Skip to main content

Yeay, Bilal Bisa pegang sendok!

Bunda, Bilal bisa pegang sendok, Yeay!
Berbinar matamu saat melaporkan hal itu pada Bunda semalam.

Oh ya? 

Iya, gini nih. Jempolnya di sini, jari-jarinya di sini, kaya gini. Tante Nanda yang ngajarin. Bilal sekarang udah pinter! Bunda bisa gak? Sini Bilal ajarin...
Ujarmu dengan polos dan ceria, tentu saja.

Deg!
Jantung rasanya berhenti berdegup sejenak. Suatu hal sederhana yang sanggup membuat terpana.

Owalaah Nak, jungkir balik Bunda ngajarin kamu adab makan sambil duduk, doa sebelum makan, tidak makan sambil nonton tivi, menyiapkan minum supaya nggak bolak-balik ke dapur mengambilnya saat makan dan lain-lain hal 'penting' sampai urusan mengenal huruf Hijaiyah dan menghafal surat pendek, tapi Bunda lupa mengajarkanmu memegang sendok dengan baik dan benar. Lalu kini, tantemu yang melakukannya.

Kemana ajaa atuh Bundamu ini, Nak? Sampai terlewat hal mendasar seperti itu...

Sendok, next what else?
Bunda lantas mengingat-ingat segala aktifitas yang kau lakukan dalam sehari. Makan, mandi... Ah ya, kau sudah bisa menggosok gigi dan mandi sendiri. Bunda hanya perlu mengambilkan pasta gigi. Lalu pakai baju, juga sudah bisa. Paling kadang kesulitan pakai singlet. Apa lagi? Sepatu... Sudah. 

Dan, aaah... Sungguh ini pelajaran berharga untuk Bunda. Bahwa ada hal-hal yang tampak sederhana untuk kami--orang dewasa, yang seringkali tak terlihat, atau kami anggap itu bakalan dengan otomatis bisa dilakukan dengan melihat saja (tapi nyatanya tidak, setidaknya untukmu).  Bahwa life skill meski tampak 'remeh' tapi akan sangat penting untuk kehidupan anak-anak di masa mendatang.

Sudah Bunda catat, nak. Semoga lain kali Bunda bisa melihat binar matamu setelah belajar sesuatu (hal sederhana yg tak pernah terpikirkan sebelumnya) dengan Bunda.

Love you, mmwaah
Bunda

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru