Skip to main content

Surga Dunia yang Berbeda


Surga Dunia yang Berbeda

Pertama liat pic ini, saya langsung merenung. Tumben, Xavier kali ini bener, eh ... serius nanggepin satu hal. Biasanya becanda mulu.

Well, kita sebagai manusia diciptakan dengan kelebihan, kekurangan dan keunikan masing-masing. Setiap kita juga punya kesukaan, harapan dan impian masing-masing.

Nggak ada impian yang terlalu sederhana, pun sebaliknya terlalu tinggi.

Nggak ada hobi yang jelek, kecuali melanggar syariat.

Jadi saat seseorang suka mancing sampai berjam-jam, ya udah itu memang hobinya. Asal dia gak melupakan kewajiban baik terhadap Rabb-nya atau keluarganya, mereka yang hobinya main golf gak boleh julid.

Saat ada anak yang cita-citanya pengen jadi ibu rumahtangga, nggak seorangpun yang boleh merendahkannya dengan bilang, "Yah masa jadi IRT doang? Apa kek jadi presiden!"

Emang kenapa dengan menjadikan ibu rumahnya sebagai cita-cita? Mungkin dia melihat ibunya yang menjalankan peran sebagai ibu rumahtangga dengan sukses dan bahagia. Maka dia ingin menjadi seperti itu. Artinya sang ibu sukses menjadikan dirinya teladan yang baik di mata anak gadisnya. Ingat, anak gadis. Larang kalau ada anak lelaki yang bercita-cita jadi ibu rumahtangga!

Saat ada pedagang yang bilang, "Alhamdulillah, bahagia itu sederhana."
Atas penghasilannya sebesar seratus ribu hari itu. Nggak seorangpun, meski coach bisnis atau motivator sekalipun berhak bilang, "Gak akan berkembang orang kaya gini, dapet segitu aja udah seneng. Mental pedagang, gak bisa jadi pebisnis."

So what kalau dia memang bahagia dengan hasil segitu? Baginya segitu cukup untuk menafkahi keluarganya paling tidak di hari itu. Perkara dia mau scale-up dari pedagang ke pebisnis, ya itu urusan dia. Kesuksesan dan kebahagiaan nggak selalu harus diukur dari jumlah penghasilan.

Jika dari tadi kita bahas dari yang 'eksklusif' ke 'sederhana', maka peraturan tak tertulis ini juga berlaku sebaliknya.

Jangan julid kalau kita lihat kesukaan atau impian orang lain yang tinggi, bahkan nyaris tak terjangkau oleh kita.

"Bismillah aku mau naik haji tahun depan."

Misalnya lihat teman medsos ada yang menuliskan itu di statusnya, saat kita ada di posisi buat makan sehari-hari aja susah, jangan pernah terbersit pemikiran, "Ya iya dia mah kaya, bisnisnya maju, suaminya juga punya jabatan tinggi. Gue buat makan aja ngap-ngapan."

Cukup aamiin-kan saja. Bukankah saat kita mendoakan orang lain tanpa sepengetahuannya, maka doa yang sama akan malaikat panjatkan untuk kita?

“Tidak ada seorang Muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya (sesama Muslim) tanpa sepengetahuannya, melainkan malaikat akan berkata, 'Dan bagimu juga kebaikan yang sama'," (HR. Imam Muslim).

Atau biasanya nih, kalau lihat gaya hidup atau pola asuh artis/selebgram, kita suka ngebatin, "Ya elo bisa sesabar itu tetap slay saat anak tantrum dan berantakin segala macem, pembantu mabelas biji. Coba kaya gue segala dikerjain sendiri, mana bisa gitu?"

Please tahan ...
Kita seolah lagi menyalahkan Allah atas takdir yang dimiliki. Belum tentu juga kita bahagia kalau tukar takdir dengannya. Di balik layar, kita nggak tau dalam hal apa si artis/selebgram tersebut diuji.

Bersyukurlah dengan apa yang kau punya. Maka Allah akan tambahkan nikmat-Nya.

Berbahagialah jika surga dunia yang kita punya saat ini 'cuma' kasih sayang ibu dan temen kita punya seperangkat gadget canggih, rumah mewah dan segala isinya yang instagram-able.

Sebelum yang ada itu, Allah ambil juga.

Karena iri atau julid itu bikin capek, Bestie.

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru