Skip to main content

Bicara Cinta dengan ABG Laki-laki



Semalam si sulung cerita kalau dia habis di ... apa ya kemarin istilahnya, lupa. Pokoknya semacam dijodoh-jodohin gitu, sama adik kelasnya. Entah sebab apa, katanya ada yang bilang suka duluan.

"Memangnya Abang suka sama dia?"

"Suka, eh enggak. Maksudnya ya seneng aja suka mabar, bareng yang lain juga. Bukan suka yang terus ngejar-ngejar buat dijadiin pacar. Lagian dia juga udah punya pacar."

"Kok tau dia punya pacar?"

"Pernah liat story-nya."

"Oh, Abang cemburu nggak?"

"Enggak lah. Ya biarin aja."

"Kesal?"

"Enggak juga."

"Masih suka mabar?"

"Masih."

"Sama dia doang atau ada yang lain?"

"Banyakan, gak pernah berdua doang. Kan Bunda suka dengar Gaza kalo mabar sama siapa aja."

"Jadi, apa Abang ada niat punya pacar?"

"Enggak, gak punya modal. Tekor lah kaya temen Gaza nraktirin makan, nonton. Dia mah orang kaya."

"Bagus alasannya, tapi sebagai orang Muslim, patokannya jangan cuma itu."

"Apa?"

"Punya pacar itu mendekati z1na. Di Al Qur'an, Allah nggak nyuruh jangan berz1na, tapi bahkan Jangan Mendekati Z1na. Sementara pacaran, syetannya kuat! Awalnya cuma bilang suka, trus jadian. Trus ngobrol bareng. Ah gak seru ngobrol doang, ya liat-liatan. Kok nggemesin? Eh di pipinya ada kecap, elapin deh."

"Lah kan bukan mahrom?"

"Nah itu paham, alhamdulillah. Tapi orang pacaran, emang masih inget perkara mahrom? Jarang, Bang. Mereka tau, tapi mendadak lupa."

"Gaza pernah liat di youtube ada yang LDR. Eh LDR itu apaan sih?"

"Long Distance Relationship, pacaran jarak jauh."

"Nah si perempuannya jemput pacarnya di bandara. Trus taunya dilamar, dikasih cincin. Keliatan seneng, langsung dipeluk. Dalem hati, apa gak malu itu meluk-meluk depan orang banyak?"

"Harusnya malu. Lagian main gabruk gitu, kaya kucing aja. Coba, kamu pernah liat kucing kaw1n gak?"

"Pernah, diintai sama kucing jant4n trus langsung digabruk, digigit."

"Nah, apa bedanya kalau gitu, manusia sama kucing? Padahal Allah kasih akal pada manusia, kucing mah enggak. Wajar asal suka trus gabruk."

"Bun, tapi kalau pacaran cuma bareng aja, gak pegangan, gak berduaan, boleh gak?"

"Itu namanya ikhtilat, berdekatan dengan non mahrom. Dan ikhtilat ini godaan set4nnya kuat. Karena sering bareng, jadi naksir. Liat kesehariannya kok baik, jadi kebayang-bayang. Bikin sholat gak khusyu, belajar males."

"Tapi ada yang katanya jadi penyemangat belajar."

"Alasan doang, jangan percaya. Kalaupun iya, itu fatamorgana. Ntar giliran dia nyebelin dikit, rungsing, gak semangat belajar. Dih apaan pake penyemangat model begitu? Putus, nangiss."

"Iya Gaza emang gak kepikiran sih."
"Ya bagus."

"Nyari modal dulu."

"Bukan cuma uang, Gaz. Tapi udah diajarin caranya yaitu liat harta, kedudukan, tampang sama agamanya."

"Perempuan dinikahi karena 4 hal yaitu (1) hartanya, (2) keturunannya, (3) kecantikannya dan (4) agamanya. Maka pilihlah yang baik agamanya, niscaya kamu akan beruntung.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, an-Nasai, dan Ibnu Majah)

"Kalau agamanya baik tapi lainnya gak baik?"

"Ya liat, kalau kurangnya tipis-tipis masih sekiranya terjangkau untuk diperbaiki atau dipahami, boleh lanjut. Misalnya dia bagus akhlaknya tapi mukanya gak good looking. Sekiranya bisa lebih menarik dengan dimodalin skincare atau disuruh ke salon, ya gak papa. Asal Gaza mau bersabar, gak yang liat orang lain lebih cantik trus berpaling. Isterinya ditinggalin, naudzubillahimindzalik."

"Ya masa udah nikah isterinya ditinggalin?"

"Ada aja sih, Bang. Namanya set4n, gak pernah capek godain manusia, biar ada temen di ner4ka nanti."

"Bun, kalau kita sekarang suka sama orang. Trus nanti udah gak suka, karena ada orang lain yang kita suka lagi. Trus nantinya gitu lagi. Jadi bad boy gak?"

"Kalau belum nikah mah bebas. Wajar lagian, kebutuhan orang kan meningkat. Misalnya sekarang Gaza seneng sama perempuan yang asyik diajak mabar. Ntar satu dua tahun lagi, suka sama perempuan yang pinter, baik akademik atau sport misalnya. Bisa jadi karena Gaza udah mulai fokus belajar atau olahraga dan bosen mabar.

Ntarnya lagi pas kuliah, sukanya sama perempuan yang pintar ngaji. Ya wajar, karena ada keinginan nanti kalau nikah biar bisa ngajarin anak-anak ngaji. Yang nggak boleh itu, dinyatakan."

"Kalau dia tau tanpa dinyatakan, gimana?"

"Gimana caranya bisa tau?"

"Ya kali gimana gitu."

"Selama kamu gak pernah ngomong, gak ngasih kode apa-apa, gak chatting yang nunjukin perhatian berlebih, gak bilang apa-apa ke temen macem nyampein salam atau apa, gak papa. Itu artinya dia GR. Dan itu bukan urusan kita. Tetap baik, jangan juga jadi dimusuhin. Coba Bunda tanya, pernah beli permen atau kue kan?"

"Pernah."

"Di toko atau warung, permen atau kue itu ada dua macem. Yang satu dibungkus rapet, lainnya dibiarin gitu aja cuma ditutup plastik. Kalau mau tinggal ambil. Makan di tempat pun bisa. Ini kalau ada dua makanan atau permen dengan jenis yang sama. Satunya dibungkus, lainnya digeletakin, kamu pilih yang mana?"

"Dibungkus lah. Yang ditutup plastik doang mah udah kena lalat lah, udah dipegang-pegang yang mau beli, keanginan."

"Biasanya yang gitu lebih mahal, gak papa?"

"Gak papa kalau punya uang mah. Kalau gak punya ya jangan beli dulu."

"Masya Allah bagus. Begitu cara milih jodoh. Nanti pas sudah mapan secara kesehatan, keimanan, keuangan, kasitau Bunda. Bunda yang carikan. Atau kalau Gaza punya calon, kasitau Bunda juga."

"Nanti Bunda stalking?"

"Yaiya lah."

"Kalau IG-nya dikunci?"

"Emak-emak selalu punya jalan untuk bisa dapetin infonya, percayalah."
"Bunda apain?"

"Dicek akhlaknya baik gak, pinter setidaknya bisa buat ngajarin cucu Bunda gak, liat juga gimana orangtuanya mendidik dia, sesuai ajaran Islam gak. Liat gimana cara dia menjaga diri, menjaga kesehatannya. Macem-macem lah. Yang paling penting, bisa cocok gak sama Bunda. Jangan sampai buka pintu dosa buat Gaza karena sibuk milih, Bunda atau isteri."
"Iya Gaza pernah nonton yang kaya gitu di film tivi ikan terbang. Isterinya pel1t, suaminya gak boleh ke rumah ibunya atau ngasih uang ibunya. Trus kena az4b."

"Nonton di mana?"

"Kalo ke rumah sodara. Ada yang nonton, Gaza ikutan."

"Gini deh patokan gampangnya. Kalau Gaza berniat macarin atau ngerayu anak orang, dibayangkan andai ada yang begitu sama Ade. Gaza bakalan suka gak?"

"Liat dulu, udah umur berapa, dia punya apa, layak apa enggak."

"Apa aja kelayakannya?"

"Gajinya cukup, good looking, sopan, pinter."

"Shalih jangan lupa."

"Iya gitu."

"Kalau semuanya minus, gimana?"

"Skip! Masa Nailah dikasih sama yang begitu?"

"Bagus, hal sama berlaku buat kamu saat mau sama anak gadis orang. Kalau datangnya sekarang pas masih SMP-SMA, keimanan masih minim, keuangan pas-pasan, yang ada diketawain. Tapi kalau datangnya nanti pas udah ajeg siap bertanggungjawab, amanah dan punya aset untuk menafkahi tanpa dia ikut bantu bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, baru dengan bangga Bunda temenin datengin orangtuanya."

"Kalau ditolak?"

"Dengan kondisi begitu ditolak? Bersyukurlah."

"Laah?"

"Ya iya, berarti Allah udah siapin yang lebih baik."

"Bunda pernah nolak orang?"

"Mmh, nggak tau lupa."

* Manteman, hemat saya, tidak perlu menceritakan masa lalu pada anak. Misalnya pernah punya mantan, pernah nolak orang atau semacamnya. Keep it secret. Gak penting anak untuk tau sejarah yang satu ini. Apalagi kalau nggak sesuai syariat karena masih jaman jahiliyah.

Sesaat hening di antara saya dan si sulung. Lumayan keringetan sih ngobrolin kaya gini sama dia.

"Bun, menurut Bunda, Gaza baiknya nikah umur berapa?"

"Kalau sudah selesai dengan masalah Gaza, sudah siap ngambil alih tanggungjawab minimal sama dengan yang dikasih orangtuanya sama anak perempuannya, silakan. Kira-kira bisa begitu umur berapa?"

"Hmm, dua lima?"

"Silakan dipikirkan dan direncanakan dari sekarang. Yang jelas Bunda berharap di situ cita-cita sudah tercapai. Jangan harap bisa memikul tanggungjawab atas orang lain saat Gaza saja masih jadi tanggungan orangtua."

"Beban keluarga!" katanya sambil ketawa.

"Nah itu. Jangan jadi anak-anak yang mengasuh anak-anak."

"Emang ada? Nikahnya masih muda banget?"

"Bukan, tapi orangtua yang jiwanya masih kekanak-kanakan. Masih cengeng, alay, lebay, emosi mudah meledak, egois. Ya sifat-sifat anak-anak lah. Gimana benernya orangtua kaya gitu mendidik anak?"

"Harus sempurna?"

"Mana ada manusia sempurna. Yang harus itu punya modal cukup dan mau terus belajar memperbaiki diri."

Anak itu manggut-manggut. Entah paham atau nggak. Tapi segini saja saya sudah sangat  bersyukur, ia terbuka menyampaikan isyu ini tanpa sungkan. Alhamdulillah.

Tentu saja ini bukan panduan mengatasi ABG jatuh cinta. Pengalaman saya masih sangat minim dengan anak pertama. Akan ada banyak yang ilmunya jauh di atas ini. Sekadar berbagi saja, mana tau ada yang perlu.

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru