Skip to main content

Generasi Sandwich, Generasi Kejepit?



Barusan anak sulung saya nanya, "Bunda, #GenerasiSandwich itu apa?"

"Sandwich itu kan isian yang letaknya di tengah potongan roti, atas dan bawah. Nah generasi sandwich itu orang yang harus menafkahi dua generasi, di atas dan di bawah. Anak dan orangtuanya."

"Kalau dia nggak punya uang, gimana?"

"Ya sesuai kemampuan lah. Tapi andai urgent orangtuanya gak ada pemasukan, sementara anaknya cuma dia, ya usahakan supaya bisa. Ya masa orangtua udah ngurus dia sejak kecil, dibiayain, dikasi makan bergizi dan lain-lain, padahal bisa jadi dulu juga orangtuanya miskin sampai harus kerja serabutan, tapi anaknya tetap diurus dengan baik. Masa iya, sekarang anaknya mo ngeluh cuma karena harus membiayai orangtua? Apalagi kalau anak laki-laki, ada kewajiban terhadap orangtua, terutama ibunya, untuk menafkahi."

"Kalau gaji dia gak cukup?"

"Insya Allah cukup kalau sudah diniatkan. Karena saat seorang tarolah laki-laki bertekad mau menafkahi anak dan orangtuanya, meminta kepada Allah untuk menyalurkan rezeki anak dan orangtuanya lewat dia, maka Allah akan kabulkan. Yakali namanya anak mau berbuat baik, masa Allah gak tolong?"

"Ngasihnya segimana?"

"Sesuai yang dibutuhkan, atau sesuai kemampuannya. Kaya misalnya gini, gaji seorang laki-laki 10 juta. Dalam gajinya, tanpa sepengetahuan kita smua, cuma Allah yang tau ... Rezeki dia 2 juta, rezeki isterinya 3 juta, rezeki kedua anaknya masing-masing 1 juta, rezeki ibunya 1 juta, rezeki lain-lain sisanya. Misalnya rezeki tukang sayur, tukang buah, tukang minyak, atau siapapun yang suka bermuamalah sama dia. Lancar tuh ya dengan gaji segitu, dia suka ngasih isterinya uang gaji dan uang nafkah. Tau kan bedanya?"

"Tau. Gaji itu full buat isterinya, kalau nafkah buat isterinya belanja untuk sekeluarga."

"Ok pinter. Nah satu hari si laki-laki ini berniat gak mau ngasih isteri dan ibunya. Dia mungkin mikir, enak banget ibu dan isterinya gak kerja tapi rutin dapet uang. Ya udah diputuskan untuk stop ngasih. Uang untuk ibunya sejuta, stop. Gaji isterinya sejuta juga stop. Dia niatnya uang itu akan dipake buat dia sendiri senang-senang. Tapi, liat deh, rezeki itu akan bekerja dengan caranya sendiri. Bisa jadi uang yang dia tahan malah harus buat perbaikan mobil yang ditabrak. Atau hilang karena dompetnya kecopetan. Atau ada pemotongan gaji dari kantor. Atau apa lah, macem-macem cara Allah mengambil rezeki yang Dia titipkan ke orang pelit. Sebaliknya, isterinya bisa jadi dapat giveaway sejuta. Atau dia pintar melukis, eh lukisanny dibeli orang sejuta. Ibunya juga, boleh jadi ada yang tiba-tiba bayar utang sejuta, atau dikasih kerabat yang lain sejuta. Intinya, kalau sejumlah rezeki tidak ditakarkan atau ditakdirkan buat kita, mau kita nahan segimana juga, gak bakalan bisa. Sebaliknya, kalau sejumlah rezeki sudah Allah takdirkan buat kita, mau dicurangin orang, dicopet, diapain lah, tetap akan datang. Entah yang hilang itu kembali, atau datang dari arah lain."

"Oke Bun, berarti udah ditakar nih ya. Nah gimana kalau misalnya dia gak ngasih. Eh Allah takdirkan gaji dia dipotong. Misalnya jadi 8 juta, karena dia pelit tadi itu. Kan sama aja buat kebutuhan dia dan anak-anaknya, 8 juta itu."

"Jumlah mungkin sama. Tapi peluang dapat pahala? Peluang keberkahan? Beda."

"Apa bedanya?"

"Kalau dia suka berbagi dengan orangtua, gak pelit sama isteri, sedekah ke saudara, akan banyak doa dipanjatkan sama merek. Jadi rezeki dia berkah. Anak-anaknya shalih, dia jarang sakit, kendaraannya terhindar dari kecelakaan. Jadi gaji dia cukup bahkan sisa. Tapi kalau gak pernah ngasih siapapun, cuma untuk dia dan keluarganya. Atau untuk keluarga pun hitungan, isterinya disuruh nyari uang juga, bisa jadi tuh anaknya bandel, kendaraannya sering bermasalah, dia sakit-sakitan dan lain-lain. Kira-kira cukup nggak gaji segitu buat dia sebulan?"

"Enggak, abis buat berobat, ke bengkel sama lainnya."

"Nah itu. Jadi kamu anak laki-laki, harus bertekad dari sekarang akan bertanggungjawab kelak pada keluarga, pada orangtua jika sudah sepuh. Jangan mikir, ah ngapain sih ngebebanin aja? Atau ke isterinya, jangan mikir, dia gak ngapa-ngapain tapi aku kasih uang, rugi! Dia yang tadinya sama bapaknya dinafkahi, dikasi makanan layak, baju bagus, piknik kesana kemari. Eh pas nikah sama kamu malah disuruh ngerjain kerjaan rumah trus gak dikasih baju bagus, skincare atau apa lah kebutuhannya cuma karena kamu pelit, hati-hati dicabut Allah keberkahan rezeki kamu."

"Ih naudzubillahimindzalik. Oh jadi Generasi Sandwich tuh kaya gitu?"

"Konsep itu lahir di barat, bukan di kalangan muslim. Mereka kan gak punya konsep bahwa sedekah itu akan menambah rezeki, baik jumlah maupun keberkahan. Mikirnya, nafkahin orangtua tuh beban. Lebih parah kalau mikir, aku gak minta dilahirkan dari kamu! Beuh dosa besar. Padahal dalam Qur'an diwajibkan untuk #BirrulWalidain berbakti pada orangtua."

"Jadi baik ya generasi Sandwich itu sebetulnya?"

"Tergantung dari sisi mana kamu liatnya. Kalau menganggap beban, ya cape, rugi. Tapi kalau nganggapnya untuk nyari pahala, nabung amalan ke surga, ya pasti senang, semangat pas lagi kerjanya, pas nerima gajinya, pas ngasihnya."

"Ooh ..."

Dia manggut-manggut, entah paham atau nggak. Semoga sih paham. Kalau enggak, nanti bisa nanya lagi, ya kan?

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷


Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru