Skip to main content

Copas untuk Iklan, Bolehkah?


"Teh Pritha, boleh gak sih kalo aku marah karena tulisanku di-copas tanpa dicantumkan nama, trus untuk posting dagangan pula?" tanya seorang teman.

"Apa yang bikin marah?"

"Memang ilmu itu dari Allah, aku tau. Tapi untuk rapi tersaji, enak dibaca, mudah dipahami ... itu kan butuh usaha. Aku nulis sambil baca buku, nonton, browsing. Trus aku post, eh di-copas buat caption iklan. Gak perlu bayar, asal cantumkan nama penulisnya aja. Atau share lah. Kok malah dibilang aku perhitungan lah, gak ikhlas lah."

"Wajar banget. Sama aja kaya orang jual kue, diambil stiker merk-nya trus dijual ke orang lain dan dia menuai pujian karena kuenya enak. Eh itu mending kuenya dibeli. Coba kalo kuenya diambil gitu aja. Pasti nggak enak."

"Nah kaan ..."

"Boleh marah, tapi yang cantik. Tegur orangnya japri, jangan marah di feed IG atau wall yang semua orang bisa baca. Nggak ahsan. Diingatkan baik-baik, mungkin orangnya belum paham."

"Udah, dibilang pelit amat sih, gak ikhlas berbagi ilmu."

"Ya justru karena ikhlas makanya di-post di medsos. Kalau berharap bayaran, pasti dibukukan atau dikunci di app kepenulisan."

❤️❤️

Tulisan atau foto di dunia maya  khususnya medsos, tak jarang diambil sembarang oleh orang, lalu di-post atas namanya sendiri, tanpa menyertakan sumber.

Padahal andai sang pencomot tau, untuk menghasilkan sebuah foto yang bagus, ada banyak foto gagal yang di-delete.

Begitupun dengan tulisan, ada buku atau artikel yang dibaca, video yang ditonton, kalimat yang diedit bolak-balik.

Sama kaya orang bikin kue, ulang-ulang resep.

Ada yang nggak masalah diambil gitu aja, niatnya sedekah. Ada yang tak berkenan. Tak perlu dibenturkan, sampai bikin team pro atau kontra. Mereka pasti punya alasan sendiri.

Bagi yang tak berkenan, jangan memaksanya atas nama ikhlas. Salah-salah kitalah justru yang tak ikhlas. Tak mau mengeluarkan upaya maksimal untuk ikhtiar. Hati-hati jualannya bisa tak berkah jika demikian.

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷

❤️❤️
Mau kursus online Bahasa Inggris, Jepang, Korea, Graphic Design Coding, Robotic sila wa.me/628179279177

Khusus Jepang bisa langsung kesini https://bit.ly/3JFIeOg

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru