Skip to main content

Cerita Dibalik Semangkok Bakso


Siang tadi saya kedatangan seorang sahabat. Yang datangnya gak pakai rencana atau nanya-nanya, langsung minta share loc.

Apa-apaan nih bocah? Gak tau apa, weekend gini pengen rebahan? Tapi kasian udah jauh-jauh motoran dari luar propinsi, ya udah lah dikasi aja alamat.

Kenapa saya bilang bocah? Jauh lebih muda dan single, soalnya. Dan dia juga seneng-seneng aja sih (eh nggak tau juga kalo dalem hati kesel, wkwkw!)

Singkat cerita sampailah dia ke rumah.

"Makan di luar yuk?"

Ah elaah panas lagi nyengat gini, gak ada gitu dia kepengen order ojol aja? Tapi demi semangatnya yang menggebu dan saya juga semingguan ini kurang liat jalanan, oke aja lah.

Saya duduk di boncengan motornya, tanpa helm. Kirain mau ngebakso atau apa lah di sekitaran kompleks. Eh enggak dong, lewat semua kuliner kompleks.

"Tenang, gak akan diculik jauh-jauh, deketan sini ajaa!" celetuknya seolah bisa baca pikiran.

Kami pun berhenti di sebuah kedai bakso yang kayanya enak. Itu setelah pertentangan cukup alot, dimana dia pengen makan bebek, saya pengen makanan berkuah. Berujung dengan dia ngalah,

"Yaudah lah kalo aku masih laper, tar pulangnya aku bungkus tuh bebek." Begitu dia memutuskan.

Kami saling bertukar cerita, ini itu. Termasuk perkara project di #KhadeejaProperty .

Pas mau pulang, dia maju ke kasir, bayar invoice.

Buat orang lain, ditraktir mungkin perkara biasa. Tapi buat saya, liat dia buka dompet dan nraktir, rasanya haru banget.

Dia, seseorang yg luar biasa. Tahun lalu sempat terpuruk, rugi materi tak sedikit. Harus menanggung beban moril yang cukup berat di pundaknya, terkait diri dan keluarga.

Nyaris nggak tau lagi mau ngapain dan kemana.

Kalau teman-teman ingat, saya pernah post sisa barang jualannya di akun ini. Ada mukena, fry pan dll.

Ajaibnya, pertolongan Allah, smua sisa jualan dia Sold Out!

Hingga akhirnya dia bisa bertahan dan bangkit.

Lalu cerita yang cukup panjang, mengantarkan dia dari Jawa Timur ke ibukota.

Dan kini, anak yang tahun lalu pesimis dengan hari esok itu, telah bangkit. Siap mengemban amanah yang Allah berikan padanya. Siap menjalani sisa takdir hidupnya.

Saya membiarkan dia mentraktir, termasuk dua kotak martabak pas sampai rumah.

Dia lagi bahagia.
Semoga seterusnya bahagia. Sebahagia air wajahnya saat berdoa sebelum meneguk air zamzam pemberian saya. Entah doa apa yang dipanjatkan, hingga binar di matanya tak bisa disembunyikan.

Saya yang sangat bahagia,
Pritha Khalida 🌷

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru