Skip to main content

Growing Up


"Om, boleh gak Gaza nginep di sini? Pulangnya besok pagi." Pas jemput si sulung di rumah sahabatnya, suami saya malah ditanya gitu. Padahal anaknya udah pake jas ujan, siap-siap pulang.

Bersahabat sejak SD dan sekarang dia jarang pulang karena mondok, akhirnya suami saya pun mengizinkan. Dia pulang lagi, sendiri. Ya nggak jauh sih, mungkin sekitar 4Km.

Tinggal saya terdiam, laki-laki ini udah gede. Bukan lagi anak kecil yang mesti saya omelin perkara tidur siang atau udah bikin pe er/belum. Karena ada hal-hal yang jauuh lebih penting untuk diingatkan padanya.

Pagi tadi salah satu poin Ustadz Aad dalam webinarnya adalah mengenai Enterpreneurship, atau kemampuan bertahan hidup. Anak ini meski so far badannya mungil, tapi nyalinya besar, masya Allah.

Beberapa kali bepergian jalan kaki atau main sepeda agak jauh dengan teman atau adiknya. Rasanya dalam setiap perjalanan itu, ada saja ide survival-nya, masya Allah.

Salah satunya pada satu perjalanan yang nggak disengaja jauh, mereka nyasar. Namanya nggak diniatkan, ya gak bawa uang. Laper, haus, panas terik. Nggak ada yang bawa ponsel. Dicoba sekali minta minum ke warung, nggak dikasih. Mungkin karena penampilan mereka yang nggak kaya orang susah, dikira mau ngerjain.

"Pokoknya mesti bayar. Tante kan jualan, bukan lagi sedekah." Gitu kata pemilik warung.

Temannya udah lemas. Si sulung mendadak kepikiran, ke masjid.

"Serius lu Gaz, kita minum air keran?"

"Bismillah aja, lu mau mati kehausan?"

"Enggak, sih. Yaudah deh."

Mereka lalu melanjutkan perjalanan. Beberapa kali nanya ke warga, tapi menurut si sulung penjelasan orang-orang tuh malah bikin tambah bingung.

"Belok kiri, trus aja, abis itu ada warung, ke kanan."

Lah, warungnya nggak ada malah buntu.

"Ka wetan, Jang. Engke aya gang, tah kadinya."

Anak ini nggak terlalu ngerti basa sunda, apalagi temennya yang asli Padang.

Walhasil ya udah ikutin feeling aja. Sampai akhirnya dia dengar bunyi kereta.

"Kalo udah kedengeran, berarti kita dekat stasiun. Gua hafal kalo udah sampai situ." Kata si sulung dengan yakin.

Keyakinan yang nggak sepenuhnya benar. Enggak salah juga. Karena ternyata dia malah sampai ke rumah om-nya (adik sepupu suami). Saya tiba-tiba dapat wa dari tantenya, "Teh, ini ada Gaza, Bilal sama temennya."

Dia makan siang sambil nyengir.

Ya Allah ... enggak tau tuh anak, ibu temennya udah panik nyariin.

Alhamdulillah Allah selalu jaga. Semoga seterusnya begitu.

Katanya, ruh orang baik akan senantiasa bertemu dengan yang baik juga. Melepas dia bertualang, yang awalnya bikin jantungan, sekarang sudah bisa lebih tenang.

Berjalanlah, Bang. Jelajahi bumi Allah. Yang jauh, gak papa. Tapi ingat pulang, ya. Bunda akan selalu menunggu, dengan segelas susu atau kopi kesukaan kamu.

Btw besok beneran pulang ya, pasukan beberes berkurang satu nih.

Comments

Popular posts from this blog

Berhenti Menyalahkan Gen-Z, Lakukan Perbaikan

Viral video yang menyatakan para pengusaha ogah, bahkan trauma menerima #GenZ bekerja di perusahaannya. Alasannya, Gen-Z ini generasi yang attitude-nya negatif : 1. Lebay 2. Tidak Realistis baik dalam bekerja maupun menetapkan dan mencapai target 3. Tidak mau disalahkan 4. Merasa jadi semacam 'pusat dunia', kalau ada masalah orang lain yang salah/toxic  5. Mudah putus asa, daya juang rendah Really? Pertama-tama mari samakan persepsi. Berdasarkan data BPS, Gen-Z adalah generasi yang lahir sekitar 1997-2012. Sumber lain ada yg menyatakan lbh awal 1 tahun. Tapi ya udahlah anggap aja pertengahan era 90an sampai akhir 2010. Lahir di era pesatnya perkembangan teknologi digital, membuat mereka memiliki karakteristik unik, seperti keterampilan digital yang kuat, kreativitas, serta keinginan untuk berkolaborasi dan berkontribusi pada masyarakat. Keren kan? Tapi bagai dua sisi mata uang, kelebihan selalu disertai dengan kekurangan. Karena tumbuh dengan segala kemudahan teknologi, yang ap...

Resesi

  Kemarin saya silaturahim ke kantor salah satu mitra developer Khadeeja Property di Depok. Berdua aja sama anak gadis, saya putuskan naik KRL dan ojek. Turun di Stasiun Pondok Cina. Rasanya baru kali ini deh saya turun di situ. Beberapa kali ke Depok, kalau nggak Stasiun Depok Baru, Depok Lama ya UI.  Orang yang terbiasa stay di sekitaran stasiun pasti jeli ngeliat kalo tatapan saya waspada bangetvliat kanan-kiri, khas orang baru. Kayanya seperti inilah tatapan seorang driver ojol yang mangkal di dekat stasiun. Saat saya jalan ke pangkalan ojol, karena seperti biasa nggak boleh naik tepat di stasiunnya, seorang driver berseragam hijau menghampiri. "Ummi, sudah dapat ojek?" Sopan ia bertanya. "Belum, baru mau pesan." "Sama saya aja ya, Ummi?" "Oh boleh, bisa langsung di-pick di aplikasi ya?" "Enggak Ummi, gak usah pake aplikasi. Coba klik di situ aja alamatnya, nanti ngikut situ ongkosnya." Alarm saya mulai bunyi, be careful, gak ada bu...

Gadget, Sahabat atau Musuh bagi Fitrah untuk Bertumbuh

  Bisa membersamai guru itu rezeki tak terkira. Tahun lalu, saya mengenal Bunda Roro. Eh, bukan, kenal mah udah lama, beberapa kali nonton videonya bersama sang suami, Ustadz Harry Santosa allahuyarham. Tahun lalu itu saat akhirnya saya memutuskan ikut kuliah #fitrahbasededucation dan #fitrahbasedlife selama 3 bulan (akhirnya sih extend karena berbarengan dengan Ramadhan) Kuliah yang mensyaratkan kehadiran 90% kalau mau dapat sertifikat, maka saya pun jadi rajin. Ya bukan karena sertifikat amat sih, sayang aja gak sih udah bayar, belajar, tapi disia-siakan dengan nggak serius? Saya pengen bisa menyerap ilmunya, biar bisa dipraktekin ke diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Faktanya, belajar #fitrah memang sulit menemukan kata akhir.  To know God (Ma'rifatullah) To do Good (Good life) And to Accept the True Knowledge (Ilmu - Kitabullah) Ilmu yang harus terus dipelajari dan diperbaharui sampai akhir hayat. Sore tadi saya berkesempatan membersamai Bunda Roro sebagai Host di sala...