan kehormatannya. Alhamdulillah suaranya terdengar oleh rombongan ronda, hingga selamatlah ia meski dalam kondisi mengenaskan dengan beberapa titik pakaiannya robek.

Mengetahui kejadian ini, orangtua sang perempuan shock luar biasa. Meski puterinya selamat, namun mereka merasa kecolongan, nggak tau kalau puterinya punya pacar. Karena ya nggak pernah cerita.

Dalam sebuah sesi konseling, akhirnya tergali alasan kenapa nggak pernah anak itu curhat sama orangtuanya. Ternyata orangtuanya adalah aktivis yang selalu memulai segala sesuatunya dengan dalil.

"Wahai anakku, Allah berfirman ..."

Atau, "Rasulullah bersabda ..."

Bukan, tentu saja bukan ayat Al Qur'an atau hadisnya yang salah, tapi penempatannya tidak tepat. Mestinya didengarkan dulu, diajak berdiskusi apa sih baik buruknya, dekati dari sisi/celah yang bisa masuk mengambil hati anak. Ntar di akhir baru sampaikan pada jiwa yang bersedih. Eh maksudnya sampaikan dalilnya.

Nah kata Ustadz Syafiie, salah satu cara menggali cerita pribadi anak adalah dengan memijat. Dengan memberikan pijatan di titik-titik tertentu, akan memberikan rasa nyaman pada anak. Gak perlu jadi pemijat pro juga sih, asal penuh cinta 10 menit aja tiap mau tidur, cukup kok.

Biasanyaa ... di sini cerita akan ngalir tanpa perlu ditanya atau bahkan dipaksa.

Gini lho, Buibu. Kaya kalo kita dipijit aja, kan seneng tuh ngobrol sama terapisnya. Di situ rahasianya!

Nah biar mijitnya nggak seret, cobain pake #minyakbidara #moortafia

Selain bisa menggali rahasia, juga bisa sebagai terapi rukyah. Yakali ada makhluk tak kasat mata yang nyasar karena naksir anak kita yang lucu imut menggemaskan itu ya. Kan nggak ketauan karena gak menampakkan diri (eh kalo keliatan malah serem sih!)

Insya Allah bisa sekalian diusir ya ...

Gak usah nyari ke pasar oren atau ijo, langsung cuss ☎️ wa.me/628179279177 buat dapetin ini. Dan selamat punya quality time sebelum tidur bersama anak tercinta.

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?