Skip to main content

Saat Anak Mengaku Sakit di Pagi Hari


Pernah mengalami yang seperti ini, Manteman?

Saya, setelah sekian lama nggak, hari ini terjadi lagi. Sekaligus dua, malah. Si sulung dan anak gadis! Keduanya sama-sama nggak mau sekolah karena pusing.

Panik gak panik gak? Enggak sih, kesel doang. Lagi sibuk bikin sarapan, kudapan dan bekal makan siang, masih harus ngurusin yang (kayanya) #psikosomatis

Tau Psikosomatis? Itu lho sakit yang terasa parah karena efek psikologis cemas berlebih terhadap suatu hal. Salah satunya cemas mau menghadapi guru killer, pelajaran yang sulit, takut dibu-lly dan lain-lain. Gejalanya bisa mendadak pusing, sakit perut, gatal-gatal dll. Padahal kalau dibawa ke dokter, cek lab, penyakitnya nggak terdeteksi. 

Please gak usah ngomong ain, jin dan semacamnya dulu, ya. Itu topik berbeda, ada bahasan tersendiri. 

Alih-alih marah-marah, gak akan guna menghadapi anak terduga psikosomatis. Mending kita ngobrol berhadapan sejajar sama anak. Tanya, kenapa?

"Hari ini ada tes pelajaran, Gaza belum siap, susah banget. Dari kemarin sore, malem sama tadi abis subuh dipelajari tapi tetap gak bisa. Malah bikin pusing, badan pegal smua." Si sulung akhirnya bersuara.

Nah kaan, akhirnya ketemu!

Another big no adalah, "Kamu sih main mulu! Makanya belajar tuh dicicil!"

Yang saya lakukan adalah, "Bang, Bunda juga dulu pernah begini. Tiap mau ulangan Biologi pusing. Minta gak sekolah, tapi sama Mamam gak dikasih izin. Gak tau kenapa, tapi pelajaran satu itu susaah banget. Pernah nilai ujian Bunda di bawah 50. Dapet tugas supaya di rapot gak merah."

"Tapi kan Bunda pinter, ranking."

"Iya tapi kan gak smua pelajaran Bunda bisa. Bahasa hayuk, Matematika oke. Biologi ini subhanallah, dahlah kalau boleh milih jangan ada pelajaran itu di sekolah."

"Trus dapet jelek gimana?"

"Ya terima, gakan dipu-kulin kan sama gurunya. Paling ditanya, belajar gak? Jawab aja belajar, tuh ulangan lain bagus, tapi Biologi emang kelemahan saya."

"Kenapa gak suka Biologi?"

"Salah satunya karena Bunda jijikan. Kalo masuk lab Bio, mau mun-tah rasanya. Tapi ya dihadapi aja. Sambil yakin ntar setelah kls 2 SMA mau masuk IPS, jadi gakan ketemu Biologi lagi."

(Eh kuliah Psikologi ketemu lagi, malah plus Neurologi, ya Allah!)

"Tapi Gaza beneran gak bisa."

"Pasti ada kesempatan ngulang."

"Kalau nggak ada?"

"Ya gapapa nilai seadanya. Ntar kalau udah gede, bisa jadi cerita. Ngetawain diri sendiri."

"Bunda gapapa?"

"Yang sekolah kamu kok Bunda yang apa-apa? Buat Bunda yg penting kamu udah usaha."

Gak pake lama, anak itu beringsut ke kamar mandi. Pendek kata smua dijalankan dan berangkat sekolah lah dia.

Tugas selanjutnya adalah anak gadis. Sama dia juga ngaku pusing. Tapi secara semalam dia main aktif banget sama adik sepupunya, saya curiga dia juga alasan doang. Gak sampai psikosomatis malah, ga ada gejalanya soalnya.

"Ya udah gak papa gak sekolah, mandi aja dulu."

Dia nurut. 

Selesai mandi, "Kok dipakein seragam?"

"Pakai aja dulu, ntar abis makan kalau masih pusing, buka lagi."

Masih nurut.

Selesai sarapan, Ayahnya pulang dari sekolah kakak-kakaknya, pecah lah tangisnya, "Ayah, Bunda maksa Ade sekolah. Padahal udah dibilangin kalau Ade pusing!"

Entah ngobrol apa sama Ayahnya, akhir kata anak itu mengganti seragam sekolahnya dengan baju rumah. Fix nggak masuk! Hadeeuh ...

Monmaap kalau tulisan kali ini gak memenuhi ekspektasi. Ilmu saya ternyata belum mumpuni dalam menghadapi 'konspi-rasi' anak gadis dan ayahnya, hahaha!


Salam hangat,

Pritha Khalida 🌷


Btw tuh anak sekarang udah ceria main sama sepupunya. Dasar wanita! #eh

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?