Skip to main content

Imunisasi Penting untuk Calon Ibu ; Pengalaman Pribadi Suspect Rubella


Pas hamil anak pertama, sekitar 14 tahun yang lalu, Obgyn bertanya apakah saya sudah mendapatkan beberapa imunisasi mulai dari IDL (Imunisasi Dasar Lengkap) yang biasanya sudah didapat saat seseorang masih balita dan TT (Tetanus)?

Namanya new mom, dulu saya heran, kenapa orang lagi hamil malah ditawari imunisasi? Riskan banget nggak sih, buat kondisi janin? Lagi hamil kok dimasukin virus yang sudah dilemahkan? Meski dengan alasan kekebalan sekalipun.

Tapi suami saya bilang, ikuti saja kata dokter, jika itu memang untuk kesehatan dan keselamatan ibu dan janin. Jadi ya saya ikut saja, imunisasi TT. Yang IDL tidak, karena menurut Mama, saya sudah mendapatkannya lengkap waktu masih balita. 

Sepulangnya dari periksa kehamilan, saya mulai mengumpulkan informasi tentang ini. Memangnya sepenting apa sih imunisasi untuk ibu hamil?

Ternyata, imunisasi untuk ibu hamil diperlukan karena berisiko mengalami infeksi yang dapat memengaruhi kondisi janin, seperti kelainan bawaan, keguguran, kelahiran prematur, dan berat lahir rendah. 

Berikut beberapa poin penting, kenapa ibu hamil sebaiknya diimunisasi :

• Bermanfaat pada janin dan bayi baru lahir melalui transfer pasif kekebalan tubuh (antibodi) melalui plasenta (ari-ari)

• Melindungi ibu hamil dari penyakit berbahaya akibat infeksi seperti tetanus, difteri, pertusis, pneumokokus, meningokokus, dan hepatitis.

• Mencegah ibu hamil terkena infeksi saluran pernapasan akibat virus influenza. Hal ini menjadi penting karena demam pada ibu hamil akibat infeksi, termasuk influenza, dapat menyebabkan gangguan pada janin bahkan kecacatan.

Lantas Imunisasi apa saja yang disarankan diberikan pada ibu hamil?

1. Tetanus Toxoid (TT)
Pada perempuan, imunisasi TT perlu diberikan 1 kali sebelum menikah dan 1 kali pada ibu hamil. Imunisasi TT pada Ibu hamil bertujuan untuk mencegah tetanus neonatorum (tetanus pada bayi baru lahir).

2. Hepatitis B 
Hepatitis B merupakan infeksi hati yang serius yang dapat berlanjut menjadi penyakit kronik, yang menyebabkan kerusakan hati dan meningkatkan risiko menderita kanker hati.

Penularan hepatitis B terjadi melalui darah atau cairan tubuh, sehingga Ibu dengan Hepatitis B sangat mungkin menularkannya pada bayi saat proses persalinan. 

Di Indonesia, imunisasi hepatitis B sebenarnya sudah diberikan saat balita, namun jika diperlukan, imunisasi ini bisa diberikan saat hamil mengingat kasus hepatitis B cukup tinggi terutama bagi ibu hamil yang rentan terhadap infeksi tersebut, seperti petugas kesehatan dengan daerah endemik hepatitis B, riwayat berganti pasangan, pengguna narkotik dan zat adiktif dengan jarum suntik, hidup dengan pasangan yang positif hepatitis B.

3. Vaksin Influenza 
Sebetulnya influenza tidak tergolong ganas dan mematikan, tapi dalam kondisi hamil, daya tahan tubuh Ibu menurun sehingga penyakit yang relatif ringan seperti influenza dapat menurunkan kekebalan tubuh ibu dan janin.

Komplikasi dari influenza adalah persalinan prematur, bayi lahir dengan berat badan rendah. 

Keuntungan lain adalah ikut terlindunginya bayi, karena selama 6 bulan pertama kehidupan, bayi belum bisa menerima vaksin influenza, sehingga Ibu yang terlindungi akan turut melindungi bayi kemudian. 

4. Vaksin Difteri, Pertusis, dan Tetanus (DPT)
Imunisasi Ibu hamil ini termasuk imunisasi dasar dan biasanya sudah diberikan saat masih balita. Bagi yang belum pernah mendapatkan dapat melakukan imunisasi saat dewasa dan juga dapat diberikan saat Ibu menjalani masa hamil.

Rekomendasi terbaru dari CDC, ACOG ataupun PAPDI adalah setiap ibu hamil wajib mendapatkan vaksin ini minimal satu kali, sebaiknya di usia kehamilan 27-36 minggu untuk perlindungan optimal, tanpa memandang riwayat imunisasi Mama sebelum hamil.

