Skip to main content

Perempuan, Ras Terkuat Saat Badai Datang


"Teh, setuju gak sih kalau orang bilang, jadi isteri harus berpenghasilan, jaga-jaga suami PHK/bangkrut, wafat atau cerai?" Seorang sahabat menanyakan itu pada saya, saat kalender baru saja terpasang pekan lalu.

Bagi saya pribadi, #perempuan harus punya skill, tapi jangan diniatkan kalau suami begini begitu. Pelajari dan praktekkan saja untuk mengisi waktu luang, menambah pemasukan dan yang harus banget adalah untuk meraih ridha-Nya. Buat apa kalau Allah nggak ridha, ya kan?

Sejak lama selalu ada perempuan-perempuan yang mengetuk WA atau DM saya, curhat. Belakangan topiknya seputar struggle-nya mereka menghadapi suami yang pelit. Ada sejak menikah sampai sekian dua dekade usia pernikahan hampir tak pernah memberi nafkah. Ada juga yang tadinya memberi pas-pasan, lalu kejeblos dalam panggung politik ikut mencalonkan diri, pakai uang pribadi bahkan utang sana sini. Lalu abai terhadap nafkah keluarga, sampai yang sudahlah tak menafkahi tapi meminta isteri memberi pada keluarganya, dengan dalih 'Ibuku kan ibumu juga'.

Tak hanya itu, kisah pe-la-kor juga rupanya masih cukup banyak. Mulai dari yang diam-diam berhubungan dengan ex, kenal di tempat kerja atau karena dipandang cukup berada, dijodohkan oleh ibu tetangganya sendiri. Padahal sang tetangga baru kelas 3 SMA (hingga berujung menikah siri).

#lyfe ...

Lalu apakah para perempuan ini stres, menderita, terkatung-katung dengan kejadian yang menyentak nurani itu?

Jawabnya tidak. Ya awalnya mereka jatuh, pontang-panting mencari nafkah (ini untuk yg sebelumnya nggak bekerja atau punya usaha ya). Mereka nggak malu nanya lowongan kesana-sini. Itu kalau masih di bawah usia 35. Jika sudah di atas itu, karena kantor biasanya mensyaratkan usia, biasanya akan mencoba usaha mandiri atau join dengan kawan/kerabat yang lebih dulu punya usaha. Hingga akhirnya berhasil survive dengan proses berdarah-darah itu.

Artinya perempuan fitrahnya memiliki naluri untuk #survive. Jadi meski mereka nggak 'latihan' saat kondisi rumahtangganya baik-baik sekalipun, insya Allah akan tetap bisa survive saat badai datang. Jadi jangan rusak fitrah itu dengan praduga yang bisa menghancurkan Tauhid.

Justru yang ingin saya sampaikan terutama pada para suami adalah, saat kondisi kalian baik-baik saja, tolong kasih kesempatan isteri untuk menuntut ilmu dan bersosialisasi. Ikut kajian, kuliah lagi, belajar bisnis, kursus soft skill dan lainnya yang bisa upgrade kemampuan. Ya kalo mampu, alhamdulillah dikasih aset kost-kostan (bisa beli di saya cicil tanpa riba #eh), warung atau LM. 

Insya Allah ilmu yang didapat itu selain bisa meningkatkan kemampuan, meluaskan networking juga bikin isteri lebih percaya diri. Jadi gakan ada lagi ibu rumahtangga yang insecure liat teteh-teteh SCBD's style. 

Kalau cara suami memfasilitasi belajarnya bener, isteri memanfaatkan dengan baik, insya Allah akan jadi amal jariyah saat ilmunya dipraktekkan.

Yang paling utama dari segala macem skill itu adalah Iman. Jangan lupa ya bapak-bapak shalih untuk senantiasa ajarkan isterinya beriman secara paripurna pada Rabb semesta alam. Bikin dia yakin kalau rezeki, jodoh, maut semua diatur sama Allah. Bikin isteri gak ragu meski suaminya jauh, karena ada #Allah yang lihat. Bikin isteri bahagia meski sibuk dengan banyak urusan, karena suaminya mau turut ambil bagian dari kesibukannya.

Bukankah jika demikian, maka akan berkurang isteri yang berorientasi pada materi semata, saat sang suami tak lagi ada di sampingnya--dengan alasan apapun?


Salam hangat,

Pritha Khalida🌷

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?