Skip to main content

Sharing Parenting di Sukahati, Cibinong


Pagi tadi badan pegel linu, PMS kayanya. Andai gak ingat ada janji sharing parenting di satu sekolah di Sukahati-Cibinong, mungkin udah tarik selimut lagi bada subuh.

Bismillah, janji harus ditunaikan. Lagipula ini undangan offline pertama pasca mengikuti kuliah Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Islami-nya Ustadz Aad . Masih anget banget ilmunya, insya Allah. 

Ketua yayasan request supaya saya berbicara memotivasi orangtua dalam mendidik anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus speech delay dan ADHD. Karena ada beberapa siswanya yang seperti itu.

Beberapa hari saya mengulang kembali ilmu tentang topik-topik tersebut sampai kembali menempel. Lalu mengaitkan dengan ilmu yang didapat di kuliah kemarin. Alhamdulillah tadi Allah lancarkan lisan ini.

Yang saya senang adalah, saya kembali melihat tatapan mata face to face para orangtua siswa. Bukan melalui zoom meeting. Sebagian besar tampak antusias menyimak. Ada yang berbagi kisah mendidik cucunya yang dia pikir setelah saya cerita tentang ADHD, boleh jadi seperti itu.

Tapi saya tekankan bahwa ini tidak boleh asal tebak. Harus dikonsultasikan pada ahlinya, yaitu Psikolog dan dokter. Jangan keburu panik, jangan pula abai dan denial.

Nenek itu manggut-manggut paham. "Nanti saya bilangin anak saya deh, Bu. Soalnya mereka kerja. Nih biar tau, kalau anaknya suka gini gitu tuh bisa-bisa hiperaktip ya, biar diperiksain."

Saya tersenyum.

Tidak, saya tidak hendak men-judge, kenapa anak dititip di nenek? Hey Ibu Bapak, kamu kemana?

Karena boleh jadi kebutuhan hidup keluarga ini besar sampai harus suami isteri bekerja. Dan pekerjaan di ranah publik lah yang mampu mereka lakukan saat ini. Nggak semua orang mampu jadi pebisnis online, penulis, atau apapun profesi yang bisa dijalankan dari rumah, kan?

Satu yang saya tekankan, bahwa anak mau itu ABK atau bukan, adalah anugerah yang sangat besar dari Allah. Bagaimanapun keadaannya, pasti ada pesan dan tugas yang harus kita jalankan.

Susah? Minta ilmunya sama Allah. Hubungi Dia dalam sujud panjang, dzikir tak berbatas dan kucuran sedekah. 

Adakalanya lelah hinggap. Tak mengapa sejenak menepi, untuk recharge energi. Lalu selanjutnya kembali melesat berlari.

Mendidik anak usia dini memang tak mudah. Tapi jika kesempatan ini disia-siakan, mendidik mereka di kemudian hari, saat sudah baligh, jauh lebih sulit.

Sulit ya, bukan tidak mungkin. Karena harapan itu selalu ada. Harapan untuk segalanya menjadi lebih baik, untuk anak-anak kita.

Sabar, kan hadiahnya surga. Bukan voucher pulsa 😊

Salam hangat,
Pritha Khalida 🌷


Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru