Skip to main content

Bilal Berperang Melawan Setan

"Min syarril waswaasil khannaas.
Artinya, dari kejahatan bisikan syetan yang tersembunyi."
Mantap engkau melafalkan itu. Good job, Aa Bilal! MasyaaAllah, tabarakallaah...

Sudah beberapa hari Aa Bilal ikut kelas menghafal Qur'an surat An Nas secara online di Hots Al Kauny. Dimana hafalan setiap harinya harus disertai dengan arti per kata. Taukah kamu, Nak, bahwa sebelumnya Bunda maju mundur mau mengikutsertakan dirimu. Khawatir terlalu memaksakan kemampuan. Pun banyak yang bilang, apa gunanya menghafal kalau belum bisa baca dengan tartil? Tapi ah, bismillah saja, Bunda tetap memasukkan kamu kesana. Niatnya apa? Lillaah, supaya kamu memahami ayat-ayat cinta Nya.

Terbukti, di ayat ke-4 An Nas ini kamu mempertanyakan artinya. Yess, kesempatan Bunda untuk menjelaskannya.

Aa, syetan itu baik tidak?

Jahat!

Suka apa?

Suka nyuruh yang jelek-jelek.

Iyes, kalo nyuruh syetannya keliatan ga?

Enggak

Betul, dia sembunyi. Pengecut sekali ya?

Iya. Kenapa syetan pengecut?

Takut dipukul sama manusia yang dibisikin kejelekan.

Emangnya syetan penakut? Bilal mah takut sama syetan.

Tentu saja. Kalau berani dia ga akan sembunyi.

Oh iya ya..

Nah syetan selalu membisikkan segala kejahatan. Aa tau gak apa aja?

Jangan solat, jangan gosok gigi, makan pakai tangan kiri, makan sambil jalan-jalan, bunuh semut, sama emmh... Apa lagi, Bun?

Jangan nurut Bunda suruh tidur siang, teriak aja kalau mau minta apa-apa.

Oh iya..

Syetan senang sekali kalau kita nurut sama dia.

Kenapa?

Karena dia jadi ada teman di neraka. Tapi kalo kits gak nurut, syetan sedih.

Karena gak ada teman?

Iya betul. Apalagi kalau kita selalu berdoa. 

Syetannya kebakar kaya di film kartun?

Iyaa... Aa ingat ya?

Aah panass! Panasss!

Jadi Aa Bilal udah ngerti tentang syetan yang membisikkan kejahatan sambil bersembunyi?

Iya.

Nah kalau kita nggak nurut, artinya kita berhasil melawan syetan.

Kita menang dan syetan kalah?

Betul, nak!

Kaya Bilal tadi donk, pas gak mau setor hafalan trus marah, sama Bunda diajak ayo setoran biar syetannya pergi, trus Bilal nurut. Jadi sekarang syetannya udah pergi dari hati Bilal?

Sudah, pergi jauuuh.

Balik lagi nggak?

Pasti balik lagi, mau nyoba lagi ngajak Aa jadi temannya.

Ih Bilal gak mau!

Harus gimana biar menang melawan syetan?

Jangan diturutin kalo dia bisik-bisik.

Pintar!
***


Ah sejuk sekali Bunda mendengar itu dari mulutmu, Nak. Selalu Bunda langitkan doa di setiap sujud, agar engkau menjadi Hafizh Qur'an. Tidak hanya hafal tapi juga mengerti artinya dan bisa mengamalkannya dalam keseharianmu. 

Bukan buat gaya-gayaan ya, ingat!

Oke, segitu dulu cerita Bunda malam ini. Setelah sekian lama tak menulis, Alhamdulillah Bunda bisa kembali menuliskan cerita tentang kalian.

Next apa lagi? Yah gimana nanti deh. Yang jelas malam ini Bunda lelah sekali. Sudah 3-4 hari nenek sakit. Artinya segala pekerjaan di rumah harus dikerjakan oleh Bunda.

Ih Bunda, gitu aja ngeluh. Iya nak, maaf ya. Badan Bunda kalian ini gak sekuat ibu-ibu lain yang sanggup membereskan setrikaan setinggi gunung uhud dan cucian piring satu bak sink lalu masih tetap sanggup nonton drakor. Sungguh, Bunda tak sekuat itu. That's why kita nyaris selalu hire asisten. Semoga hal ini tak mengurangi cinta kalian pada Bunda ya, shalih dan shalihaku tersayang.

Love you as always,
Bunda

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru