Skip to main content

Membangun Keluarga Peradaban

Selalu ada #insight baru dari ilmu yang diberikan Ustadz Aad--demikian kami, murid-muridnya memanggil Psikolog Adriano Rusfi.




Dari buku terbaru beliau yang berjudul #KeluargaPeradaban, meski baru menamatkan buku pertama, cukup banyak materi yang menghentak kesadaran saya.

"Oh, ternyata akar dari parenting itu bukan pengasuhan anak. Not as simple as a question, how to make our child bla bla bla?"

"Oh, menikah itu bukan membangun hubungan relationship yang seimbang antara kedua belah pihak. Karena dalam Islam, kesetaraan antara suami-isteri itu nggak akan pernah ada."




"Oh, keluarga peradaban itu harus mulai melatih diri menghadapi terpaan badai, hewan buas, karang dan semacamnya, buka  berkutat dengan hal remeh yang dibesar-besarkan."

Dan oh-oh lainnya.

Kaya #rollercoaster, baca buku ini bikin saya seolah melakukan manuver berulang. Bersemangat terbang, sejenak melaju datar, lalu dihempas angin kencang hingga terpaksa menukik turun.

Berderai airmata karena merasa insecure sebagai diri dan orangtua. Eh tiba-tiba diingatkan lagi perkara kekuatan yang sudah dititip Allah. Mau menyia-nyiakan itu dengan nangis dan menyerah?

Astaghfirullah
Astaghfirullah
Astaghfirullah

Ada beberapa poin yang kalau pembaca belum pernah mengikuti kelas atau kajian lengkap beliau atas satu topik, kemungkinan besar berpotensi salah paham dengan gaya penulisannya yang to the point. Tapi jika rutin, setidaknya pernah berguru 2 kelas saja, insya Allah paham. Adapun jika tetap berbeda pandangan, tentu itu perkara lain. Bukankah Allah menciptakan milyaran manusia dengan milyaran ide di benak masing-masing?

Maka tepatlah jika pasca terbitnya dua buku Keluarga Peradaban, Ustadz Aad mengadakan Kajian Intensif #kurikulumkeluarga. Jika diibaratkan kereta, sepertinya ini merupakan rangkaian gerbong selanjutnya dari yang dipaparkan dalam buku. Agar pembaca tidak salah paham dan tak pula menimbulkan multitafsir.



Maka silakan daftar kelasnya dan resapi ilmu tentang Membangun Peradaban dengan Kurikulum Keluarga Saleh Progresif atau A Progressive Family Toward Civilization.

Semoga kita bisa menyumbang batu bata, semen, pasir atau elemen apapun dalam membangun peradaban di bumi Allah ini.

Sila daftar ke ☎️ wa.me/628179279177

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?