Skip to main content

Tanya yang Lain Dulu


Ambil rapot si sulung. Masa gurunya bilang, "Pas riyadhah kemarin, setelah muhasabah memejamkan mata disuruh mengingat orangtua, kan siswa ketemu saya satu persatu. Rata-rata mereka minta maaf, ya kami saling bermaafan, Ma. Tapi pas bagian Gaza, dia kaya yang bingung. Saya tanya, 'Kenapa Gaza?' Eh dia jawab, 'Entar Bu, aku tanya yang lain dulu.' Itu aneh banget deh dia, Ma."

Saya mengingat cerita si sulung, lalu sambil agak-agak malu, menjelaskan.

"Maaf Bu, pas sesi muhasabah itu, dia memejamkan mata eh ketiduran katanya. Dia bangun karena disemprot air sama Pak X. Begitu liat kiri-kanan, dia bingung kenapa temen-temennya pada nangis? Tapi belum sempat nanya, abis itu kan disuruh menemui wali kelas, dia pikir mau dinasehatin. Makanya dia diem aja."

"Ya Allah, ternyata gitu ceritanya. Pantes dia bengong aja depan saya."

"Iya Bu, mohon dimaafkan."

"Iya Ma, gak papa."

Dalem hati, duh malu-maluin amaat ini anak 🫣

Pas tempo hari cerita, dia bilang, "Kan suruh bayangkan orangtua. Ya udah Gaza bayangin nih udah malem, kalau ada Bunda, Gaza pasti diusapin atau digarukin sebelum tidur, atau dipijitin pake kayu putih ... eh malah ketiduran. Gaza heran, yang lain pada bayangin apa sampe pada nangis?"

Auk ah, Baaang!

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru