Skip to main content

Ibu Minimalis

Anak-anak Bunda tersayang...

Lama Bunda tak menulis. Aiih banyak betul urusan beberapa hari belakangan ini. Belum lah badan Bunda yang nyerinya setengah mati. Rupanya karena terlewat pijat pasca 40 hari melahirkan. Ah ya, acapkali Bunda memang melupakan urusan pribadi setelah hadirnya kalian. Tapi tak apa, sudah tertunaikan tadi koq. Everything is ok Alhamdulillah :)

Hari ini begitu spesial untuk Bunda, nak... It's your birthday, Abang Gaza. Oh ya, seperti biasa memang tak pernah ada perayaan apa2 untuk ulangtahun siapapun di rumah ini. Bahkan tak saling mengucapkan selamat pun bagi kita sudah biasa. Ya, ulangtahun memang bukan untuk diperingati tapi menjadi momen perenungan. Muhasabah. Bukan cuma untuk yang berulangtahun, tapi juga untuk Bunda sebagai ibu kalian.

Semalam kemarin Bunda sempat tak bisa tidur sebelum akhirnya mengalami nyeri lengan menjelang subuh. Nah saat itu Bunda merenung mengenai keinginan konyol yg pernah ada di hati dan otak ini. Ya konyol buat Bunda saja sih, bukan untuk orang lain. Karena setiap orang kan beda, ya...

Kalian tahu anak-anak, Bunda pernah ingin jadi Supermom! Iya Supermom. Yang dalam benak Bunda, itu adalah sosok sempurna seorang ibu. Ibu yang pandai mendidik dan mengasuh anak dengan super sabar dan pintar. Lalu tetap cantik, langsing dan wangi tanpa bau bawang atau ompol. Sigap mengurus dapur. Tetap bisa mandiri produktif menghasilkan uang. Yes, for me that's Supermom. Sebagai tambahan, tetap eksis di socmed donk. Itu kan kriteria emak2 zaman now ya.

Been there. Done that.
Bunda pernah jumpalitan dalam ranah2 itu. Merasa bangga karena bisa menjadi ibu yang menurut Bunda Supermom. Menulis buku, mengurus anak sendiri, menjadi guru home education, belanja, masak dan lain-lain. I'm a Supermom, my heart proudly say.

Tapi Bunda lalu merasa lelah. Lama-lama hati kecil bertanya, untuk apa semua itu? Mengundang decak kagum orang lain kah? Menjadikan kalian sebagai anak yang terdepan kah? Jika ya, untuk apa? Kebanggaan?

Ah semu...

Bunda lalu mencoba mengubah haluan. Diawali dwngan Bunda mencoba menerima diri sendiri apa adanya dg segenap kekurangan dan kelebihan. Oke, Bunda bisa menjadi guru home education untuk kalian. Tapi jika ingin optimal, tak bisa Bunda menjadi koki profesional setiap hari di sela-sela mengajar kalian. Bunda tak bisa beberes rumah dengan baik, tapi insyaaAllah Bunda sanggup membacakan kisah-kisah teladan untuk kalian setiap hari. Menceritakan dengan intonasi baik, yang bahkan menurut Gaza cara Bunda bercerita itu seperti menyanyi!

Jujur dan menerima kekurangan serta kelebihan diri apa adanya itu ternyata menyenangkan, anak-anak. Tidak ada beban.

Lalu seiring hebohnya aksi bela Islam tahun lalu, Bunda kagum terhadap teman-teman para mujahidah yang berjuang di lapangan. Hadir dalam setiap aksi bahkan di tengah kondisi hamil besar atau bawa bayi sekalipun. Mereka ada di barisan terdepan membela agama dan ulama. Sungguh Bunda iri. Bunda ingin ada di sana. Tapi karena secara tenaga fisik Bunda tak cukup kuat, maka Bunda pun memilih aktif di media sosial. Bunda Dengan semangat menulis, share atau mengomentari segala topik terkait aksi bela islam. Awalnya menyenangkan. Tapi lama-lama, Bunda tersadar bahwa aktivitas tersebut sedikit banyak mengurangi kebersamaan Bunda dengan kalian. Bunda merasa membela kepentingan ummat memiliki pahala yang lebih besar daripada kalian. Ah, Bunda lupa prioritas sebagai seorang Ibu

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allâh terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
[at-Tahrîm/66:6]

Sumber: https://almanhaj.or.id/4126-jagalah-dirimu-dan-keluargamu-dari-api-neraka.html


Astaghfirullah...
Semoga Allah ampuni Bunda. Doakan itu anak-anak. Bukan Bunda tak peduli pada perjuangan ummat. Bukan tak ada ghirah lagi dalam diri untuk membela agama dan ulama. Tapi perlahan Bunda mundur dan memilih jalan lain untuk berjuang. Bunda memilih untuk fokus mendidik, mengasuh dan menjadi teman kalian saja. Sebagai upaya untuk kita menghindari api neraka. Mudah-mudahan kelak kalian lah yang ada di garda terdepan dalam upaya membela agama.

Jika di luar itu Bunda bekerja atau menulis, anggap lah itu sebagai me time agar Bunda tetap bisa mengaktualisasikan kemampuan diri. Agar Bunda tetap memiliki manfaat untuk sesama.

Nak, hidup Bunda rasanya lebih bermakna sejak memutuskan menjadi 'ibu minimalis'. Bunda tak usah khawatir tak dianggap Supermom atau emak zaman now yang selalu update. Bunda tak peduli saat jujur tak tahu berita terkini. Bunda lebih khawatir jika tak tahu perkembangan Gaza di sekolah atau membiarkan Bilal duduk di pojokan sendiri seperti biasa jika sedang kesal atau sedih, tanpa mampu membuat kembali bahagia.

Apalagi sekarang sudah ada Nailah. Ingin sekali Bunda menjadi teladan pertama bagimu untuk menjadi seorang perempuan shaliha. Meski ah masih banyak yang harus Bunda pelajari untuk itu. Paling tidak, Bunda bisa menunjukkan pada kalian siapa saja yang bisa menjadi suri tauladan.

Nak, kini Bunda cukup bahagia mengakui sebagai ibu minimalis. Tak ada sedikitpun rasa malu. Rasa malu kini Bunda persembahkan pada Allah semata.

Malu jika nanti Dia bertanya, Apa yang kau ajarkan pada anak-anak yang Aku amanahkan?

Nak, banyak-banyaklah berdoa untuk Bunda agar Allah ampuni kesalahan Bunda dalam mendidik kalian selama ini. Doakan semoga Bunda istiqomah.

Cinta yang selalu penuh untuk kalian,
Bunda

Comments

Popular posts from this blog

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya