Skip to main content

Menyimpan Kenangan Meyakini Takdir


Apa yang membuat Bunda kuat ga cengeng saat kehilangan sesuatu?
Tanya si sulung dalam pillow talk kami malam ini.

Bunda punya mantranya. Mau Tau?

Iya.

Laa  hawlaa walaa quwwata ilaa biLlaah. Tiada usaha, kekuatan dan upaya selain atas kehendak Allah.

Cuma itu?

Iya. Karena saat kita memasrahkan semuanya pada Allah, hati ini akan tenang. Lagipula nggak ada yg kekal di dunia ini. Baik benda maupun orang. Jika rusak, pergi atau hilang, ikhlaskan saja. Kenangannya bisa tetap kita simpan di hati. Sesekali kita ingat untuk bikin kita lebih menghargai segala yang pernah kita miliki. Untuk bersyukur atas smua pengalaman dan ilmu yang pernah Kita pelajari.

Lalu si sulung terdiam, tampak mencoba mencerna.

Gimana contohnya menyimpan di hati?

Misalnya kita punya mainan dirusak oleh teman. Pasti rasanya ingin sekali marah bahkan membalas. Apalagi jika mainan itu dibeli dengan uang tabungan atau susah didapat karena harus setoran hafalan. Tapi saat kita yakin bahwa mainan sekuat dan sebagus apapun tidak ada yang kekal, maka kita akan terima saat dia rusak. Nah Kenangan akan mainan tersebut akan tetap ada di hati meski barangnya sudah rusak atau hilang. Kita bisa mengingat bagaimana cara mendapatkannya, dengan siapa saja pernah memainkannya, siapa yang lebih dulu lancar memainkannya dan lainnya. Tanpa perlu mainan itu tetap ada.

Ooh..

Laa haulaa walaa quwwata ilaa biLlaah. Yakin aja bahwa jika kita ikhlas, Allah akan kasih Pahala sabar dan mengganti dengan yang lebih baik.

Iya Bun.

Paham?

Iya

Jadi, kita gak boleh menyimpan smua barang yang ada kenangan di rumah?

Boleh selama tidak mengganggu.

Maksudnya?

Nggak menumpuk di setiap sudut, sehingga mengundang nyamuk. Nggak bikin kotor. Nggak mubazir. Nggak bikin kita lebih kreatif. Nggak bikin kita jadi lalai dari solat dan lainnya.

Ya, Bun.. Gaza akan belajar. Laa haulaa walaa quwwata ilaa biLlaah.
Peluk Bun

💖💖💖
Love you Bang...

Comments

Popular posts from this blog

Puluhan Hari Penuh Kenangan di SEMAI (Sedekah Makanan Indonesia)

Seburuk apapun situasi dan kondisi yang menghampiri, yakinlah akan ada hikmah tersembunyi di baliknya, hanya Allah yang tahu, sampai Dia mengizinkan kita untuk ikut mengetahuinya . Kapankah itu? Saat hati kita terbuka dan menyediakan ruang, untuk sang hikmah bertahta. Kisah ini dimulai pada Maret 2020, saat pandemi diketahui baru mendarat di negeri tercinta. Saya waktu itu sedang dipusingkan dengan mengajar anak-anak yang mendadak menjalani sekolah online. Subhanallah, jadi guru dadakan buat anak-anak sepanjang hari bukanlah hal yang mudah. Padahal saya terbiasa membantu mereka membuat pe-er atau menyimak murojaah. Tapi itu berjeda, nggak macam sekolah online, seharian!  Bukan cuma dibikin pening dengan mengajar anak-anak, di sisi lain saya juga harus beradaptasi dengan rumah tanpa ART, yang mendadak resign beberapa pekan sebelumnya. Menjalani beragam aktivitas diiringi paranoid karena pasien covid kedua di Indonesia saat itu, tinggal hanya berjarak 300 meter dari rumah kami. Tepatnya

Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan dan Solusi Membatasinya

Source pic dari sini Belakangan rasanya pilek begitu mudah menyerang. Atau sekalinya kena, eh kok bertahan lama? Cek antigen, alhamdulillah negatif. Source pic dari sini Gatal-gatal, biang keringat, bisul sampai bintitan, tumben-tumbenan menghinggapi anak-anak. Padahal sebelumnya nggak pernah. Mandi, seperti biasa dua kali sehari. Pakai sabun anti bakteri pula. Cuaca panas ekstrim memicu migrain. Dingin ekxtrim, eh jadi kaligata / biduren. Biasanya nggak begini. Badan mendadak ringkih. Relate dengan beberapa penyakit di atas? Saya dan keluarga mengalaminya. Belakangan rasanya badan jadi ringkih. Di antara kami ada yang jadi gampang batuk/pilek, kulitnya mendadak sensitif, acapkali terkena migrain dan penyakit lainnya. Ada apa sih? Apa pengaruh kurang kena udara segar, akibat terlalu lama di rumah aja sepanjang pandemi? NO! Ternyata bukan itu jawabannya. Nggak bisa dipungkiri bahwa 'diperam' di rumah dalam waktu lama memicu stress. Di mana stress ini bisa mengakibatkan imu

Remagogi

Setelah ikut segala kuliah mulai dari Psy Perkembangan dan Pendidikan Islami (dg Brothering sbg salah satu materinya), Seminar dan Coaching #InspirePsychology sampai #Remagogi ... Saya melihat ke samping, anak sulung saya di jelang usia balighnya. Sudah Aqil? Belum rasanya, tapi insya Allah tak terlalu jauh. Kadang dia childish, tapi adakalanya pemikirannya out of the box masya Allah. Pilihan sikap yang diambil saat menghadapi masalah tanpa kehadiran saya di sampingnya, beberapa kali bikin saya salut. Sesuatu yang bahkan nggak terpikir oleh saya sebagai ibunya. Salah satunya adalah ketika dia dan temannya nyasar saat lagi sepedahan. Siang bolong, gak bawa uang, haus banget. Temennya berulangkali istirahat dan bilang capek tapi gak tau harus gimana. Si sulung datang ke satu warung, mencoba minta minum. Nggak dikasih, karena tampang dan bajunya nggak macam seseorang yang perlu dikasih sedekah kata pemilik warung. Sejenak dia diam. Lalu memutuskan ke masjid. "Ngapain lu?