Skip to main content

Ramadhan Mau Pergi, Kebaikan Jangan Berhenti


"Sedih ya, Ramadhan udah mau abis." Si nomor dua nyeletuk.

"Emang kenapa kalau mau abis?" Saya nanya, pengen liat sudut pandangnya.

"Kan kalau Ramadhan enak bisa puasa, bisa iktikaf bareng temen-temen, ustadz. Bisa ngafal malem-malem, ada main-mainnya. Doa-doa kita diijabah. Dosanya diampuni."

"Tau nggak biar Ramadhan gak kerasa pergi?"

"Gimana?"

"Perlakukan bulan lain kaya Ramadhan. Kalau di Ramadhan bisa tilawah banyak, lakukan juga di bulan lain. Kalau pas Ramadhan puasa, ya ikuti puasa sunnah rutin. Kalau pas Ramadhan hafalan bisa banyak, sebanyak itu juga di bulan lain. Shalat sunnah ada dhuha, tahajjud, shalat taubat. Kerjakan semuanya. Allah gak cuma mengampuni hamba-Nya saat Ramadhan, kok. Pengabulan doa juga bukan cuma pas Ramadhan."

"Hmm ..."

"Betul Ramadhan itu bulan mulia, punya banyak keistimewaan dan keutamaan. Bulan turunnya Al Qur'an. Ada pula Lailatul Qadar. Tapi kan gak lantas bikin bulan lain jadi biasa aja. Banyak keistimewaan dari masing-masing bulan. Tetap ada keutamaan dari hari-hari, jam tertentu. Jadi sayang banget kalau segala ibadah maksimal itu cuma Ramadhan."

"Pahalanya kan beda?"

"Gak usah terpaku sama pahala. Kan Bunda sering bilang, bukan pahala yang bikin kita masuk surga, tapi ridha Allah. Kita gak akan pernah tau amalan mana yang Allah ridha dan banyak pahalanya. Tapi kalau kita istiqomah lakukan kebaikan, disertai ilmu dalam pelaksanaannya dan ikhlas tanpa perlu orang lain tau dan muji, maka insya Allah lebih besar peluang kita dapat keridhaan-Nya. Dan itu gak cuma bisa didapat saat Ramadhan.

Si nomor dua ngangguk-ngangguk aja. Semoga dia ngerti. Kalaupun belum, biarlah masuk saja dulu ke sanubarinya. Nanti kalau gak ngerti, nanya lagi.

Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?