5. Vaksin Hepatitis A
Imunisasi Ibu hamil salah satunya adalah vaksin hepatitis A. Imunisasi ini dapat melindungi Mama dari terinfeksi hepatitis A. Beberapa gejala yang ditimbulkan hepatitis A adalah demam, lelah, mual, dan muntah. Hepatitis ini banyak menular melalui makanan dan minuman.


Ibu Hamil Tak Boleh Imunisasi MMR!

Selain dari imunisasi yang sudah disebutkan di atas, ada pula imunisasi yang diperlukan untuk ibu hamil namun sebaiknya diberikan sebelum kehamilan, saat sedang merencanakan kehamilan, yaitu vaksin MMR (Measles, Mumps, Rubella)

Dokter kandungan dan ahli virologi, Cindy M. Duke, MD, mengatakan bahwa vaksin MMR mengandung virus hidup yang dilemahkan. Artinya, bila vaksin ini diberikan, maka seseorang sedang mengalami infeksi campak, gondok, dan rubella.

Maka dari itu, vaksin ini tidak disarankan diberikan saat hamil. Sebab, virus yang terkandung di dalamnya akan melewati plasenta, dan berpotensi menginfeksi janin di dalam kandungan.

Resiko Bila Vaksin MMR Diberikan saat Hamil

1. Sindrom rubella kongenital
Jika ibu hamil terinfeksi rubella, maka janin di dalam kandungan bisa mengalami komplikasi, salah satunya sindrom rubella kongenital. Sindrom ini dapat menyebabkan cacat intelektual, cacat jantung, dan gangguan pendengaran.

2. Cacat lahir dan pertumbuhan janin terbatas
Menurut Dr. Duke, infeksi janin akibat campak juga dapat menyebabkan cacat lahir. Selain itu, campak juga bisa menghambat pertumbuhan janin. Misalnya saja berat badan janin sulit bertambah.

3. Persalinan prematur atau lahir mati

Ibu hamil yang diberikan vaksin MMR juga berisiko mengalami keguguran atau lahir mati. Biasanya, hal ini terjadi karena janin di dalam kandungan sulit berkembang, ataupun terjadi gangguan di plasenta.

Jadi sebaiknya sebelum hamil, sekitar minimal 4 pekan sebelumnya, para ibu yang merencanakan kehamilan sebaiknya mendapatkan imunisasi MMR.


Pengalaman Suspect Rubella
Nah, khusus MMR ini, ada pengalaman yang sungguh menegangkan bagi saya pribadi. Di usia kehamilan 7 bulan, suami saya terkena campak. Ya namanya pengantin baru sekaligus perantau yang cuma tinggal berdua, saya mau nggak mau mengurusi pasien. Suami dirawat, saya yang bolak-balik menjenguk dan menemani, sampai bala bantuan (kerabat) datang.

Qadarullah setelah beberapa hari menemani suami, saya tertular campak. Dokter kandungan langsung menyarankan saya untuk cek lab, karena kondisi saya saat itu demam tinggi dengan jumlah ruam yang cukup signifikan, dikhawatirkan terkena Rubella/campak Jerman. 

Mau nangis rasanya, apalagi setelah tau seperti apa rubella dan dampak jangka panjangnya pada anak. Andai saya tahu mengenai imunisasi MMR jauh hari sebelumnya, tentu saya akan menjalaninya. Ya sudah, kala itu saya cuma bisa berdoa, semoga ini hanya campak biasa dan tak akan berpengaruh signifikan terhadap janin.

Menunggu hasil lab, rasanya tak tenang. Makan, tidur dan aktivitas lain jadi terganggu karena saya cemas memikirkan apa yang akan terjadi jika memang terpapar Rubella? Begini nih pentingnya melengkapi diri dengan informasi kesehatan pasca menikah. Sungguh, di situ saya menyesal karena nggak care pada perkara imunisasi sejak awal.

Hingga hasil lab pun keluar. Alhamdulillah, sujud syukur, hasilnya negatif. Saya maupun janin tak terinfeksi virus rubella, hanya campak biasa.

Maka sungguh saya berpesan pada semua calon ibu, sebelum menjalani program kehamilan, ada baiknya cek kesehatan terlebih dahulu. Konsultasikan dengan dokter atau bidan, imunisasi apa yang sebaiknya diambil sebelum program hamil. Insya Allah aman, jika diberikan sesuai dosis oleh nakes yang memang kompeten.

Nah, selamat menjalani kehamilan dengan sehat dan bahagia!

Salam hangat, 
Pritha Khalida 🌷

Source :
http://bit.ly/sourceartikelsatu
http://bit.ly/sourceartikeldua

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru