Skip to main content

Hati-hati dengan Mak siat, Meski Amal Sangat Berat




"Bun, katanya ada artis luar negeri yang konser ya?" Seorang anak bertanya pada ibunya.

"Kata siapa?"

"Temen."

"Ada, cewek yang kalo nyanyi cuma pake handuk doang itu." Kakaknya menjawab.

"Emang gak punya baju?"

"Ya itu, bajunya sepanjang handuk kita, masih dirobek lagi."

"Astaghfirullah, kan aurat."

"Dia kan bukan Islam."

"Oh, jadi yang nonton juga bukan orang Islam?"

"Eh yang nonton mah macem-macem. Orang Islam juga banyak."

"Perempuan smua yang nonton?"

"Ya gak lah, campur."

"Laki-laki muslim nonton perempuan nyanyi joget keliatan aurat?"

"Enggak, merem. Ya nonton lah."

"Haah? Kan doosaaa."

"Masya Allah, Alhamdulillah ya kalian udah paham kalau itu dosa. Lihat aurat hukumnya ha ram. Jadi ya dosa." Lega hati sang ibu mendengar obrolan kedua anak lelakinya.

"Masuk ne ra ka?"

"Kalau belum sempat taubat, ya itu ancamannya."

"Tapi kalau pas hidup dia baik? Misalnya suka sholat tahajjud, nyumbang ke orang miskin, naik haji, memelihara anak yatim ..."

"Kalau ada orang nyantunin anak yatim, fakir miskin buanyaak banget, tapi dia nggak nutup aurat. Apakah itu bagus?"

"Enggak."

"Amalan-amalannya bagus, dapat pahala. Tapi do sanya tetaplah do sa. Gak ujug-ujug karena dia super baik, maka do sanya terhapuskan atau gak dihisab. Allah Maha adil, ada perhitungan untuk semua amalan yang kita lakukan, meski sebesar biji sawi."

"Jadi boleh kita bikin do sa, trus taubat, do sa lagi, taubat lagi?"

"Namanya ngerjain Allah. Lagian, emang yakin bakalan masih ada umur? Misal sekarang mau nyo long, ntar rencananya abis foya-foya dengan harta co lo ngan, mau taubat. Gimana kalo abis nyo long ketabrak dan gak ketolong?"

"Oh iya ya."

"Jangan merasa aman dengan segala kebaikan yang kita lakukan, lalu seenaknya mak si at. Mikir, ah aku kan selama ini baik. Sekali-kali gak papa kali. Gak gitu konsepnya. Boleh jadi banyaknya amal itu, hanya sedikit yang Allah ridha. Tapi mak si at yang kita anggap sedikit, justru bikin Allah mur ka. Timbangannya bisa jadi impas, atau bahkan beratan yang dianggap sepele. Ngerti nggak?"

"Hmmm ..."

"Bersyukurlah kalian Allah sadarkan tentang do sa melihat aurat. Semoga istiqomah. Terus berjuang, karena godaan di depan akan semakin berat. Syai than gak akan tinggal diam jika ada hamba Allah yang senantiasa menjaga diri. Dipepet terus sampai akhir hayat. Sampai nafas di kerongkongan. Tetaplah menyampaikan pada sekitar, teman-teman atau saudara."

"Kalau kata mereka, itu gak papa kok. Namanya juga hiburan."

"Bagi Allah, itu hiburan?"

"Bukan."

"Percaya sama siapa?"

"Allah."

"Yaudah, kalau udah menyampaikan, paling gak gugur satu kewajiban kita sebagai sesama muslim."

Sebagaimana disampaikan dalam Al Qur'an,
“Dan kewajiban kami tidak lain HANYALAH MENYAMPAIKAN (perintah Allah) dengan jelas.” (QS. Yasin: 17)

Kisah ini hanyalah obrolan antara seorang ibu dengan anak-anaknya. Alhamdulillah kalau bermanfaat. Tidak bermaksud menghakimi, karena hanya Allah yang berhak melakukannya. Wallahu 'alam bishsawwab.

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru