Skip to main content

Dialog Iman dengan Anak tentang Puasa Sunah




"Bunda puasa apa? Ini kan selasa?" tanya si sulung sambil menyiapkan minum untuk saya jelang maghrib kemarin.

"Ayyamul Bidh, Bang. Puasa tiga hari setiap tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan penanggalan Hijriyah."

"Buat apa?"

"Pahala puasa ini kaya puasa 10 hari, Bang. Bayangkan kalau rutin tiap bulan 3 hari, jadi pahalanya kaya sebulan. Kalau full 12 bulan, artinya kita kaya puasa setahun penuh. Masya Allah."

"Tiap bulan Bunda puasa?"

"Enggak, adakalanya lagi mens, sakit atau safar. Tapi insya Allah selalu mengusahakan."

"Kalau cuma bisa sehari atau dua hari, boleh?"

"Diniatkannya ya 3 hari dulu, kalau ternyata besok atau lusanya berhalangan, ya udah gak papa. Atau kalau lupa dan baru ingat di hari kedua atau ketiga, ya puasa aja."

"Kalau Bunda nggak kelewat puasa Ayyamul Bidh nya, berarti Bunda gak punya dosa, dong? Kan dosanya dihapus terus sama Allah?" Kali ini giliran si nomor dua yang nanya.

"Aamiin. Tapi ya nggak mungkin gitu, kan manusia itu gudangnya dosa. Kita gak pernah tau, apakah puasa diterima oleh Allah dan bisa dapet pahala itu atau nggak. Atau ternyata besok ada lagi catatan dosa yang nggak disengaja. Wallahu 'alam."

"Bunda, kan ini malam Nisfu Sya'ban. Kata guru Gaza, abis itu gak boleh puasa lagi. Bunda nanti kamis jangan puasa lagi, ya ..."

"Bukan gitu hukumnya, Bang. Nggak boleh puasa bagi mereka yang nggak biasa puasa, trus ujug-ujug puasa setelah Nisfu Sya'ban. Tapi kalau sebelumnya sudah terbiasa berpuasa sunah senin-kamis, puasa Daud, bayar nazar atau bahkan bayar utang puasa, itu tidak apa-apa. Bahkan ada hadis shahih bahwa Rasulullah berpuasa di bulan Sya'ban lebih banyak dibandingkan dengan bulan lainnya."

Diriwayatkan oleh Muslim, 1156, dari Abu Salamah dia berkata, saya bertanya kepada  Aisyah rardhiallahu anha tentang puasanya Nabi sallallahu alaihi wa sallam. Dia menjawab:
"Beliau biasanya berpuasa sampai kami mengatakan sungguh telah berpuasa (terus). Dan beliau berbuka sampai kami mengatakan sungguh beliau telah berbuka. Dan aku tidak melihat beliau   berpuasa  yang lebih banyak dibandingkan pada bulan Sya’ban. Biasanya beliau berpuasa pada bulan Sya’ban semuanya, dan biasanya beliau berpuasa pada bulan sya’ban kecuali sedikit." (HR. Muslim).

"Sedikit itu biasanya di akhir Sya'ban, supaya nggak menyelisihi Ramadhan."

Anak-anak mengangguk, semoga benar-benar paham.

Tapi pagi ini saya terpaksa menyudahi Ayyamul Bidh yang tersisa satu hari, karena kondisi kesehatan yang kurang baik.

Ah, padahal lagi memperbanyak doa untuk si sulung yang sedang ujian, berharap lebih melesat menembus langit.

Tapi Allah kan maha tau kemampuan hamba-Nya ya. Daripada sakit, mudharatnya lebih besar.

Well, selamat menjalani sisa Sya'ban, teman-teman. Semoga diberi umur panjang dan kesehatan paripurna hingga bisa berjumpa Ramadhan ya.

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru