Skip to main content

Berbagilah, Karena Dunia Sedang Tak Baik-baik Saja

Baru saja ada seorang ibu mengetuk pagar, mengucap salam. Saya bukakan pintu, kirain ibu yang tempo hari menawarkan jasa menyetrika. 

Ternyata bukan. 

Ibu itu membawa kantong plastik berisikan kain. Melihat saya kebingungan, ia langsung mengungkapkan maksudnya, "Ini baju muslim saya, masih bagus. Tolong dibeli, berapa aja. Saya butuh uang buat beli makan." 

Sesaat saya terdiam. Teringat pagi tadi perut ini sudah nyaman terisi roti cokelat sebelum minum obat-obat dokter. 

Sementara dia harus menjual baju, demi mengisi perut. 

Faghfirlii, ampuni aku ya Allah ... 

Saya sempat melihat baju yang hendak dijualnya. Mohon maaf, itu baju yang sangat sederhana. Dalam hati saya berpikir, boleh jadi itu baju gamis terakhirnya. Sementara ia memakai rok yang panjangnya sedikit di bawah lutut dengan kerudung lusuh. 

"Sebentar, Bu." 

Cepat saya masuk, membawa sedikit uang. 

"Mau beli bajunya?" Ia menatap penuh harap. 

Saya menggeleng, "Ibu bawa lagi aja. Saya belum perlu. Ini ada sedikit uang untuk Ibu. Semoga bermanfaat." 

Bulir bening tertahan di sudut matanya. Ia berucap terimakasih berkali-kali. Saya mengangguk dan meninggalkannya. Tak kuat rasanya berlama-lama melihatnya. 

Teman-teman, dunia ini sungguh sedang tak baik-baik saja. Di sudut sana ada yang kelaparan. Di sudut lainnya kedinginan, kehilangan sanak keluarga dan ujian Allah yang teramat berat lainnya. 

Jika ada di antara kita yang masih memiliki rezeki berlebih, maka yuk berbagilah. Tak usah sungkan walau sedikit. Karena boleh jadi yang sedikit menurut kita, itu ternyata bisa menopang hidupnya meski sehari, atau bahkan sekali waktu makan. Yang dikuat-kuatkannya entah sampai berapa lama. 

Yang saat ini bekerja tapi sulit, entah dipotong gaji atau lembur tak berbayar, tahanlah perih itu sebentar. Bukankah sesulit-sulitnya beban kerja, masih jauh lebih sulit kalau tak punya pekerjaan? 

Yang saat ini memiliki uang berlebih namun menabung keras karena khawatir akan masa depan, tolong sedikit dilonggarkan. Lihat sekeliling, jangankan masa depan, bahkan banyak yang berjuang untuk mendapatkan sesuap makanan tuk bertahan hidup. 

Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda: “Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. 

Yuk kita kejar pahala dan keberkahan Allah di kampung akhirat kelak. 

Semoga Allah kuatkan bahu kita dan mudahkan saat upaya sudah terasa maksimal namun ujian terasa tanpa jeda. 

Salam hangat,
Pritha Khalida

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Daun Jatuh Atas Izin Allah

Pagi tadi ngisengin suami. Pas dia mandi, saya siap-siap pake baju rapi. "Lho, mau kemana?" Sekeluarnya dari kamar mandi  dia heran liat isterinya udah pake baju rapi. Padahal jadwalnya mau masak. "Ikut ke kantor." "Weeh mo ngapain?" "Kata Ustadz kemarin, isteri yang baik itu selalu nempel sama suaminya. Ikut aja kemana suaminya pergi, sedih kalau berjauhan." "Tapi ini kantor, Bun." "Emang gak ada isterinya temen kamu yang suka ikut ke kantor?" "Gak ada, kecuali sekantor. Itupun jarang, biasanya beda divisi. Dan itu bisa beda gedung." "Aku gak papa kok, kamu kerja nunggu di cafe atau mall." "Mall mana?" "Plaza Semanggi, kan deket. Jalan juga bisa." "Hadeeh!" "Yaudah atuh, tolong buangin sampah dulu." "Hyaelah ..." Dia ngelepas lagi backpack-nya, jalan ke pintu samping, muter lewat pagar depan, ke arah samping untuk buang sampah. Iya muter, karena

Takjil Termanis Hari Ini

Takjil Termanis Hari Ini Kami berbuka puasa bersama barusan, saya dan si sulung. Alhamdulillah ... Sambil mengunyah takjil, dia bercerita tentang hari ini. Tentang tasnya yang berat karena hari Senin harus bawa laptop untuk pelajaran TIK. Tentang sepatu bertalinya yang bikin lama kalau lepas shalat, gak bisa sat set sat set. Tentang dia yang menyelesaikan tugas TIK nya paling duluan. Tentang satu mata pelajaran yang salah jadwal. Tentang sebungkus kacang sukro dari satpam sekolah, yang melihatnya sudah lelah di sore hari. "Kamu gak bilang lagi puasa?" "Enggak lah, nanti gak jadi dikasih kacang. Jadi Gaza bilang makasih aja." Dan tentang driver ojol yang ramah, mengajaknya ngobrol sepanjang perjalanan pulang. "Dia bilang, 'kamu pasti pinter ya, De? Soalnya bisa sekolah di sini. Masuknya aja susah.' Gaza mo bilang, ah enggak Pak, biasa aja, tapi seneng dibilang pinter. Ya udah Gaza diem aja. Bapaknya cerita dia juga anaknya sama kaya Gaza baru