Skip to main content

Antara Aku dan Ummanya Nussa Rarra




Pernah nggak ngerasa jadi ibu yang nggak berperikeanakan, saking seringnya ngomel atas ulah anak?

Lantas insecure (bahkan d3ngki sama Ummanya Nussa Rarra yang super lembut dan sabar?

Tenang, Bestie! Kalian gak sendiri, saya temenin.

Kita nggak perlu selalu jadi ibu yang baik lemah lembut super sabar kaya Ummanya Nussa Rarra, kok, kalo dirasa sulit.

Gapapa sesekali marah, ngomel, ngegerundel atau apalah istilahnya.

Yang penting, udahnya minta maaf. Tanya perasaan anak, "Kamu kesel ya diomelin? Maaf ya, tadi Bunda kelepasan saking jengkel. Janjian yuk, untuk gak ngulang lagi. Kamu gak ngulang perkara yang sama, Bunda gak ngulang marah kaya singa."

Selesai di situ?
Belum tentu. Adakalanya Allah mengulang ujian yang sama. Anak melakukan kesalahan serupa. Cuma buat tau, kita akan marah dengan cara serupa atau lebih sabar? Selain untuk kesehatan fisik dan mental, juga ngajarin anak secara gak langsung, bahwa kita udah jauh lebih tangguh. Bahwa marah bukan satu-satunya jalan keluar.

Anggaplah marah itu serupa emergency exit di satu gedung. Jalan lain yang lebih baik kan banyak. Jalan keluar darurat dipakai ya kalau ada hal yang sangat darurat. Begitu pula dengan marah. Adakalanya anak emang harus dimarahi untuk kasus-kasus tertentu jika memang sudah melampaui batas.

Yang perlu disadari adalah, niatkan marah ini karena Allah (anak melakukan pelanggaran yg juga dibenci Allah, misalnya diem-diem punya pacar).

Kedua, tetap selow saat marah. Kalo ini asli yang pertama dan utama adalah untuk kesehatan jantung dan kestabilan tekanan darah kita sebagai orangtua. Inget umur, hati-hati hipertensi. Lainnya, inget anak itu amanah. Yamasa mau dimarahin terus?

Ketiga, marah yang sekiranya bisa mengubah perilaku anak.

Misal kasus tadi tuh, anak ketauan punya pacar. Gosah juga tiba-tiba ada piring terbang atau tangan melayang. Inget-inget udah pernah ngasitau belum kalau mendekati z1na itu dosa? Kalo belom, kasitau baik-baik. Minta maaf karena lalai mengingatkan hal sepenting itu. Kalo udah, ingetin dan tanya, "Kurangkah perhatian dan kasih sayang Ayah/Bunda, sehingga kamu masih nyari perhatian dan kasih sayang dari orang lain?"

Kalo jawab iya, jangan dimarahin. Introspeksi. Ubah sikap.

Ga ada orangtua yang sempurna. Ya namanya juga manusia, gudangnya salah. Bahkan malaikat aja protes tentang ulah manusia ini,
"(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Aku hendak menjadikan khalifah di bumi." Mereka berkata, "Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?" Dia berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS Al Baqarah: 30)

Yang terbaik adalah, akui kesalahan, taubat dan berusaha untuk nggak mengulanginya lagi.

Gitu, Bestie ...

Jadi gausah kecil hati kalau gak bisa kaya Umma Nussa dan lebih mirip sama singa. Kalau anak masih nyaman curhat, gak malu keliatan konyol, ngakuin setiap abis melakukan kenakalan dan percaya sama kita (termasuk percaya nitip duit lebaran), artinya mereka paham kalau segala cerewet dan galaknya kita karena cinta. Karena Allah. Untuk menjaga mereka dari api ner4ka (QS At-Tahrim: 6)

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru