Skip to main content

Saat Lelah/Insecure dengan Teori Parenting


Lelah dengan Teori Parenting yang ada?

Merasa insecure dengan larangan-larangan yang ada? 🤯🤯

Merasa jadi orangtua yang buruk karena melihat para pakar seringkali mencontohkan perilaku yang tampak di awang-awang untuk diteladani?

Beberapa waktu belakangan, saya terima banyak wa yang cerita tentang hal itu. 

Wajar!

Kabar baiknya, yang merasa begitu, Anda nggak sendiri. Ada banyak orangtua yang merasa demikian.

💗💗💗
"Tokoh parenting A lembut bangeet sama anak-anaknya. Persis Umma-nya Nussa Rarra. Aku boro-boro, yang ada anakku bilang, Ibu kaya Kak Ros." 😪

"Tokoh parenting B kayanya punya banyak waktu luang. Segala perkara bisa dibahas panjang lebar sama anaknya. Aku? Gak punya ART. Setiap detik begitu berharga untuk mengerjakan banyak hal, kalau nggak bisa keteteran urusan domestik." 😵‍💫

"Tokoh parenting C bilang harus ada kerjasama suami isteri dalam mewujudkan anak-anak shalih yang kuat karakter dan tauhidnya. Sementara aku, suami jauh/tidak peduli." 🥲
💗💗💗

Ibu ... (saya nyapanya Ibu aja, soalnya biasanya lebih banyak interaksinya dg anak. Kalau ada bapak yang merasa terpanggil, alhamdulillah).

Tenangkan diri, Bu.
Kabar baiknya, orangtua dan anak itu diciptakan Allah sepaket, bagai mur dan baut 🔩 💢 Setiap orangtua sudah diinstall kemampuan mengasuh dan mendidik anak yang terbaik oleh Allah, yang paling pas caranya untuk anak-anak mereka.

Ada ibu yang di mata kita kok galak amat sama anaknya, tapi kita nggak tau lho ternyata anak itu di masa depan sukses secara materi dan berakhlaqul karimah, berkat didikan ibunya yang galak. Karena memang didikan itu yg terbaik untuk dia.

Sebaliknya, ada Ibu yang kelewat 'lembut' justru saat dewasa anak-anaknya malah manja nggak ketulungan.

Enggak semua begitu tentu saja. Itu cuma contoh. Kasus sebaliknya bisa saja terjadi.

Tapi ada hikmah yang bisa kita petik, yaitu :
Cara pengasuhan seseorang belum tentu sesuai dengan kita. Sebaliknya apa yang kita terapkan pada anak, belum tentu juga sesuai untuk anak lain.

Jadi Teori Parenting itu gak perlu, dong?

Oh jangan salah, ini tetap diperlukan. Khususnya yang bersumber dari Al Qur'an dan Hadis. Supaya kita bisa mencontoh manusia-manusia terbaik yang sudah pernah Allah hadirkan ke dunia ini.

Siapa tak ingin punya anak berfisik kuat dan pemberani macam Khalid bin Walid?

Siapa tak ingin punya anak dengan tauhid kuat padahal kondisi minim (secara finansial) macam Bilal bin Rabah?

Siapa tak ingin kelak anak gadisnya tumbuh jadi sosok cerdas dan piawai berbisnis macam Bunda Khadijah Radhiyallahu 'anha?

"Ah enggak, anak saya cukup jadi supporter aja. Sosok yang mendukung dari belakang. Gak perlu jadi yang terdepan."

Mungkin akan ada yang bilang gitu. Nah, tanpa kita sadari, untuk jadi supporter yang baik pun ada ilmunya.

Masih ingat kisah Nailah binti Farafishah yang terpotong jarinya saat melindungi Utsman bin Affan, suaminya? Dia 'cuma' maju saat ada yang hendak menyerang suaminya. 

Keliatannya cuma itu yang dilakukan. Tapi terpikir nggak, bahwa memiliki mental pemberani macam Nailah binti Farafishah, tidak dibangun dalam semalam. Butuh proses yang panjang.

Di sini gunanya ilmu parenting. 

Memahami teladan dari sejarah dan petunjuk dalam Al Qur'an dan Hadis yang lalu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Sulit? Ya pasti.
Kan hadiahnya surga, bukan payung cantik.

Dan yang jelas, harus dicamkan adalah bahwa Parenting bukanlah sekadar bagaimana mendidik dan mengasuh anak. Di sini orangtua juga belajar bagaimana menjadi orangtua yang baik dan benar. 

Perbaiki diri agar bisa memperbaiki generasi penerus. Insya Allah kelak akan jadi amal jariyah.

Yuk sama-sama saling dukung, jangan malah saling tuding. Semua ibu terbaik untuk buah hatinya, insya Allah.

Salam hangat, 
Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?