Skip to main content

Hati-hati dalam Berdoa




"Aku tulis detail, ya Allah aku mau punya omzet seratus juta bulan ini dari bisnisku. Kalau Engkau kasih, aku akan sangat bahagia dan bersyukur."

Di akhir bulan, "Alhamdulillah ya Allah, aku dapet pas seratus juta. Bahagia banget aku, makasih ya Allah."

Betul begitu konsepnya?

Sebelum dijawab, coba dibayangkan, andai seratus juta itu nggak tercapai, kira-kira gimana?

Kan katanya kalau dapat, akan sangat bahagia dan bersyukur. Kalau enggak? Kecewa? Ngambek sama Allah?

Hey, masih dikasih nafas aja udah syukur alhamdulillah. Coba kalau enggak, oksigen mahal, Bestie ... Masih bagus juga sih kalau masih ketolong oksigen. Kalau nggak? Dah kelar!

Jadi, gimana harusnya kalau berdoa?

Pertama yang harus diperhatikan adalah, adanya adab dalam berdoa.

Rasulullah bersabda, 'Tahukah kamu sekalian, orang itu berdoa dengan apa? Dia menyebut nama Allah yang Agung di dalam doanya. Yang apabila nama-Nya disebut, Allah pasti mengabulkan doanya, dan apabila mohon sesuatu denganNya pasti diberi,'" (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa'i, dan Ibnu Majah)

Jika dibuat detail, beberapa diantara adab-adab tersebut adalah :
1. Cari waktu mustajab (sedang berpuasa sampai jelang berbuka, saat hujan turun, antara azan dan iqamah, di waktu sujud, setelah shalat, sepertiga malam terakhir)

2. Dengan rendah hati dan penuh harap
"Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat kepada orang yang berbuat kebaikan." (QS. Al A'raf : 55-56).

3. Yakin
Rasulullah bersabda, "Berdoalah kepada Allah dan lakukanlah dengan keyakinan bahwa Allah 'Azza wa Jalla tidak akan menerima doa orang yang lalai dan melampaui batas,"

4. Tidak terburu-buru
"Apabila Nabi Muhammad SAW berdoa, beliau berdoa tiga kali. Dan apabila meminta, beliau juga meminta tiga kali," (HR. Ibnu Mas'ud)

5. Didahului dengan Asmaul Husna, shalawat, dzikir

Nah mari kita ulang doa tadi :
"Ya Allah aku mau punya omzet seratus juta bulan ini dari bisnisku. Kalau Engkau kasih, aku akan sangat bahagia dan bersyukur."

Bandingkan dengan doa berikut :
"Ya Allah ya Rahman ya Rahim, ya Fatah ya Razzaq, sungguh aku perlu uang sekian untuk daftar anak masuk sekolah, THR karyawan, ngasih orangtua dll. Apalah dayaku tanpa-Mu. Engkau Maha kaya dan Maha berkehendak. Rezekimu bisa Kau datangkan dari arah mana saja. Aku lakukan ikhtiar semampuku. Semoga Engkau ridha."

Mengakui kelemahan, ikhtiar maksimal dan tawakal.

Karena boleh jadi omzetnya nggak sebanyak itu, tapi tiba-tiba ada orang bayar utang, dapet giveaway, property yang dijual udah lama eh mendadak laku, dapet kado dan lain-lain sumber tak terduga. Genap juga itu nominal yang dibutuhkan.

"Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya diberi-Nya kelapangan dan diberi-Nya rezeki yang tidak diduga-duga. Siapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya dijamin-Nya, sesungguhnya Allah sangat tegas dalam perintah-Nya dan Dialah yang mentakdirkan segala sesuatu.” (QS. At Talaq : 3).

Jangan sampai kita jadi orang yang 'milih-milih'. Pas Allah kasih rezeki dan beragam kebaikan, bilangnya Allah Maha baik. Giliran dikasih ujian kesusahan, kekurangan, kesedihan, kerugian ... mempertanyakan keadilan Allah.

"Maka adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan, maka dia berkata, “Tuhanku telah memuliakanku.”
Namun apabila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, “Tuhanku telah menghinaku.” (QS. Al Fajr : 15-16).

Sesungguhnya apapun takdir yang dikasih Allah dalam setiap episode hidup kita itu baik adanya. Kitanya aja yang kadang telat menyadari hikmahnya.

Mereka yang saat ini tangguh, kuat, ikhlas tentu bukan yang senantiasa dimanja oleh kemudahan dan kesejahteraan, tapi ditempa oleh beragam kesulitan hidup. Dari situ resilience-nya terbentuk secara alami.

Bukankah demikian?

Yuk diperbaiki lagi doa dan niatnya. Semata karena Allah. Jangan sampai Tauhid rusak karena setitik kesombongan dalam memohon kepadanya.

Wallahu 'alam bishawab.

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru