Skip to main content

Saat Tak Lagi Selalu Bersama


 "Sabar, cuma sebentar. Anak-anak gak selamanya bareng kita." 

Nasehat itu saya dengar dari para ibu senior, bertahun-tahun lalu saat baru punya dua anak, yang selalu jadi buntut ibunya. Yang bahkan ibunya baru sedetik di kamar mandi aja dicariin.

Iya, literally sedetik!

Saya menatap kehidupan para kakak sepupu dan teman-teman yang punya anak beranjak dewasa, dengan dunia mereka masing-masing. Weekend saat ada acara keluarga, anak tertua tidak ikut karena hang out sama teman-temannya atau ada kegiatan sekolah.

Lalu gantian melirik dua lelaki kecil yang berebut mau duduk dekat bundanya, kapan dan di manapun itu.

Waktu berlalu. Perlahan saya mulai mengalaminya.

Si sulung sudah banyak kegiatan bareng sekolah. Entah ekskul, kerja kelompok, nobar bioskop dll.

Hari ini saya menghadiri gathering pembukaan project #aparkostdekatIPB, si sulung PKL sama sekolahnya di daerah Jakarta Pusat.

Ayahnya yang khawatir. Berulangkali memberitahunya tentang cara tap barcode KRL dari ponsel, pesan ojol dll. Mikir, cukup gak ya uang sakunya. Cukup gak ya bekal makan siangnya, dll.

Saya senyum aja. Bukan mau jemawa, tapi saya kenal karakter si sulung. Meski termasuk yg paling manja di antara saudaranya, tapi survival skill-nya terbilang baik. Ia insya Allah sudah bisa dipercaya perkara pergi tanpa didampingi orangtua.

Bener aja, siang saat urusan sudah selesai, dia wa minta izin nonton bioskop bareng temen-temennya. Masya Allah Tabarakallah.

"Hati-hati, Bang. Jangan lupa shalat dulu." 

"Iyaa Bun!"

Waktu berlalu. Jatah usia berkurang. Jangan lengah.


Salam hangat, 

Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?