Skip to main content

Depresi Karena Kurang Iman?


Banyak yang nanya, "Apa betul depresi karena kurang iman? Padahal si A ibadahnya mantap. Jangankan yang wajib, semua ibadah sunah dijalankan." 

Kita ini manusia, bukan?

Salah satu fitrahnya adalah memiliki nafsu, bisa punya dosa. Lain dengan malaikat, yang gak dikasih nafsu, patuh tanpa tapi terhadap seluruh perintah Allah. 

Nah kadar keimanan manusia itu naik-turun. Itu manusiawi banget. Jadi mungkin saja ada seorang penghafal Qur'an atau ahli sedekah depresi. Artinya kondisi keimanannya lagi down. 

Kok bisa?

Ya bisa, kan bukan malaikat. Boleh jadi ujiannya sangat berat sementara support system tak memadai. Sang penghafal Qur'an misalnya kehilangan orangtua yang sangat dicintai. Atau si ahli sedekah, kehilangan hartanya tiba-tiba, sehingga jangankan bersedekah, bahkan masuk jadi golongan penerima zakat. 

Atau boleh jadi ada maksiat yang dilakukan dan menyakiti orang lain, yang bikin dia mendoakan hal buruk. Ingat kan kalau doa orang yang terzalimi itu mudah dikabulkan? 

Yang jelas kalau memang kualitas ibadah seseorang baik, pemahaman agamanya baik, maka relatif lebih mudah pulih. Karena dengan sedikit bantuan saja biasanya mereka akan cepat sadar dan bertaubat pada Allah. 

Enggak yang malah menggugat, "Ya Allah kenapa aku?" 

Kata Allah, "Kenapa nggak?" 

Inilah pentingnya selalu menjaga kualitas iman, melalui Tazkiyatun Nafs, menyucikan jiwa dari niat selain karena Allah. 

Adakalanya belok, ya gak papa wajar. Segera putar balik, luruskan lagi. 

Ada satu catatan penting untuk para konselor, hindari bilang ke klien yang baru datang bahwa mereka mengalami gangguan mental karena kurang iman. Ya malah makin drop, defensif. Dengarkan saja dulu. Bimbing untuk meningkatkan self awareness, self esteem, self confidence sambil senantiasa menyertakan Allah dalam prosesnya. Nanti saat sudah Mindfulness, insya Allah akan sadar sendiri. 

Yang merasa imannya lagi drop dan butuh penguat mental, yuk ikut Umroh Tazkiyatun Nafs bareng Ustadzah Sayyidah Murtafiah. Insya Allah 28 Februari 2024. Kita bersihkan jiwa, luruskan niat dan saling support untuk sama-sama menuju surga. 

Daftar ke wa.me/628179279177 


Salam hangat,

Pritha Khalida🌷

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?