Skip to main content

Antara Laskar Pelangi dan Keluarga Peradaban


 Membaca buku kedua #KeluargaPeradaban membutuhkan effort lebih untuk memahaminya. Bukan karena kalimatnya yang rumit, tapi karena isinya yang bikin menimbulkan pertanyaan, 'Masa sih kaya gitu?'

Salah satunya adalah pernyataan bahwa keshalihan itu erat kaitannya dengan kreativitas. Karena shalih itu amal, bukan akhlak. Jadi ada gerak aktif dan maju di dalam terminologi ini. Shalih itu bukan sekadar mencegah berbuat dosa tapi lebih ke mengejar pahala.

Sikap seperti ini sangat diharapkan terutama pada para pemuda, karena untuk usia 40+ biasanya sudah mulai ingin hidup tenang, pasif menghindari perbuatan dosa. 

Sayangnya nggak banyak pemuda jaman now yang punya nyali melakukannya. Mereka lebih memilih konsep shalih konservatif yang pasif. Kalau zaman dulu, nyali para pemuda sangat besar. Salah satunya, mereka nggak takut menginap di prodeo untuk memperjuangkan penggunaan jilbab di sekolah.

Saya masih mengerutkan kening bahkan saat sudah memahami maknanya. Masih butuh pembuktian.

Ketika akhirnya semalam nonton #laskarpelangi di @bioskoponlineid , saya menyadari kalau konsep ini benar. Melihat Mahar CS yang tumbuh menyatu dengan alam (sesuai konsep #aqilbaligh dan #fitrahbasededucation) dan mendapat beragam inspirasi darinya, saya merasa, ini pengejawantahan dari konsep shalih dalam Keluarga Peradaban.

Bagaimana tidak, anak-anak itu tumbuh tanpa banyak fasilitas. Hidupnya ditempa beragam kesulitan dan keterbatasan. Tapi ada aja idenya. Bahkan ide absurd mengunjungi dukun di hutan demi dapat mantra lulus ujian.

Untuk tipe orang yg menghindari dosa, gak akan melakukan ini. Tapi para pengejar pahala, boleh jadi tak banyak pikir. Karena yang terbayang di benaknya adalah petualangan. Nah dalam petualangan itulah akan banyak pembelajaran dan pengalaman yg tak ada di bangku sekolah.

Untuk kemajuan bangsa, kita butuh banyak pemuda macam ini. Dimohon pada para Ayah untuk bangkit singsingkan lengan baju. Kami titip tugas berat mendidik generasi tangguh macam ini. Biarkan Bunda memberi sentuhan kasih dan menyeka peluh dan airmata mereka saat lelah.


Salam hangat,

Pritha Khalida 🌷


📸 Buku Keluarga Peradaban bisa di-pe-san ke wa.me/628179279177

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?