Skip to main content

Momster Mata Panda

Enggaaak, pokoknya enggak boleeh! Gausah tanya kenapa!

Please jauh-jauuuh dari Nailah!

Makan sekarang juga! Gak ada ayam goreng, adanya telor. Makan itu!
***

Saat suara menggelegar seperti itu terdengar di rumah kita, anak-anak... Percayalah itu bukan bunda, tapi Momster alias Mommy Monster. Yang harus kalian liat pertama kali, adalah matanya. Jika tampak berwarna agak merah dengan lingkaran hitam di bawahnya, pastikan bahwa monster jahat itu terbentuk dari begadang selama minimal 2 hari.

You can't ask anything, all you have to do is just say Yes or keep silent.

Entahlah anak-anak, Bunda hingga saat ini belum menemukan rumus yang baik untuk tetap cantik, manis, sabar dan lemah lembut setelah melewati malam-malam panjang tanpa tidur. Apalagi jika bersamaan dengan menggendong bayi yang sedang betah tidur hanya di pangkuan, alias kalau ditaruh di kasur langsung bangun. Oh ya ampun, horor itu namanya.

Maka jika itu terjadi, nyaris dapat dipastikan Bunda akan berubah jadi momster di sepanjang pagi-siang. Kecuali kalau sudah bayar utang tidur satu jam saja.

Ayah kalo abis begadang gak jadi monster, kok Bunda bisa sih?

Hey kids, listen to me...
Tanya deh ayah kalian kalau begadang yang dihadapi apa? Laptop kaan, karena ada pekerjaan tambahan atau kerja shift malam yang menjanjikan libur keesokan harinya. Bayangan bisa tidur di pagi hari tentu memberikan efek psikis berbeda dengan bayangan rutinitas pagi yang padat mulai memandikan, menyiapkan sarapan dan nyebokin. Paham? Nailah terutama. Bersiaplah menjadi ibu, nak... Dan kalian, Gaza... Bilal! Hei para bujang, jangan kabur. Bersiaplah jadi suami yang bisa membantu meringankan beban isteri. Kalaupun gak mampu, minimal tidak menambah beban dan atau mampu menghibur. Misalnya tidak membuatnya kecil hati dengan bilang, "Sarapannya telor lagi telor lagi. Kemarin dadar, sekarang ceplok."

Please don't say that! Karena itu sama aja dengan membangunkan monster di dalam diri seorang ibu dengan bayi yang baru saja begadang. Paham? Okesip, bagus...

Tapi yaa tentu saja tak elok juga menjadikan ini alasan untuk jadi seorang pemarah. Emosi tetap harus dikontrol, bukan demikian? Jangan salah, I've been trying...tapi itu sungguh tidak mudah. Para ahli sudah melakukan penelitian dan mendapati bahwa kurang tidur memang berpengaruh terhadap emosi. Orang menjadi lebih mudah marah.

Kabuuur!

Biasanya kalian sudah mulai hafal jika Bunda sedang bertransformasi jadi momster. Iya bener, kabur aja, biar Bunda punya ruang yang lebih lapang untuk tarik napas panjang lalu istighfar sebelun teriak. Syukur bisa tidur, biasanya monster pergi sesudahnya dan Bunda bisa kembali jadi ibu peri baik hati hahaha.

Tapi satu yang Bunda syukuri, kalian tetap saja mencintai Bunda apapun yang terjadi. Unconditionally love katanya itu namanya. Cinta tanpa syarat. Berharap Bunda bisa membalasnya ratusan kali lipat dengan lebih baik, lebih mesra.

Karena kalian adalah cinta Bunda. Yang membuat Bunda selalu ingin hidup lebih lama lagi, hanya karena tak ingin melewatkan beragam kisah baru bersama.

Love you to the sun and back
Bunda

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru