Skip to main content

Hai Impian, Aku Punya Allah!

 

Malam ini saya habiskan dengan #pillowtalk dengan si sulung. Anak itu rupanya sedang mengkhawatirkan salah satu impian besarnya yang sudah mendekati deadline. Impian yang secara logis, menilik pada kemampuan, tak akan bisa terpenuhi.

Raut kecewa terpancar jelas di wajahnya.

Saya memeluknya sesaat, lalu menatap lekat matanya.

"Secara logis kita nggak mampu, tapi apa Abang lupa ada Allah? Berdoa lah, memohon sungguh-sungguh. Karena Allah bisa menjadikan apa yang gak mungkin jadi sangat mungkin."

"Berdoa mah udah tiap hari juga."

"Ya udah, tinggal kita bersiap akan dua hal, keajaiban Allah kabulkan atau kesabaran menerima ganti yang lebih baik dari impian itu."

Saya lalu mengisahkan satu cerita yang pernah dibaca bertahun-tahun lalu  Mengenai seseorang yang terjebak di toilet bandara sesaat sebelum penerbangannya menuju suatu tempat untuk presentasi bisnis bernilai sangat tinggi.

Qadarullah kunci toilet macet. Dan pada saat itu toilet seolah 'steril' dari pengunjung dan cleaning service sampai pesawatnya take off.

Setelah itu barulah berturut-turut datang orang ke toilet, termasuk cleaning service, yang akhirnya membantu dia keluar dari toilet.

Marah, kecewa, jengkel berpadu dalam benaknya. Bagaimana tidak, dia kehilangan peluang presentasi dg angka fantastis!

Saat sedang mengurus penerbangan selanjutnya, tidak lama setelahnya, terdengar berita bahwa pesawat yang sedianya akan ia tumpangi mengalami kecelakaan.

Lelaki itu ternganga. Kunci toilet yang rusak telah 'menyelamatkannya' dari musibah.

Itu yang namanya takdir. Tangan Allah bekerja saat memisahkannya dari rombongan penumpang yang memang sudah digariskan akan mengalami musibah di hari tersebut. Allah pula yang mendesain gerak pengunjung agar masuk ke toilet lain sehingga lama baru ketahuan ada yang terkunci di satu toilet.

"Ngerti gak, Bang?"

Anak saya menggeleng.

"Anggap aja impian kamu itu suatu perjalanan, kaya orang yang terkunci di toilet itu. Saat pada akhirnya kamu gagal menggapainya, sama kaya si orang itu yang gagal keluar dari toilet dan ketinggalan pesawat. Boleh jadi itu karena impianmu menurut Allah gak cukup baik. Dan kamu harus percaya kalau Allah lebih tau apa yang terbaik untuk hamba-Nya."

Anak itu tertunduk lesu.

"Eh tapi jangan putus asa juga. Masih ada waktu tersisa. Manfaatkan sebaik-baikmya untuk berdoa, minta ke Allah. Ya Allah, andai impian itu akan membawa pengaruh baik untukku, meningkatnya keimananku, kebaikan untuk keluargaku, orang lain du sekitarku, agamaku, maka ridhailah. Tapi jika sebaliknya, hindarkanlah dan  beri aku paham kenapa Engkau nggak kabulkan impian itu. Serta beri ganti yang jauh lebih baik."

"Masih ada kemungkinan bisa?" Wajahnya sedikit terangkat.

Saya mengangguk, "Dengar, meski seluruh jin dan manusia bersatu untuk menggagalkan sesuatu, tapi jika Allah berkehendak, maka upaya mereka nggak akan terwujud. Kita punya Allah tempat meminta segalanya. Yang akan memeluk semua doa dan impian. Berusahalah, berdoalah, lalu tawakal."

Wajahnya pun lebih tenang saat ia akhirnya terlelap tadi. Alhamdulillah.

Tersisa saya di sepertiga malam, memohon sungguh-sungguh akan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka, demi memenuhi impian itu. Serta kebesaran hatinya untuk menerima andai Allah sedang menyiapkan ganti yang lebih baik untuknya."

Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?